Sedankan untuk pertanyaan terakhir mengenai kondisi jalan yang macet atau macet banget sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik jalan dan durasi libur lebaran. Jika menggunakan mobil pribadi, kedua hal ini harus dipantau terus menerus. Pada saat mudik tahun kemarin, dengan adanya pembangunan LRT dan Jalan Tol Cikampek, membuat jalanan lebih macet dari mudik sebelumnya.
Jika durasi libur lebaran lebih panjang, maka dapat dipastikan kondisi jalanan akan lebih lancar. Hal ini mengingat banyaknya pilihan waktu untuk mudik. Saya sangat menyukai kondisi seperti ini.
Tahun 2020 mempunyai cerita mudik tersendiri yaitu anjuran untuk tidak mudik atau "jangan mudik dulu".
Saya masih ingat pembicaraan dengan salah satu kakak di Kuningan dengan menggunakan bahasa Sunda.
"Taun ieu bisa balik teu nya?"(1)
Kakak saya menjawab, "Nanaonan maneh. Tong adigung. Tong uih heula kadieu. Tungguan bae sampe corona ngaleungit heula. Karek engke balik ka dieu."(2) Â Â Â Â
Saya menjawab lagi, "Ikhlas ridho teu uih ka ditu? Moal nanaon?" (3)Â Â
Dengan bijak kakak saya menjawab, "Teu kunanaon. Nu penting kita salamat. Kan masih tiasa tatalipunan sambil menta hampura. Teu kudu uih kadieu." (4)Â Â
Itulah sepenggal percakapan saya dengan kakak di Kampung. Intinya adalah kakak saya memaklumi untuk tidak mudik dan mengerti bahwa bermaaf-maafan masih bisa dilakukan tanpa harus mudik.
Sebenarnya secara tidak langsung banyak hikmah yang kita dapatkan dengan tidak mudik ke kampung. Yang pertama adalah usaha untuk menghentikan rantai penyakit. Kita tidak pernah tahu bisa saja kita menjadi pembawa penyakit bagi orang di kampung. Wallahu Alam.
Yang kedua adalah merasakan suasana berlebaran di rumah sendiri. Jika mudik, biasanya suasana lebaran berada di rumah orang tua ataupun rumah kakak seperti saya. Tapi tahun ini, saya bisa merasakan bagaimana repotnya menyiapkan lebaran untuk keluarga sendiri.