Mohon tunggu...
BANYU BIRU
BANYU BIRU Mohon Tunggu... Guru - Guru | Pecandu Fiksi

Orang yang benar-benar bisa merendahkanmu adalah dirimu sendiri. Fokus pada apa yang kamu mulai. Jangan berhenti, selesaikan pertandinganmu.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perhatikan 3 Hal Ini Sebelum Melaksanakan Study Tour

18 Mei 2024   20:34 Diperbarui: 18 Mei 2024   23:59 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peristiwa kecelakaan yang menimpa bus SMK Lingga Kencana Depok menjadi perhatian banyak pihak. Ada yang menyalahkan pihak guru, sekolah, penyedia jasa transportasi, bahkan memicu pro kontra pelaksanaannya. Namun, tulisan ini tidak bertujuan untuk mencari siapa yang salah siapa yang benar. Saya hanya berbagi 3 hal yang menurut saya menjadi perhatian bersama.

Urgensi

Saya sepakat bahwa study tour merupakan salah satu metode edukatif yang bisa digunakan untuk memperoleh pemahaman mendalam dan memperluas wawasan para murid. Murid belajar dari sumber primer yang ditemui dari lingkungan melalui pengalaman langsung.

Namun, sebelum mengimplementasikan metode ini, perlu persiapan yang matang. Akan sangat keliru jika study tour hanya berfokus pada tempat yang dituju tanpa memikirkan esensi dari kegiatan tersebut. Guru harus memetakan tingkat kemampuan kognitif muridnya, pemahaman sepanjang hayat apa yang diharapkan tertanam dalam diri murid. Jangan sampai study tour ini adalah rekreasi semata berkedok edukasi. Harus dibedakan walaupun bisa dikolaborasi.

Nah, berkaitan dengan tingkat kognitif siswa, kita perlu kaitkan dengan capaian pembelajaran kita apakah memang materi ajar yang ingin disampaikan 'menuntut' murid untuk belajar di luar lingkungan kelasnya atau tidak. Study tour seharusnya bermain di tataran High Order Thinking Skill (HOTS). Kalau guru sudah yakin murid-muridnya sudah bisa diajak dalam kerangka berpikir tingkat tinggi ini, ya silakan, tetapi kalau belum, kita perlu mencari metode lain yang perlahan-lahan bisa mematangkan mereka.

Lah, justru study tour ini yang mengasah HOTS muridnya?

Yakin? Kalau yakin, silakan. Kalau belum yakin berarti ditunda dulu. Carai metode yang lain. Guru-guru kita tidak kalah kreatif. Guru-guru kitab isa kok memodifikasi cara belajar sesuai kebutuhan murid. Kita tidak ingin ambil risiko dengan hal-hal yang luput dari pandangan kita. Kita tidak ingin kalau study tour lebih menguras emosi kita karena murid susah dikondisikan.

Study Tour Bukan Kewajiban

Study tour jadi agenda tahunan?

Jika ada sekolah yang menjadikan ini sebagai agenda tahunan, saya cenderung tidak sepaham. Kadang ada juga sekolah yang menjadikan hal ini bagian dari promosi sekolah karena menjadi agenda yang diunggulkan. Tentu tidak masalah, karena orang tua murid pasti sudah mempertimbangkan pendidikan anaknya dengan matang.

Persoalannya, kalau study tour seolah-olah jadi kewajiban karena citra sekolah yang bagus itu adalah sekolah yang ada study tour-nya, maka kita sudah salah kaprah. Saya tidak ingin menggeneralisasi, tetapi hal ini patut kita kaji ulang. Apalagi tidak sedikit yang mengagendakan study tour menjelang kelulusan. 

Mari kita lihat kembali, apakah asesmen yang sudah dipersiapkan benar-benar efektif dan selaras dengan tujuan pembelajaran? Lalu bagaimana jika asesmen yang diberikan ternyata tidak memenuhi ekpektasi, study tour sudah berlalu, bagaimana guru mengatasi hal ini? Tidak mungkin asal ganti asesmen dengan kompleksitas yang tidak selevel, kan?

Sebagai guru, saya percaya bahwa murid bisa belajar dari banyak hal. Sebagai guru saya juga yakin bahwa pembelajaran bermakna adalah pelajaran yang relevan dengan kehidupan nyata yang bisa mempersiapkan anak-anak untuk terjun dalam lingkungan masyarakat. Kurang tepat apabila study tour dimanfaatkan sebagai sarana hiburan saja dengan destinasi wisata alam, kebun binatang atau museum. 

Bukan berarti yang melakukannya buruk tetapi perlu diingat lagi tingkat urgensinya, bermakna atau tidaknya. Ingat, jangan sampai study tour kita hanya melihat pemandangan, melihat berbagai macam hewan, melihat benda-benda atau mengenang peristiwa sejarah, tetapi relevansi dengan kehidupan nyata tidak ada, jauh panggang dari api.

Jika memang sekolah mengagendakan setiap tahun, mari kita pastikan evaluasi kegiatan dilakukan dengan cermat. Pastikan sesuai dengan konteks murid dan kebutuhannya. Kita melakukukan dan mengusahakan metode mengajar yang terbaik pasti semuanya untuk murid, bukan?

Hati-hati kalau sekolah pengen hentikan study tour, tetapi anak merengek minta study tour dan terpaksa dituruti. Pasti ada yang salah.

Libatkan Seluruh Stakeholder terkait dalam proses perencanan, pelaksanaan bahkan evaluasinya

Sepengatahuan saya yang paling dekat dengan institusi pendidikan dasar dan menengah itu ada komite sekolah, sekolah dan orang tua. Sudah seharusnya ketiganya punya kesepakatan yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan. Sedih rasanya jika dunia pendidikan kita terus berpolemik. 

Polemik demi polemik terus bermunculan, bukannya mencari solusi yang matang dengan melihat dari berbagai perspektif, semua pihak malah saling mencari pembenaran dengan menyalahkan pihak lain. Belum dikaji secara matang, langsung keluar pelarangan ini dan itu, peraturan ini dan itu.

Alangkah lebih baik jika sekolah dan orang tua duduk bersama untuk membicarakan kebijakan-kebijakan yang melibatkan keduanya. Sadar atau tidak, hal ini sering luput dari perhatian. Sekolah itu tidak bisa berdiri sendiri tanpa ada kerja sama yang baik dengan stakeholder seperti keluarga, lingkungan dan pemerintahan setempat, dan yang lainnya. 

Sekolah tidak bisa memaksakan programnya kepada orang tua murid karena harus memperhatikan latar belakang murid-muridnya. Orang tua tidak boleh acuh tak acuh dengan kebijakan sekolah dan sepenuhnya 'mempercayakan' murid kepada guru alias lepas tangan. Komite sekolah harus menjalankan perannya sebagai mediator apabila terdapat hal-hal yang bersebarangan antara sekolah dan orang tua untuk mencari solusi.

Jadi, mari kita optimalkan apa yang ada di lingkungan sekolah sebagai media pembelajaran. Masalah apa yang bisa dijadikan kajian, dan solusi apa yang bisa diberikan. Saya rasa ini lebih penting dari pada harus keluar kota dengan biaya besar, lebih aman, lebih bermanfaat dan lebih bermakna karena murid dilibatkan dan berkontribusi nyata dalam pemecahan masalah.

Sekian, mari bertukar pandangan karena setiap hal passtinya lebih baik dilihat dari berbagai sisi.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun