Mohon tunggu...
Raphael Sakti Kharisma Permana
Raphael Sakti Kharisma Permana Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar di SMA Seminari Menengah Santo Petrus Canisius Mertoyudan

suka menari dan berkreasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pengamen dan Seorang Bayi

26 Maret 2024   07:26 Diperbarui: 26 Maret 2024   07:31 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Oo ya Pak, bentar, masih ngantuk banget ini", saut Purna

"Cepet Pur, mandi dulu sana", jawab Pak Wik

Tak terasa, sekarang sudah 8 tahun berlalu. Purna sudah semakin besar dan tinggi, sifatnya yang  baik, periang serta, rendah hati, membuat Pak Wik semakin bersyukur karena memiliki anak seperti dia. Dan Pak Wik, keriput di wajah nya semakin banyak, rambutnya semakin putih, dan tubuh yang semakin mengecil menjadi isyarat bahwa sudah saatnya Pak Wik istirahat. Namun, karena sumber penghasilannya hanya dari mengamen, Pak Wik pun tidak bisa berhenti. Untung saja, Purna sudah bisa membantu Pak Wik dengan mengambil uang yang diberikan pengendara-pengendara kendaraan yang berhenti saat lampu merah menyala. Dan Pak Wik, dia hanya perlu bernyanyi dan memetik gitarnya di samping jalan. Dengan bantuan mic dan speaker bekas yang ia beli di pasar loak, membuat suaranya bisa mencapai di telinga pengendara yang menutup telinganya.

"Pur, hari ini dapet berapa?" Tanya Pak Wik

"Wihh, dapet lima puluh Pak" Jawab Purna

"Besok kalau punya uang banyak, bapak beliin sepeda yang bagus ya Pur" kata Pak Wik

"Beneran Pak? Makasih banyak ya pak, aku sayang banget sama bapak", ujar Purna.

Senyuman Purna adalah senyumannya yang paling menenangkan hati Pak Wik. Pak Wik bersyukur karena Purna tak pernah mengeluh dengan keterbatasan ekonomi mereka. Bahkan, Purna selalu semangat untuk membantu Pak Wik mengamen. Purna selalu bersyukur  atas apa yang ia punya merawatnya dengan sepenuh hati. Namun, Purna tetaplah seperti anak kecil pada umumnya yang ingin tahu segalanya, dan ingin mempunyai teman. Itulah alasan yang membuat Pak Wik semakin menyadari kalau dia sendiri memang tidak bisa menjadi orang tua yang baik bagi Purna. 

 Semakin lama, Pak Wik semakin yakin bahwa dia harus mengaku kepada Purna. Pak Wik berusaha untuk siap bila nanti Purna akan menganggapnya sebagai penculik. Pak Wik siap, kalau nanti Purna akan pergi dari kehidupannya seperti anak nya dulu. Pak Wik terus memantapkan hati dan pikirannya sambil menunggu waktu yang tepat. Waktu dimana Purna siap untuk mendengarkan, dan Pak Wik siap untuk ditinggalkan. Hanya Tuhan yang tau waktu itu tiba.

___

"Pur, udah kenyang belum?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun