Mohon tunggu...
BANYU BIRU
BANYU BIRU Mohon Tunggu... Guru - Guru | Pecandu Fiksi

Orang yang benar-benar bisa merendahkanmu adalah dirimu sendiri. Fokus pada apa yang kamu mulai. Jangan berhenti, selesaikan pertandinganmu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surat-Surat Sabda | Cerpen Banyu Biru

17 Juni 2024   16:27 Diperbarui: 17 Juni 2024   16:37 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
diedit dengan Canva

Tapi, aku bahagia, Kirana. Belum pernah sebahagia ini. Kau hidup dan aku serasa hidup kembali. Aku jadi ingin menulis surat yang panjang untukmu supaya kau bisa membalas dengan panjang pula. Ibarat kata sedang bercakap-cakap, aku sangat ingin menghabiskan waktu dengan dengan wanita yang kucintai.

 

Untuk Sabda Gila.

Otakmu sepertinya sudah mulai bergeser ya, Sabda. Bagaimana bisa kau menggantungku seperti ini. Aku menunggu menunggu kabar darimu selama setahun dan kau hanya menuliskan seperempat halaman saja? Katamu kau ingin membicarakan banyak hal, tetapi... ah... aku geram, Sabda. Tidak habis pikir.

Aku hampir ikutan gila gara-gara kamu, Sabda. Sepertinya saat kau menciptakanku kau membuat sebuah kesalahan. Kulitku memang terang. Entah benar karena kau terinsipirasi dari lampu 10 watt-mu itu. Masalahnya, kalau kau melihat cahaya lampu yang terang itu, matamu akan menyipit. Mungkinkah gara-gara itu mataku kau buat sipit? Kalau iya, berarti aku harus mengutukmu, Sabda. Terlebih lagi karena kau menempatkan aku pada lini waktu ini.

Kalau kau menganggap dirimu sebagai tuhan sekarang, seharusnya kau bisa mencegah peristiwa itu. Menghukum pria-pria keparat itu sampai mereka menyerah untuk hidup. Kalau tidak, kau ambil saja nyawaku, Sabda. Aku sudah berulangkali mengakhiri hidupku sendiri. Tapi sepertinya kau lebih betah melihatku menderita.

 

Kirana tenanglah!

Aku tidak memahami maksudmu. Aku membalas suratmu tak lama setelah kau berhasil mengejutkanku. Bahkan itu kali pertama aku sibuk di meja kerjaku pada pagi hari. Aku biasanya lebih suka menyendiri di malam hari dan fokus melakukan pekerjaanku.

Lalu apa yang kau permasalahkan dari proses penciptaanmu? Kalau masalah pria-pria yang tergoda karena mata sipitmu, bagiku itu hal yang wajar. Siapa yang tidak akan jatuh hati kepada wanita secantik dirimu, Kirana.

Lalu apa yang kamu maksud dengan mencoba mengakhiri hidupmu? Apa yang terjadi padamu, Kirana? Aku memang menciptakanmu, tetapi tak sedikitpun terbersit sebuah skenario untuk membuatmu menderita. Kau adalah Kiranaku. Tak mungkin aku sengaja menyakitimu. Tolong perjelas semua ini. Aku sangat bingung.

Untuk Sabda sialan yang bingung dan tidak peka  sama sekali!

Sabda, kalau kau ada di sini, aku akan mencekikmu sampai mati. Bisa-bisanya kau tak punya kepekaan sama sekali? Kau tak ingat aku menyebutkan laki-laki keparat itu? Apakah itu tak cukup untuk memberikan petunjuk atas penderitaan yang kumaksud?

Sabda, aku... diperkosa.... Ah, seharusnya kau cukup peka. Kau adalah tuhan. Penciptaku. Kau harusnya mengerti apa yang kurasakan. Aku, Kiranamu. Tidak sesempurna yang kau bayangkan lagi. Aku sudah kotor, aku tak berguna, dan mereka membuangku begitu saja.

Kirana yang malang,

Maaf, aku memaksamu untuk menyebutkan penderitaanmu. Sesuatu yang membuatmu jijik atas keberadaanmu. Sungguh! Aku tidak pernah mereka-reka skenario membuatmu mengalaminya. Aku geram. Aku menyesal. Aku juga benci pada diriku sendiri. Seperti katamu, harusnya aku bisa menciptakan garis hidup yang bahagia untukmu. Maafkan aku Kirana. Tolong, maafkan. Kau tetap Kiranaku. Tidak ada yang menjijikkan darimu. Kau tetap berharga bagiku. Tolong jangan pernah mencoba mengakhiri hidupmu. Kau ingat, kau masih punya aku.

Terkait perjalanan waktu, aku rasa ini bukan waktu yang tepat untuk membahasnya, tetapi situasi ini malah membuatku berpikir bahwa sebenarnya peluang itu ada. Katamu kau menunggu suratku selama setahun, kau serius akan hal itu? Jika demikian, seperempat hariku di sini sama dengan setahunmu di masamu. Per hari di mana kau menerima suratku ini berarti sudah tahun 2000. Alamat surat kita sama, jadi harusnya kau tak akan kesulitan. Oleh karena itu, mari kita terus berbalas surat setiap enam jam sekali. Sehari di masaku berarti empat tahun berlalu di masamu. Kau butuh 23 tahun lagi untuk bisa bertemu denganku. Kuharap kau bisa bertahan selama itu.

 

Sabda kekasihku,

Kali ini aku menyebutmu 'kekasihku'. Terima kasih sudah khawatir karenaku. Kau mencintaiku dan aku juga merasakan hal yang sama terhadapmu. Namun, aku merasa cinta tak bisa menyembuhkan lukaku. Aku tak yakin bisa bertahan lagi.

Saat kau tak lagi menerima balasanku, itu artinya aku tak lagi hidup. Kau adalah tuhanku, Sabda. Kalau kau masih bisa membuatku hidup kembali, jangan lagi kau tempatkan aku pada masa-masa suram ini. Izinkan aku hidup di masamu yang sudah maju itu. Aku juga ingin bisa mengobrol denganmu dengan aplikasi yang kau sebutkan beberapa tahun yang lalu.

Selamat tinggal Sabda kekasihku. Semoga kita bertemu di kehidupan yang baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun