Terkadang film animasi dapat menyentuh para penikmatnya. Salah satu yang terbaik adalah kisah para mainan dalam film Toy Story.
Toy Story telah hadir dalam empat sekuel. Semua sekuelnya menghadirkan kisah yanh berbeda. Namun benang merah dari semua film Toy Story berkisah tentang rasa solidaritas di antara sesama teman.
Film ini menganalogikan perasaan yang timbul dalam manusia, dalam kehidupan sehari-hari. Film yang merupakan besutan Pixar studio dan Disney sarat akan makna dan dapat dijadikan sebagai film pilihan yang dapat dinikmati oleh semua kalangan.
Film Toy Story 1 adalah kisah awal dari persahabatan mainan sheriff Woody dan action figure Buzz Lightyear. Pada saat awal Woody yang awalnya merupakan mainan kesayangan seorang anak bernama Andy, harus cemburu dengan kedatangan mainan canggih Buzz.
Namun seiring dengan banyaknya peristiwa yang mereka alami, akhirnya Woody menyadari bahwa bersahabat jauh lebih berguna daripada menyimpan kecemburuan. Peristiwa yang mengisahkan makin eratnya persahabatan Woody dan Buzz banyak dimunculkan pada Toy Story 2.
Mengacu pada pengertian solidaritas adalah rasa kebersamaan, rasa kesatuan, Â rasa simpati, maka solidaritas Woody-Buzz datang dari nilai tersebut. Jika diasumsikan sebagai mahluk sosial, maka Woody dan teman mainan lainnya mempunyai satu tujuan untuk dapat membahagiakan pemiliknya.
Dalam film ini dikisahkan pula bagaimana semua mainan bahu membahu apabila temannya mengalami kesulitan misalnya dicuri oleh penjahat. Semua mainan secara sukarela mencari cara untuk menolong temannya.
Semua mainan yang ada dalam dunia mainan Woody datang dari berbagai jenis. Mulai mainan binatang, mainan canggih, mainan dari plasti ataupun dari kayu. Namun di saat rasa kesetiakawanan sudah tinggi, semua perbedaan itu bukan lagi masalah.
Rasa cemburu ataupun prasangka yang dialami oleh Woody adalah salah satu hal yang mungkin akan terjadi bila tidak ada solidaritas. Cemburu ini bahkan akan mengarah pada sifat egoisme yang bertentangan dengan nilai dari solidaritas.
Selain membahagiakan pemiliknya, rasa solidaritas di antara mainan muncul pula karena adanya kesamaan lain yaitu rasa ketakutan kehilangan. Mainan memang tidak mempunyai jangka waktu, tapi pemiliknya tentu saja terus bertumbuh dewasa. Bukan lagi seorang anak yang butuh mainan.