Saat Ramadhan, biasanya semangat kita untuk beribadah naik, bahkan sampai 180 derajat. Sebelum azan sudah hadir di masjid untuk melaksanakan salat wajib berjamaah. Duduk dibarisan paling depan, sebelah kanan imam.Â
Benaran, imam salat saja belum datang. Tapi kita sudah duduk bersimpuh. Mushaf Al Qur'an sudah dipangkuan, entah berapa surat dilahap, sampai bosan sendiri, karena Muazin belum juga mengumandangkan azan.Â
Jamaah salat wajib disejumlah masjid, khususnya masjid besar dengan fasilitas bak ballroom hotel sesak. Bahkan salat bisa sampai dua atau tiga sesi.Â
Itulah yang terjadi pada Ramadhan sebelumnya. Kita tentu merindukan moment tersebut. Dimana kita bisa salat bersama teman satu kantor berjamaah. Bertemu teman samasa sekolah diantara kerumunan jamaah.Â
Moment yang indah. Karena pertemuan yang terjadi karena Allah Subhanallah Wata'Allah, akan menjadi saksi diakhirat kelak. Walahu'alam.Â
Tentunya apa yang dulu kita alami tersebut sementara ini tidak bisa. Wabah Covid 19 telah membuat pemerintah mewajibkan kita untuk berada dirumah saja. Melaksanakan ibadah dirumah, bekerja dari rumah dan belajar di rumah. Menjaga jarak sosial dan fisik.Â
Kita mungkin perlu merenung, mencari garis lurus dari aktivitas ibadah yang kita laksanakan dari Ramadhan ke Ramadhan sebelumnya. Apakah kehadiran kita dibarisan depan jamaah salat betul-betul sebagai manifestasi keimanan. Atau hanya terbawa eforia Ramadhan yang Karim.Â
Ups, bukan berprasangka, mengajak koreksi diri saja.Â
Kita mungkin menjadi satu dari sekian banyak umat yang salat karena terbawa arus baik Ramadhan. Salat karena semua teman di kantor melaksanakan salat. Salat karena ingin mendinginkan kerongkongan yang kering, salat karena ingin terlihat saleh. Atau alasan duniawi semata.Â
Kita tidak bisa pungkiri, sebagian dari kita masih malas menjalankan ibadah. Ada yang salat sekali dalam seminggu, ada yang salatnya diakhir waktu, bahkan bolong bolong. Padahal sejatinya kita harus salat lima kali dalam lima waktu sehari semalam.Â
Namun dibulan Ramadhan mendadak jadi rajin, mendadak saleh. Mulai dari tutur kata, tampilan fisik. Memakai peci, berbaju koko. Bersedekah, hampir setiap pengemis disantuni.Â