Mohon tunggu...
Rasawulan Sari Widuri
Rasawulan Sari Widuri Mohon Tunggu... Wiraswasta - Senang berbagi hal yang menarik dengan orang lain

Jakarta, I am really lovin it !

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perkuliahan S2 Secara Daring, Menghilangkan Cara Pikir Kritis bagi Mahasiswa

15 Juli 2020   12:16 Diperbarui: 18 Juli 2020   03:15 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini saya kembali membuka situs kampus tempat saya kuliah S2 jurusan management sepuluh tahun yang lalu. Secara visual tampak halaman website sudah berbeda. Biaya untuk kuliah pun sudah lebih dari dua kali lipat daripada biaya kuliah saya dahulu. Yang masih sama adalah nama daftar dosen di kampus tersebut.

Yang menarik perhatian saya adalah mengenai jadwal orientasi dan kuliah perdana yang dimulai bulan ini. Semuanya secara daring. Sebagai informasi kampus saya mengadakan jadwal kuliah di Yogyakarta dan Jakarta. Dan saya melakukan kuliah akhir pekan di Jakarta.

Namun saat ini semuanya dilakukan tanpa adanya tatap muka. Bagaimana rasanya orientasi mahasiswa tanpa tatap  muka? Saya kembali teringat pengalaman saya pada saat orientasi mahasiswa.

Kala itu kami dikumpulkan di lobby kampus. Kami saling memperkenalkan diri masing-masing kemudian panitia membuat permainan yang berfungsi untuk menguji kemampuan kritis kami. Di akhir orientasi, kami diberikan kembali wejangan mengenai suasana perkuliahan yang berbeda dengan cara kuliah di S1.

Akhirnya satu minggu kemudian kami pun harus melakukan kuliah perdana kami. Kembali pada awal kuliah selalu diawali dengan perkenalan dari dosen dan mahasiswa. Yang paling saya ingat saat itu adalah kami langsung diberikan quiz di kuliah perdana kami.

Quiz diadakan sebelum dosen kami menerangkan tentang materi kuliah. Saya kembali teringat wejangan dari dosen kepala kami bahwa kuliah S2 di tempat kami akan selalu dimulai dengan mahasiswa harus memahami mata kuliah yang akan diajarkan oleh dosen. Kami diharuskan membaca.

Sesudah quiz selesai, dosen mulai membahas jawaban dari pertanyaan quiz. Dosen memberi kesempatan pada kami untuk memberikan pendapat atas semua jawaban quiz. Kelas saya pun tampak riuh. Banyak sekali pendapat yang berbeda.

Bagi saya wajar saja jika pendapat kami berbeda. Hal ini mengingat kami datang dari latar belakang yang berbeda. Baik pendidikan S1 maupun pekerjaan kami yang tidak sama. Bahkan ada beberapa teman saya yang notabene baik pendidikan maupun pekerjaannya tidak bersinggungan dengan management.

Setelah perdebatan panjang, akhirnya dosen kami yang berfungsi sebagai fasilitator meluruskan perdebatan dengan mengacu pada buku panduan (text book). Pendapat yang berbeda bukan berarti menyalahi teori namun itu adalah bentuk konkrit di mana terkadang teori akan berbeda dengan kenyataan.

Kuliah perdana ini membuat kami sadar bahwa buku panduan memberikan teori yang sudah diteliti bertahun-tahun. Namun pada kenyataannya bisa saja dunia kerja tidak sama dengan teori. Kami dipaksa untuk berpikir kritis terhadap fenomena ini.

Jadi dapat dibayangkan pada kuliah kami selanjutnya selalu penuh dengan perdebatan. Perdebatan yang membuka pandangan kami tentang berbagai hal di dunia kerja.

Banyaknya latar belakang dunia kerja yang berbeda memperkaya pikiran kami. Kami datang dari berbagai industri mulai dari perbankan, oli dan gas, farmasi, FMCG bahkan konsultan. Kami mencoba mensinkronkan antara teori dan dunia nyata.

Sesuai dengan wejangan dosen kami untuk dapat selalu membaca materi terlebih dahulu dan dosen berfungsi sebagai fasilitator kuliah, kami pun akhirnya perlahan terbiasa dengan pola ini.

Kuliah kami penuh dengan cara pikir yang kritis terhadap perbedaan yang kami temui. Namun jika kami pikirkan kembali, sebagai orang yang berada dalam dunia kerja, berpikir kritis sangat diperlukan dalam bekerja.

Mengingat ucapan dosen pembimbing saya ketika saya menghadapi sidang tesis bahwa salah satu tujuan kuliah S2 adalah membentuk mahasiswa yang mempunyai pikiran kritis namun bertanggung jawab. Kedua hal ini adalah modal agar kami bisa sukses di dunia kerja.

Namun mengingat kala pandemi perkuliahan dilakukan secara daring alias tidak bertatap muka di dalam kelas, terus terang saya agak meragukan kualitas lulusan S2. 

Kuliah daring tentu saja tidak memungkinkan kami berdebat secara terbuka. Berdasarkan pengalaman saya, debat terbuka dapat memperluas pikiran kita tentang suatu hal.

Kuliah daring memang tetap mengizinkan kami untuk berpendapat, namun mungkin tidak akan sebebas seperti pada saat kuliah normal. Esensinya akan tetap berbeda.

Kuliah S2 di tempat kami memerlukan waktu sekitar 5 semester atau 2 tahun. Jika tahun depan pandemi belum berakhir dan kuliah masih dilakukan secara daring, maka saya kembali menyangsikan kualitas lulusan S2.

Lulusan kuliah S2 memang akan mendapat gelar S2 yang dapat meningkatkan banyak hal mulai dari jabatan yang lebih tinggi, gaji yang lebih besar bahkan promosi di beberapa perusahaan tertentu.

Menurut saya gelar tersebut tidak akan dibarengi dengan cara berpikir yang diharapkan meningkat dibandingkan lulusan S1. Mungkin saja hanya akan menjadi lulusan dengan gelar S2 namun kualitas S1.

Hal ini tentu sangat disayangkan mengingat biaya kuliah S2 yang tidak sedikit serta susahnya ujian masuk S2 di kampus universitas negeri favorit. 

Akhir kata, saya berharap pandemi segera berakhir dan perkuliahan kembali normal. Sehingga saya masih bisa melihat lulusan S2 yang mempunyai pikiran namun dapat dipertanggungjawabkan.

-RSW/DPK/15072020-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun