Kebijakan kriminal (criminal policy) “organisasi rasional untuk menanggapi kejahatan” kebijakan kriminal yaitu orang yang melakukan tindak pidana dan sanksinya atau pemidanaan bagi pelanggarnya yang bertujuan untuk menegakkan norma sentral dalam masyarakat. Ditinjau dari sisi objeknya kebijakan kriminal disebut sebagai kebijakan hukum pidana (criminal policy law). Sedangkan korupsi merupakan suatu gejala penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat instansi pemerintah yang menyangkut mengenai penyuapan, pemalsuan dan lain-lain sesuatu hal yang tidak diinginkan.
Secara harfiah korupsi diartikan sebagai kejahatan, kekejaman, penyuapan, maksiat, korupsi dan ketidakjujuran, seperti penerimaan uang sogok dan penggelapan uang yang menimbulkan situasi yang bersifat buruk. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang diklasifikasikan sebagai kejahatan yang luar biasa (extraordinary crime) perbuatan yang sangat merugikan keuangan negara dan kerugian perekonomian rakyat.
Terkait tindak pidana korupsi terdengar sudah tidak asing lagi bagi kita, korupsi terjadi dari berbagai sektor baik kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif dan bahkan sektor swasta. Dewasa ini korupsi banyak terjadi di Indonesia dikutip dari Metro TV sepanjang tahun 2024 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangani 93 kasus korupsi dengan 100 tersangka dari 93 perkara tersebut 50 diantaranya telah dieksekusi oleh KPK. Dikutip dari detikNews kerugian negara di tahun 2024 mencapai Rp. 5.259.000.000.000 dan juga dalam nilai mata uang asing dolar Amerika senilai USD 2.731.021,27, Sehingga Situasi seperti ini sangat serius dan harus dibasmi yang dimana telah menjalar keseluruh kehidupan masyarakat.
Kebijakan hukum pidana pemerintah Republik Indonesia dalam memberantas dan menanggulangi tindak pidana korupsi dilakukan dengan beberapa peraturan perundang-undangan yakni Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Melalui Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 yang kemudian diubah kembali dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 yang kemudian karena perkembangan tindak pidana korupsi semakin meningkat maka tidak relevannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 kembali diubah dengan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, namun pada perkembangannya unsur penegak hukum tidak menekan perkembangan tindak pidana korupsi sehingga kembali di ubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 yang secara substansial hampir merubah seluruh materi muatan undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, terlepas dari hal tersebut untuk menjamin efektifitas penegak hukum dalam memberantas korupsi maka di dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 menambahkan dewan pengawas demi menunjang penegakan hukum yang efisien dan efektif.
Hukum berperan sebagai pengayom melalui fungsi hukum sebagai pengendalian sosial dan perubahan sosial sehingga hukum sebagai sarana integrative. Upaya penanggulangan tindak pidana korupsi terutama dari segi substansi merupakan langkah yang sangat penting dan strategis, artinya pencegahan tindak pidana korupsi harus dimulai dengan perumusan kebijakan pembenahan hukum pidana. Penanggulangan merupakan salah satu bagian dari salah satu penegakan hukum pidana sehingga dikatakan kebijakan hukum pidana merupakan salah satu kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy). Berbagai upaya telah ditempuh dalam memberantas tindak pidana korupsi, yang merupakan wewenang KPK, PPATK dan LPSK. Sehingga menghindari setiap bentuk korupsi sudah seharusnya dilakukan sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang. Dengan demikian apakah kebijakan kriminal di indonesia sejauh ini sudah melindungi kepentingan-kepentingan hukum, apakah tujuan ditegakkannya hukum telah mencapai kepastian hukum guna mewujudkan keadilan, tentunya hal tersebut harus dijawab dengan tegas. Dengan demikian upaya yang dilakukan dalam menanggulangi tindak pidana korupsi di indonesia dilakukan dengan penal dan non penal. Kebijakan penal dilakukan mulai dari tahap penyidikan,penyelidikan, penuntutan dan pemeriksaan di muka persidangan, kemudian terdapat adanya perubahan terhadap undang-undang yang terjadi beberapa kali, hal tersebut membuktikan adanya pembaharuan hukum sistem peradilan pidana tindak pidana korupsi.
Hal ini dapat dibuktikan dan dapat kita lihat di dalam pasal-pasal undang-undang nomor 30 Tahun 2002 telah bnayak diubah yakni terkait adanya penambahan dalam undang-undang tersebut terciptanya lembaga baru yakni Dewan Pengawas, yang dimana kewenangannya derdapat dalam pasal 37 D Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 yang menyatakan bahwa :
Mengawasi tugas dan wewenang komisi pemberantas korupsi
Memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan
Menyusun dan menetapkan pimpinan dan pegawai tindak pidana korupsi
Menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai komisi pemberantasan korupsi atau pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini
Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan atau pegawai komisi pemberantasan korupsi
Melakyukan evaluasi kerja pimpinan dan pegawai komisi pemberantasan tindak pidana korupsi secara berkala 1 (satu) kali 1 (satu) tahun.
Hal tersebut merupakan salah satu upaya dalam memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan sinergitas KPK sebagai pengawas dan pelaksana undang-undang Nomor 19 Tahun 2019. Sedangkan kebijakan non penal yang dilakukan pemerintah yakni berupa mempengaruhi pandangan masyarakat terkait kejahatan serta pemidanaan agar tidak melakukan kejahatan yang dimana dilakukan tidak harus melalui pengadilan akan tetapi diluar lembaga resmi yang pada dasarnya didasarkan pada kesadaran fenomena kejahatan harus dihadapi tetapi harus sesuai dengan cara tidak melanggar hukum yang telah ditetapkan pemerintah terkhususnya terkait tindak pidana korupsi. Selanjutnya dapat memberikan pendidikan terkait bahayannya tindak pidana korupsi baik bagi Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, Sekolah Menengah Atas dan Perguruan Tinggi yang diselenggarakan oleh Instansi Formal.Melakukan sosialisasi terkait bahaya tindak pidana korupsi bagi masyarakat yang dapat dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan, pengadilan maupun lembaga pemasyarakatan.
Kebijakan kriminal penanggulangan tindak pidana korupsi di Indonesia sudah berjalan sesuai undang-undang namun masih terlihat belum maksimal hal ini berdasarkan kasus yang banyak terjadi tentunya berdampak pada kerugian negara atau karena sanksi yang diberikan terlalu lemah sehingga tidak memberikan efek jera kepada pelaku. Terlebih lagi tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (extraordinary crime), Sehingga kejahatan tindak pidana korupsi harus diberantas dan ditanggulangi terkhususnya di Indonesia, dengan menanggulangi kejahatan dan tidak memihak dalam proses penyelesaian perkara tindak pidana korupsi dalam arti melaksanakan asas persamaan dimata hukum (equality before the law) yang memberikan kesetaraan, kewajaran dan keadilan yakni kepada aparat penegak hukum yang diberikan wewenang oleh itu serta hukuman yang diberikan harus setimpal berdasarkan undang-undang atas perbuatan yang dilakukan untuk memberikan efek jera kepada pelaku, aturan terkait tindak pidana korupsi hendaknya dilaksanakan sebagaimana mestinya agar tercapainya tujuan hukum serta memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H