Oleh:
Raphy Achmad Zacky
Mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam
Universitas Islam Negri Sunan Gunung Djati Bandung
      Berpendapat adalah hak setiap seorang yang telah di jamin oleh lembaga sejak seorang itu dilahirkan. Sebagai negara hukum dan demokratis Indonesia berkuasa untuk mengatur dan melindungi pelaksanaannya. Sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28 E ayat (3) setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Dalam kehidupan bernegara keluasan berpendapat dan menyalurkan kritik adalah hak yang paling umum.
      Seperti yang dilakukan oleh seorang Tiktoker Bima Yudho Saputro yang mengkritik kondisi provinsi Lampung yang berbuntut panjang sehingga harus berhadapan dengan hukum dengan laporan yang di laporkan oleh Advokat Gindha Ansori pada kamis (13/04). Bima lewat akunnya di Tiktok, @awbimaxrebron, membuat konten yang berjudul "Alasan Kenapa Lampung Gak Maju-Maju". Dalam konten tersebut, bima menyindir kondisi sejumlah sektor di provinsi Lampung. Di antaranya mengenai infrastruktur, proyek kota baru, pendidikan, tata kelola birokrasi, dan pertanian.
 Â
     Maka dari  itu sangat berbantahan dengan ideologi negara kita yaitu Pancasila apabila kita tidak mempunyai hak berpendapat atau keluasan kita untuk berekspresi. Karena, dalam ideologi kita atau dasar negara kita yaitu Pancasila sangat mementingkan warganya untuk bebas mengeluarkan pendapatnya. Kebebasan berpendapat merupakan makna tersirat dari sila keempat Pancasila, karena di dalamnya terkandung unsur permusyawaratan. Jelasnya, ketika kita bermusyawarah maka di perlukannya menyampaikan pendapat. Kemudian contoh lainnya dalam sila ketiga, nilai yang terkandung di dalamnya adalah kerukunan. Apabila terjadi perpecahan antara golongan, suku, agama, dan lain sebagainya, dapat di lakukan dengan sarana atau dengan mengungkapkan pendapatnya masing-masing ketika sedang diskusi supaya memperoleh kedamaian.
      Dan hambatan yang sering kita jumpai ketika berpendapat yaitu di antaranya seorang pemerintah atau kelompok individu melakukan pelanggaran. Dengan pelanggaran tersebutlah pendapat atau kritikan seorang menjadi terhambat, karena telah di langgar peraturan haknya yaitu keluasan dalam berpendapat, seperti yang dialami oleh Tiktoker Bima. Maka dari itu di negara ini telah terjadi fenomena tidak bebasnya atau menyalurkan kritik secara leluasa, dan ini bisa menjadi sangat berbahaya bagi di negara kita ini, karena bisa merambat ke mana-mana dan warga Indonesia menjadi takut untuk berpendapat.
      Tetapi harus di perhatikan juga etika dalam berpendapat ketika ingin menyampaikan pendapat baik kepada perorangan, forum, dan khalayak banyak. Di antaranya ketika yang harus kita perhatikan adalah ketika menyampaikan pendapat harus di lakukan dengan sopan agar yang di kritik bisa menerima pendapatnya, kemudian menyadari kapasitas dan pengetahuan diri, memiliki pendapat yang kuat, dan yang terakhir tidak memotong lawan bicara.
      Oleh karena itu, saatnya Indonesia berubah dengan berubahnya warga Indonesia yang anti kritik dan anti pendapat. Sesuai dengan yang dikatakan oleh bapak Mahfud MD "Dengan adanya itu (kritik) sekarang sudah bergerak membuat evaluasi yaitu yang ada di gambar itu bukan tempat saya sudah begitu nanti di perbaiki"(18/04/2023). Dan pastinya dengan memperhatikan etika ketika berpendapat.
Referensi:
Saparina, AS, 2021, Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Melalui Praktik Kebebasan Berpendapat di Indonesia, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 18 (No. 1), hal 53-54
Ningsih, CS, 2021, Hak Kebebasan Berpendapat Yang Semakin Menyempit dan Memburuk, Vol 1 (No. 2), hal 34-35
Iqbal, M S. (2019). Kedudukan Hukum People Power dan Relevansinya dengan Hak Kebebasan Berpendapat di Indonesia. Volksgeist 2(2):225---237.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H