Mohon tunggu...
Rafael Fakhreza Eka
Rafael Fakhreza Eka Mohon Tunggu... Mahasiswa - Medical Student of Muhammadiyah University of Malang

Wehraboo

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Cacar Monyet: Penyakit yang Bisa Menjadi Senjata Biologis

10 Januari 2024   09:09 Diperbarui: 10 Januari 2024   09:24 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Belakangan ini, banyak orang yang membahas tentang penyakit cacar monyet. Penyakit ini adalah infeksi yang disebabkan oleh virus monkeypox, yang termasuk dalam keluarga virus Orthopoxvirus. Penyakit ini pertama kali dikenal pada tahun 1958 di Denmark, ketika ada dua ekor monyet yang sakit dengan gejala mirip cacar. Mereka adalah bagian dari koloni monyet yang digunakan untuk riset. Penyakit ini kemudian diberi nama cacar monyet atau monkeypox. Pada tahun 1970, kasus pertama cacar monyet pada manusia terjadi di Republik Demokratik Kongo, Afrika, saat sedang ada upaya besar-besaran untuk memberantas cacar. Sejak itu, cacar monyet pada manusia menyebar di daerah pedesaan Afrika bagian barat dan tengah, dan juga di beberapa negara lain seperti Amerika Serikat, Singapura, dan Filipina.

Cacar monyet pada manusia dapat menular melalui kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, atau luka dari orang atau hewan yang terinfeksi, atau melalui benda-benda yang terkontaminasi seperti pakaian atau peralatan. Gejala cacar monyet pada manusia biasanya muncul setelah masa inkubasi sekitar 5-21 hari, dan meliputi demam, sakit kepala, nyeri otot, lelah, ruam, dan benjolan. Biasanya orang yang terinfeksi cacar monyet akan sembuh dalam beberapa minggu, tetapi beberapa kasus dapat menyebabkan komplikasi serius seperti infeksi sekunder, radang paru-paru, ensefalitis, atau kebutaan. Tidak ada vaksin atau pengobatan spesifik untuk cacar monyet, tetapi vaksin cacar dapat memberikan perlindungan parsial. Pencegahan cacar monyet melibatkan menghindari kontak dengan hewan yang berpotensi terinfeksi, mempraktikkan kebersihan yang baik, dan menggunakan alat pelindung diri.

Lalu apa kaitannya dengan senjata biologis?

 

Menurut mantan Ilmuwan Soviet, Kanat Alibekov, Rusia pernah memikirkan untuk memakai virus cacar monyet (Monkeypox) sebagai senjata biologis sampai paling tidak tahun 1990-an. Alibekov yang juga dikenal sebagai Kenneth Alibek adalah pakar senjata biologis Uni Soviet sampai negara itu bubar pada 1991. Alibek menyampaikannya pada 1998, saat dia diwawancara oleh tim Proyek Nonproliferasi Senjata Kimia dan Biologi Amerika (CBWNP). "Jadi, kami mengembangkan program khusus untuk menentukan virus 'model' apa yang dapat digunakan sebagai pengganti cacar manusia. Kami menguji virus vaccinia, virus cacar tikus, virus cacar kelinci, dan virus cacar monyet sebagai model untuk cacar," kata Alibekov.

Konsepnya adalah bahwa semua aktivitas penelitian dan pengembangan akan menggunakan virus model cacar sebagai objeknya.

"Setelah kami memperoleh serangkaian hasil positif, hanya perlu waktu dua minggu untuk melakukan manipulasi yang sama dengan virus cacar dan untuk menimbun agen perang. Di gudang senjata kami, kami akan memiliki virus cacar yang diubah secara genetik yang dapat menggantikan senjata sebelumnya," tegas Alibekov.

Sebuah kelompok yang menentang vaksin, Children's Health Defense, juga menduga bahwa cacar monyet adalah buatan di laboratorium dan pemerintah AS mungkin sengaja menyebarluaskannya, tetapi dugaan ini tidak didukung oleh bukti ilmiah.

Seorang peneliti IPB University, Diah Iskandriati, mengatakan bahwa cacar monyet termasuk dalam select agent, yaitu agen biologis yang berpotensi menyebabkan bahaya kesehatan publik atau keamanan nasional. Namun, ia juga mengatakan bahwa cacar monyet dapat dicegah dengan vaksinasi dan deteksi dini. Ia menyarankan agar masyarakat berhati-hati terhadap gejala cacar monyet dan menjauhi kontak dengan hewan yang mungkin terinfeksi.

"Agen ini dikategorikan sebagai agen yang mudah disalahgunakan sebagai senjata biologis," tutupnya.

Walaupun demikian, beberapa dari agen biologis dan toksin dari monkeypox sebenarnya tidak berbahaya dalam bentuk alaminya. Namun jika dimodifikasi dan dilepaskan dalam jumlah besar akan menyebabkan wabah yang memporak-porandakan manusia.

Pemerintah harus bagaimana?

 

Saat ini, Indonesia telah melaporkan lebih dari 44 kasus dan, sebagian besar di Jakarta, meskipun ada juga provinsi lain seperti Banten, Jawa Barat, dan Kepulauan Riau yang telah melaporkan infeksi. Kasus cacar monyet di Indonesia terus meningkat sejak pertama kali dilaporkan pada Agustus 2022 hingga November 2023. Sebagian besar pasien cacar monyet memiliki penyakit penyerta seperti HIV dan sifilis, dan berorientasi seksual lelaki seks lelaki (LSL).

Pemerintah harus belajar dari pengalaman pandemi Covid untuk pencegahan virus monkey pox agar dapat menurunkan angka penyebaran. Pada awal pandemi covid-19 pemerintah terlambat menyadari bahwa ada ratusan atau bahkan ribuan orang yang membawa virus tanpa terdeteksi, namun pemerintah pusat masih tidak melakukan apa pun untuk meningkatkan langkah-langkah pengujian dan akhirnya covid-19 menjadi pandemi.

Peran pemerintah sangatlah penting dan paling berpengaruh terhadap upaya pencegahan virus, karena tanpa adanya hal tersebut akan berakibat fatal dan penularan virus monkey pox ini semakin meningkat seperti halnya virus covid-19 tiga tahun lalu.

Salah satu langkah penting yang harus dilakukan pemerintah dalam mengatasi wabah Monkey pox adalah memberikan edukasi kepada kelompok yang rentan terinfeksi virus ini. Berdasarkan data global, sebagian besar kasus Monkey pox menyerang laki-laki dewasa dengan rentang usia 29-41 tahun. Cara penularan yang paling umum adalah melalui hubungan seksual, yang mencakup 82,5 persen dari total kasus. Selain itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga melaporkan bahwa banyak kasus Monkey pox terjadi di tempat-tempat yang ramai dan melibatkan aktivitas seksual.

Profil penderita Monkey pox di Indonesia ternyata tidak jauh berbeda dengan yang ada di dunia. Di DKI Jakarta, provinsi dengan kasus Monkey pox terbanyak, semua penderita adalah laki-laki dewasa dengan usia antara 25-50 tahun.

Menurut data dari Ikatan Dokter Indonesia, yang dirilis pada Selasa (7/11/2023), sekitar 90 persen penderita Monkey pox tertular melalui hubungan seksual sesama jenis, khususnya antara laki-laki. Selain itu, ada juga penderita yang memiliki penyakit lain, seperti HIV, sifilis, atau keduanya. Namun, ada juga penderita yang belum diketahui penyakit penyertanya.

Bagaimana gejalanya jika tertular?

 

Gejala awal yang muncul 5--21 hari setelah terinfeksi virus monkeypox adalah demam, sakit kepala, nyeri otot, sakit punggung, pembengkakan kelenjar getah bening, menggigil, dan lemas. Gejala selanjutnya yang muncul 1--3 hari setelah demam adalah ruam kulit yang berupa bintil-bintik merah, berisi cairan, atau berisi nanah. Ruam ini biasanya muncul di wajah dan menyebar ke bagian tubuh lain, seperti lengan, tungkai, tangan, kaki, alat kelamin, mata, dan tenggorokan. Ruam kulit akan berkembang selama 14--21 hari, lalu pecah, berkerak, dan menyisakan bekas luka.

Gejala cacar monyet dapat bervariasi tergantung pada cara penularan virus. Jika virus ditularkan melalui gigitan atau cakaran hewan, gejala yang muncul dapat berupa mual, muntah, atau luka di tempat gigitan atau cakaran. Jika virus ditularkan melalui saluran pernapasan, gejala yang muncul dapat berupa batuk, hidung berair, atau radang tenggorokan.

Bagaimana kedepannya?

 

Saat ini, tidak ada obat untuk mengobati cacar monyet. Penyakit ini biasanya hanya menyebabkan gejala ringan dan dapat pulih dengan sendirinya dalam 2--4 minggu. Untuk mencegah penularan cacar monyet, vaksin cacar (smallpox) dapat digunakan. Di beberapa negara, tecovirimat digunakan untuk mengatasi cacar monyet.

Tidak ada bukti ilmiah yang mendukung klaim bahwa cacar monyet adalah senjata biologis buatan manusia, hanya ada laporan dan spekulasi yang menyatakan hal itu. Sebaliknya, bukti menunjukkan bahwa cacar monyet adalah penyakit alami yang berasal dari hewan liar di Afrika, dan penyebarannya ke negara-negara lain dipengaruhi oleh perdagangan hewan eksotis, perjalanan internasional, atau faktor lingkungan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pencegahan, deteksi, dan pengobatan yang sesuai untuk mengendalikan wabah cacar monyet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun