Mohon tunggu...
Rara Diva Syahrani
Rara Diva Syahrani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Antropologi Universitas Airlangga

Saya adalah seorang mahasiswi Antropologi Semester 2 di Universitas Airlangga.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menghapus Stereotyping dan Diskriminasi pada Perempuan, Mengapa Penting?

8 Juni 2024   17:45 Diperbarui: 9 Juni 2024   15:49 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Stereotyping dan diskriminasi gender, dua hal ini sangat berkaitan erat, sebab stereotip pada suatu individu atau kelompok bisa memunculkan suatu diskriminasi gender. Persoalan stereotyping dan diskriminasi gender di Indonesia sendiri masih menjadi isu global yang harus segera diredamkan, karena isu ini adalah isu darurat. Kurangnya kesadaran masyarakat akan hal tersebut menjadi salah satu faktor utama kenapa stereotyping dan diskriminasi gender masih tetap lestari sampai hari ini. Khususnya pada perempuan.

Pada perempuan, stereotip seperti perempuan itu lemah, tidak mandiri, tidak rasional, sensitif, dan mudah marah sering terdengar sejak kecil dan melekat pada perempuan. Perlakuan berbeda yang didapatkan oleh perempuan karena label-label negatif tersebut menimbulkan ketidakadilan dan standar ganda. Dalam penelitian terdahulu, terungkap bahwa persoalan mengenai stereotip gender terletak pada budaya patriarki, yaitu nilai-nilai yang hidup di masyarakat yang memposisikan laki-laki sebagai manusia yang superior dan perempuan sebagai manusia inferior. Budaya ini kemudian menjadi pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja, dan bahkan sistem kepemilikan sifat yang bias gender yang akhirnya membuat posisi laki-laki lebih tinggi daripada perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial. Budaya patriarki ini menganggap laki-laki lebih baik dari perempuan dan lebih pantas untuk memimpin dan mengatur sesuatu. Masih banyak diskriminasi gender yang dialami oleh perempuan yang terjadi di lapangan, bagaimana perempuan didiskreditkan atas tindakan yang mereka lakukan dan pencapaian yang mereka peroleh, bagaimana perempuan harus bekerja keras dua kali lipat dari laki-laki untuk memperoleh apa yang mereka inginkan, bagaimana akhirnya terkadang laki-laki yang mendominasi suatu hal karena dianggap lebih cakap daripada perempuan. 

Ketika perempuan melawan, mereka dianggap pembangkang, ketika laki-laki melawan, mereka dianggap pemberani, ketika perempuan bekerja keras, mereka dianggap 'penggila kerja', 'lupa keluarga', ketika laki-laki bekerja keras, mereka dianggap keren dan hebat, ketika ketika perempuan mengurus anak, itu dianggap sudah menjadi tanggung jawab mereka dan tidak ada yang keren mengenai itu, ketika laki-laki mengurus anak, mereka dianggap sebagai laki-laki yang bertanggung jawab dan cinta keluarga. Contoh-contoh stereotyping masyarakat pada perempuan secara tidak langsung melekat pada citra perempuan secara turun temurun dan memengaruhi kebebasan bergerak pada perempuan, perempuan menjadi tidak percaya diri karena banyaknya orang sekitar yang menganggap perempuan lemah dan tidak bisa diandalkan, menganggap bagaimana laki-laki mendominasi atas perempuan, menganggap bagaimana perempuan kodratnya melakukan hal-hal domestik seperti menyapu, mencuci, mengepel, dan mengurus anak. padahal, sejatinya setiap perempuan berhak memilih jalan hidup mereka masing-masing, perempuan berhak menjadi pemimpin, menjadi direktur, menjadi guru, menjadi peneliti, menjadi ibu rumah tangga, menjadi apapun yang mereka inginkan, tak terbatas pada stereotip orang lain. 

Sudah seharusnya stereotyping dan diskriminasi gender yang dialami oleh perempuan dihapuskan, budaya patriarki sudah terlalu usang dan seharusnya memang tidak berkembang turun-menurun bahkan sejak jaman dahulu. Perempuan bebas memilih apa yang ingin mereka lakukan, perempuan bebas melakukan apapun yang mereka inginkan, perempuan bisa jadi apapun tanpa terhalang budaya patriarki yang sudah lama mengikat dan menjajah perempuan. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun