Di tengah keramaian Malioboro, di mana suara derap langkah pengunjung dan aroma makanan khas Yogyakarta bercampur menjadi satu, terdapat sebuah becak berwarna merah yang selalu parkir di sudut jalan. Becak itu milik beberapa pengemudi yang telah menghabiskan puluhan tahun hidupnya di jalanan Yogyakarta, Setiap hari, Pengemudi menunggu penumpang dengan senyuman ramah dan sapaan hangat. Pagi itu, matahari bersinar cerah, dan Malioboro dipenuhi oleh wisatawan yang datang dari berbagai penjuru. Seorang pengemudi becak bernama pak Dadang duduk di kursi becaknya, mengenakan topi caping untuk melindungi wajahnya dari sinar matahari. Ia melihat sekeliling, menyaksikan kehidupan yang berdenyut di sekitarnya. Anak-anak berlarian, pedagang kaki lima menjajakan makanan, dan para wisatawan berfoto di depan toko-toko yang menjual batik dan kerajinan tangan.
Tiba-tiba, seorang wisatawan asing bernama Dila mendekati Pak Dadang. Dengan ragu, ia bertanya, "Bisa saya naik becak ini?"
"Dengan senang hati, mba!" jawab Pak Dadang sambil tersenyum lebar. "Mau kemana, ya?"
Dila menggaruk-garuk kepalanya, bingung. "Saya ingin berkeliling Malioboro dan melihat semua tempat menarik di sini."
"Baiklah, saya akan menunjukkan tempat-tempat terbaik di Malioboro," kata Pak Dadang, lalu membantu Dila naik ke dalam becaknya. Dengan cekatan, ia mengayuh pedal becak, membawa Dila menyusuri jalanan yang ramai.
Selama perjalanan, Pak Dadang bercerita tentang sejarah Malioboro dan berbagai tempat menarik yang ada di sekitarnya. Ia menjelaskan tentang Keraton Yogyakarta, Taman Sari, dan pasar tradisional yang menjual berbagai barang unik. Emily terpesona mendengarkan cerita Pak Dadang, merasa seolah-olah ia sedang diajak berkeliling oleh seorang pemandu wisata yang berpengalaman.
"Becak ini sudah menemani saya selama bertahun-tahun," kata Pak Dadang sambil mengayuh. "Saya sudah mengantar banyak orang, dari wisatawan hingga penduduk lokal. Setiap penumpang memiliki cerita dan pengalaman yang berbeda."
Dila tersenyum, "Saya senang bisa naik becak ini. Ini adalah pengalaman yang sangat berbeda dibandingkan dengan menggunakan taksi atau kendaraan modern lainnya."
Setelah berkeliling, Pak Dadang membawa Dila ke sebuah warung kecil yang menjual gudeg, makanan khas Yogyakarta. "Ini adalah makanan yang harus mba coba," katanya. Dila pun mencicipi gudeg dan langsung jatuh cinta dengan rasanya yang manis dan gurih.
Setelah makan, mereka kembali ke becak. Dila merasa sangat beruntung bisa bertemu dengan Pak Dadang. Ia tidak hanya mendapatkan pengalaman berkeliling Malioboro, tetapi juga mendapatkan teman baru
"Terima kasih, Pak Dadang. Ini adalah hari yang tidak akan saya lupakan," kata Dila sambil melambaikan tangan.
"Terima kasih juga, mba. Semoga mba Dila kembali lagi ke Yogyakarta," jawab Pak Dadang dengan tulus.
Setelah Dil pergi, Pak Dadang kembali menunggu penumpang di sudut jalan. Ia merasa bahagia bisa berbagi cerita dan pengalaman dengan orang-orang dari berbagai belahan dunia. Becaknya bukan hanya sekadar alat transportasi, tetapi juga jembatan yang menghubungkan budaya dan manusia.
Tentang Penulis
Perkenalkan Namaku Rara Aura Putri atau biasa dipanggil Rara Penulis seorang mahasiswi dari Universitas PGRI Yogyakarta Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Hobiku adalah menonton film ataupun series aku juga suka bermain badminton. Kujungi soasial mediaku untuk berkenalan IG : @rraurp dan email : raaaurap@gmail.com.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H