Mohon tunggu...
BANYU BIRU
BANYU BIRU Mohon Tunggu... Guru - Guru | Pecandu Fiksi

Orang yang benar-benar bisa merendahkanmu adalah dirimu sendiri. Fokus pada apa yang kamu mulai. Jangan berhenti, selesaikan pertandinganmu.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Review Novel Savvy: Dalam Petualangan Air Mata

8 Oktober 2023   21:30 Diperbarui: 8 Oktober 2023   21:51 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Blurb

"Kerja yang benar!" Arjan membentak. "Salah-salah potongan tangan kamu yang masuk penggorengan!"

Wuihhh, seram enggak dengarnya?! Tapi, buat Savvy, anak kelas enam SD ini, teriakan seperti itu sudah jadi makanan sehari-hari. Dan, itu belum seberapa. Teriakan tantenya... wah, lebih bikin pusing kepala lagi. Sampai-sampai dalam benak Savvy, masa sih anak seusianya hanya boleh kerja dan kerja?! Masa sih dia tidak boleh bermain sama sekali?! Setiap dia mampir di rental Play Station Helly, padahal baru sebentar, Tante Dali --tantenya yang super-duper galak dan bawel itu-- selalu menghampiri dan menyuruhnya pulang. Untuk apalagi kalau bukan membantunya di rumah makannya yang terkenal dengan sup ikan dengan kuahnya itu.

Anehnya berbagai cara untuk menyembunyikan jejaknya --seperti mengacak-acak sendal yang ada di rental PS Helly-- enggak pernah mempan buat tantenya itu! Memang sih Savvy yang anak piatu itu, anak 'titipan' alias anak yang dititipkan ayahnya yang enggak pernah dilihatnya lagi --semenjak menitipkan dirinya pada tantenya. Tapi, masa sih hidupnya harus jadi menderita banget!

Tidak aneh kalau akhirnya Savvy nekat ngabur. Meski ternyata perjalanan minggatnya itu tidak seindah yang dia bayangkan. Pfuih... berlinangan air mata dan keringat.

---

Savvy, anak perempuan kelas 6 yang tangguh karena keadaan. Ibunya meninggal sedangkan ayahnya diduga kerja di Malaysia--walau di cerita dikasih tahu sebenarnya enggak jelas keberadaannya. Savvy tinggal dengan om dan tantenya yang semena-mena. Ia dipaksa bekerja di rumah makan om dan tantenya itu, mendapat tekanan sedemikian rupa bahkan dicap sebagai pembawa sial. Perlakuan semena-mena itulah yang membuat Savvy mulai punya tekat untuk pergi dari rumah itu hendak ke Lampung mencari tempat tinggal adik bapaknya yang lain. Pokoknya sepanjang cerita kita akan melihat betapa kejamnya perlakuan keluarga yang menampungnya untuk anak seumuran dia.

Nah, walaupun judulnya Savvy dalam Petualangan Air Mata, ternyata penggambaran Savvy  bukanlah anak perempuan yang cengeng, gampang nangis atau malah penurut. Betul ia tertindas, tetapi ia juga kuat dan cukup mau berontak. Ia hanya mau diam kalau memang kalah argumen. Dia ini pintar juga pemberani. Ia nggak ada takut-takutnya untuk baku hantam dengan anak laki-laki sampe babak belur.

Saya senang sekali dengan tokoh-tokoh yang ada, selain Savvy tentunya. Bill yang nyebelin yang suka merisak Savvy, Helly penjaga warnet yang cukup suportif, semua keluarga Om Dali yang kayaknya emang untuk dibenci sama pembaca, Mbak Rena yang lembut, keluarga Luna yang cukup related dengan beberapa keluarga khususnya keluarga pecinta burung yang sadar enggak sadar emang lebih merhatiin burung dari pada anggota keluarga sendiri.

Sepanjang cerita, penggambaran karakter Savvy dan yang lainnya emang kuat. Sayangnya karakter itu nggak ditopang dengan cerita yang kuat. Kenapa? karena ada beberapa hal yang sepertinya dilewatkan oleh penulis.

1. Dari judul novel ini, term 'petualangan' sudah membawa imajinasi pembaca pada sebuah perjalanan yang akan bergerak bersama tokoh utama. Savvy akan melalui beberapa fase hidup yang penuh tantangan dan bagaimana ia akan berjuang. Bukan ingin mengecilkan pengalaman Savvy yang sebenarnya sudah berat untuk anak seusianya, cuma   rasanya tetap ada yang kurang aja gitu. Kalau saya simpulkan, situasi dan kondisi yang memberikan perbedaan signifikan sebenarnya hanya dua: ketika tinggal bersama om dan tantenya dan ketika ia angkat kaki dari rumah itu.

Nah, dari 19 chapter yang ada, yang menceritakan fase hidup Savvy setelah berpisah dari om dan tantenya hanya 3 chapter terakhir. Jadi, kira-kira udah dapat gambaran ketimpangannya, bukan? Hal ini berpengaruh ke ending-nya. Entah kenapa, endingnya terkesan dipaksakan. Seperti diakhiri dengan buru-buru. Padahal, justru fase kedua dalam perjalanan hidup Savvy ini masih sangat bisa untuk dikembangkan lagi. Savvy dalam tahap memasuki dunia yang baru, perjalanan baru bersama orang yang baru. Tetapi malah ditutup seakan-akan Savvy sudah menemukan hal yang ia cari dalam hidupnya.


2. Dalam cerita ini, Savvy punya teman bernama Luna. Luna ini digambarkan sebagai anak yang nggak mau ketinggalan tren. Kalau teman-temannya punya model sepatu ata tas yang baru, ia nggak mau ketinggalan. Takut diejekin sama teman-temannya. Sayangnya, kondisi keluarganya nggak terlalu mendukung untuk menuruti kemauannya. Ayahnya suka mengoleksi burung dan lebih memperhatikan burung peliharaannya. Karenanya, hampir setiap hari terjadi adu pendapat antara ayah dan ibunya karena masalah burung tersebut.

Kisah keluarga Luna ini menarik. Cuma setelah dipikir-pikir, kok kayak enggak ada hubungannya dengan Savvy ya. Bersinggungan sedikit pun enggak. Hanya ada secuil adegan yang mana Luna menjelek-jelekkan Savvy ke teman-temannya yang lain karena sering bolos.

3. Mbak Rene yang suka membantu Savvy juga perannya masih kurang menonjol. Menurutku keinginannya untuk membuka restoran yang akan bersinggungan dengan rumah makan tante Dali, tantenya Savvy itu bisa memicu konflik yang seru. Apa lagi saat Rene mengungkap kebenaran bahwa resep sup ikan Bang Arja ternyata bukan resep original karyanya melainkan modifikasi dari makanan Italia. Kalau akhirnya Rene berhasil membuka restoran yang menyaingi rumah makan tante Dali, itu bisa jadi lebih panjang lagi. Mungkin juga akan memulai babak baru lagi dalam petualangan air mata Savvy. Sayangnya lagi, ternyata ceritanya Mbak Rena hanya berhenti di situ saja.

Terlepas dari cerita yang menurutku masih bisa dikembangkan, aku tetap suka dengan gaya penceritaan yang sepertinya disesuaikan dengan target pembacanya yaitu anak-anak atau remaja. Bahasanya ringan dan lebih banyak telling-nya. Pas baca, jadinya kita seperti seumuran dengan Savvy dan kawan-kawan.
Novel ini enggak bikin aku mewek karena Savvy sekuat itu dan sepintar itu menurutku. Justru emosi yang lebih banyak malah ke antagonisnya yang bikin kesel, geram, gemes, pengen tak jewer satu-satu hahaha.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun