Judul : Sabai
Penulis : Akmal Nasery Basral
Penerbit : MCL Publisher
Tahun terrbit : 2022
Jumlah halaman : 316 hlm.
ISBN: 978-623-5915-01-2
Saya suka dengan warna sampul Sabai karena warna oranye bagi saya eye-catching banget. Siluet tubuh Sabai sang tokoh utama menunjukkan dirinya yang merupakan mantan model.
Sabai adalah wanita cantik keturunan Minang-Korea Selatan. Ada banyak hal yang dikupas dalam novel ini seperti masa lalu ibunya, Dayang, yang harus berjuang menghadapi tekanan dari mertuanya yang tidak bisa menerimanya sebagai menantu, kehidupan pernikahan yang tidak mulus sampai menikah tiga kali dan kisah hidup Sabai dengan pergolakan batinnya akan cinta pertamanya.
Di buku ini kemunculan Dayon bisa dibilang cukup sedikit, karena memang berfokus pada Sabai. Namun, setiap adegan kemunculan Dayon selalu bisa membuat kita ikut senyam-senyum. Perdebatan dengan sang istri bisa dibuatnya menjadi sesuatu yang manis.
Untuk alur, sama seperti novel Dayon yang menggunakan alur maju mundur. Dan untuk sendiri, itu masih meninggalkan misteri yang membuat bertanya-tanya, sama seperti kekesalan yang ditinggalkan oleh Sabai kepada pembaca yang belum bisa saya terima hingga saya menulis ulasan ini.
Apa yang saya suka?
1. Saya suka dengan hal-hal yang berbau lokal. Kita akan ketemu kuliner atau jajanan yang menurut saya bikin kita seperti nostalgia. Kita sudah terlalu banyak disuguhi dengan kemewahan kota-kota metropolitan dan menutupi kesederhanaan yang sebenarnya selalu berdampingan. Kita dicekoki dengan gaya hidup orang kota yang tinggi padahal di sisi lain, ada masyarakat biasa yang tak kalah menariknya untuk diceritakan.
2. Setelah Dayang bercerai dengan Sunwoo, Sabai ikut pindah ke Jakarta bersama ibunya. Kenangan masa kecil Sabai cukup bikin gemas. Terkait tokek di rumah, jajan ketoprak, ketemu waria dan lain-lainnya itu menggemaskan. Apa lagi Sabai bisa  belajar dengan cepat segala sesuatu tentang lingkungan barunya.
3. Manisnya hubungan Sabai dan Dayang itu pasti jadi dambaan banyak orang. Walaupun setelah menjadi model, Sabai dan ibunya sempat mengalami kerenggangan, tetapi Sabai punya titik dimana ia belajar mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada ibunya.
4. Kalau kalian penyuka hal berbau mistis seperti saya, sama seperti novel Dayon, di novel ini juga ada. Tentang makhluk rubah berekor sembilan yang disebut Gumiho.
5. Novel ini bertabur fakta tentang tempat, makanan, musik, peristiwa atau kebiasaan-kebiasaan khas untuk memperkuat setting.
Yang menurut saya kurang.
1. Saya pikir, dengan identitas Sabai yang berdarah campuran Minang-Korsel, itu akan menjadi fokus dari cerita. Namun, hal itu sedikit melenceng dari blurb-nya. Benturan budaya itu hanya terlihat dari kisah orang tuanya, bukan dari Sabai sendiri. Meskipun kisah Sabai tetap menarik untuk diikuti, tetapi saya tetap mengharapkan pergumulan batin maupun kehidupan sosial Sabai dikupas lebih mendalam.
Novel ini banyak mengambil latar di Korea. Kalau kalian suka hal-hal yang berbau Korea, novel ini boleh jadi teman halu kalian. Romantis seperti drama-drama Korea? Cari tahu sendiri ya. Saya merekomendasikan buku ini kalian penyuka cerita berkaitan dengan silang budaya, dijamin suka. Beragam rasa akan kalian temukan, ada makanan yang bikin lapar, horor tipis yang tetap bikin merinding, humor ringan tapi tetap lucu, drama kehidupan yang bikin haru. Belum lagi ada pengetahuan terselip di sana-sini.
Terkait ending? Kalian simpulkan saja sendiri ya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H