Mohon tunggu...
Ignatius Arden
Ignatius Arden Mohon Tunggu... Mahasiswa - allo

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemanasan Global dan Budaya Risiko di Indonesia

15 September 2021   21:50 Diperbarui: 15 September 2021   21:55 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ini melambangkan suhu rata-rata permukaan bumi relatif terhadap suhu rata-rata tahun 1951-1980 (source: NASA)

Di dunia yang modern ini, sudah tidak asing lagi kita mendengar istilah Pemanasan Global atau Global Warming. Namun seberapa pentingkah pengetahuan dan wawasan mengenai pemanasan global ini? Salah satu faktor yang akan mempengaruhi sikap masyarakat terhadap pemanasan global ini, ialah Budaya Risiko. 

Budaya risiko akan menentukan apakah seseorang mengetahui seberapa serius pemanasan global itu. Tidak hanya bagi orang individual, tetapi juga termasuk dalam sebuah perusahaan juga harus ikut berperan untuk mengatasi masalah pemanasan global contohnya dengan melakukan Corporate Social Responsibility (CSR).

Pemanasan Global saat ini sangat mendesak masyarakat global untuk bertindak secepat mungkin supaya tidak menjadi lebih parah. Oleh karena itu, budaya risiko harus cepat disosialisasikan dan diimplementasikan kepada masyarakat global.

Tanpa adanya budaya risiko, maka habislah sudah dunia ini dalam beberapa tahun ke depan. Bumi akan mengalami banyak bencana alam, perubahan suhu, cuaca, iklim yang ekstrim dan masih banyak lagi.

Pemanasan Global (Global Warming)

Jadi apa itu Pemanasan Global?  Pemanasan global adalah pemanasan jangka panjang sistem iklim bumi yang diamati sejak periode pra-industri (antara 1850 dan 1900) karena aktivitas manusia, terutama pembakaran bahan bakar fosil, yang meningkatkan tingkat gas rumah kaca yang memerangkap panas di atmosfer bumi.

Dapat dilihat dari gambar diatas, suhu rata-rata permukaan bumi naik hingga 1 derajat Celcius. Angka ini terlihat kecil, namun memiliki dampak yang sangat besar dan sangat destruktif bagi bumi terutama di bagian Kutub Utara.

Baru-baru ini ilmuwan yang tergabung dalam Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim atau IPCC memberikan peringatan berupa "kode merah bagi umat manusia". 

Hal ini disampaikan oleh Sekjen PBB Antonio Guterres setelah diterbitkannya hasil laporan kelompok kerja ilmuwan IPCC pada tanggal 9 Agustus 2021. Peringatan ini bukan hanya ditujukan untuk beberapa negara saja, melainkan untuk seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Di Indonesia sendiri, keadaan negeri kita juga tidak terlalu bagus. Hutan-hutan di Kalimantan dan Papua lama-kelamaan terus berkurang akibat penebangan oleh manusia. 

Hutan memiliki peran menyerap karbon dioksida, dengan berkurangnya hutan berarti efek gas rumah kaca juga meningkat. Meningkatnya ketinggian permukaan air laut akibat melelehnya es di Kutub Utara juga meningkatkan risiko banjir di wilayah-wilayah dataran rendah,seperti Jakarta.

Selain berkurangnya hutan di Indonesia dan meningginya permukaan air laut, masyarakat Indonesia juga kurang kesadaran mengenai polusi. Terutama polusi udara yang memiliki dampak signifikan pada pemanasan global, masyarakat Indonesia sangat enggan untuk menggunakan alat transportasi ramah lingkungan (contohnya sepeda atau jalan kaki) atau transportasi publik, kebanyakan akan menggunakan kendaraan pribadi walaupun jarak tempuh tujuan mereka sangat dekat. Salah satu sifat seperti inilah yang  akan memperparah pemanasan global.

Efek Gas Rumah Kaca (The Greenhouse Effect)

Pemanasan global terjadi ketika karbon dioksida (CO2) dan polutan udara lainnya terkumpul di atmosfer dan menyerap sinar matahari dan radiasi matahari yang terpantul dari permukaan bumi. 

Biasanya radiasi ini akan lolos ke luar angkasa, tetapi polutan ini, yang dapat bertahan selama bertahun-tahun hingga berabad-abad di atmosfer, menjebak panas dan menyebabkan planet ini menjadi lebih panas. Polutan yang memerangkap panas ini---khususnya karbon dioksida, metana, dinitrogen oksida, uap air, dan gas fluorinasi sintetis. Inilah yang disebut Efek Gas Rumah Kaca.

Budaya Risiko

Kemudian, apa itu budaya risiko? Berdasarkan buku Manajemen Risiko Pasar Modal (ISO 31000:2018) karangan Dr. Embun Prowanta, MM, CSA , CRP , CFP

Budaya risiko adalah istilah yang menggambarkan nilai-nilai, keyakinan, pengetahuan dan pemahaman tentang risiko secara bersama oleh sekelompok orang dengan memiliki tujuan yang sama.

Bagi seorang individu, budaya risiko yang baik akan membuat seseorang sadar akan betapa pentingnya menjaga lingkungan hidup untuk meminimalkan dampak efek rumah kaca. Dalam sebuah perusahaan atau organisasi, budaya risiko ini akan mempengaruhi pengambilan keputusan manajemen dengan mempertimbangkan risiko yang akan ditanggung dan manfaat yang akan diperoleh.

Lalu bagaimana dengan budaya risiko di Indonesia? Terlihat dengan jelas bahwa budaya risiko masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Terbukti dari paragraf diatas mengenai berkurangnya hutan di Indonesia dan polusi udara di Indonesia. 

Oleh karena itu, diperlukan edukasi mengenai budaya risiko terhadap masyarakat Indonesia. Budaya risiko harus dikembangkan dari diri sendiri, mulai dengan meningkatkan kesadaran dan  mencari pengetahuan,serta  informasi mengenai suatu masalah, kenali dan pahami risiko-risiko yang akan terjadi apabila masalah ini terus terjadi dan tidak diatasi. Kemudian, lakukan segala hal untuk mencegah risiko ini.

Barulah dari diri sendiri, budaya risiko dikembangkan sampai tahap perusahaan. Berdasarkan buku Manajemen Risiko Pasar Modal (ISO 31000:2018) karangan Dr. Embun Prowanta, MM, CSA , CRP , CFP,  ada lima langkah dalam menerapkan kerangka kerja budaya risiko di perusahaan yakni:

  1. Memberi pemahaman mengenai risiko dan manfaatnya untuk perusahaan
  2. Membentuk citra karyawan terhadap budaya perusahaan
  3. Membentuk lingkungan kerja yang mendukung terbentuknya budaya risiko
  4. Meningkatkan penerapan budaya perusahaan
  5. Membentuk dan menerapkan budaya risiko yang merupakan bagian penting dari budaya perusahaan

Budaya risiko penting untuk dikembangkan dalam sebuah perusahaan untuk mendukung program Corporate Social Responbility (CSR). CSR adalah tanggung jawab sosial perusahaan bagi masyarakat dan lingkungan hidup sekitar. Dalam rangka pemanasan global, CSR ini juga berperan untuk mengurangi dampak pemanasan global.

Untuk mendukung penerapan budaya risiko, sebuah perusahaan dapat menggunakan sistem hadiah dan hukuman. Hadiah bagi orang-orang yang memiliki budaya risiko yang baik dan hukuman bagi yang tidak memiliki budaya risiko yang baik. Memang kita harus bersikap tegas untuk hal-hal seperti ini, jika tidak maka tidak akan ada yang akan mengikuti.

Budaya risiko di Indonesia sangatlah penting bagi pemanasan global, Indonesia disebut sebagai salah satu paru-paru dunia. Bayangkan apabila Indonesia tidak memiliki budaya risiko yang baik, beberapa tahun ke depan dunia akan kehilangan salah satu paru-parunya. Hal ini akan sangat memukul kondisi dunia saat ini yang jauh dari kata baik.

Oleh karena itu, marilah kita bekerja sama sebagai masyarakat yang hidup bersama dalam bumi ini mengembangkan budaya risiko terutama untuk pemanasan global serta pandemi COVID-19 yang juga sedang marak ini. 

Jadikan ini pembelajaran bagi kita semua bahwa budaya risiko memang diperlukan dalam kehidupan kita, tidak hanya bagi individual tetapi juga dalam perusahaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun