Kepada Bu Ema, putri 15 Maret yang memesona.
Â
Di dalam sebuah ruang makan, berbagai peralatan makan mengadakan rapat yang dipimpin oleh sebuah kursi. Sang Kursi berdehem, suaranya yang berat, menebar kharisma. Suaranya dapat segera diterjemahkan oleh seluruh anggota sehingga mereka segera memasang telinga pada setiap kata-kata yang keluar dari mulut Sang Kursi.
"Baik, untuk hari yang istimewa ini, saya ingin memastikan, hal terbaik apa yang akan kalian berikan kepada Bu Ema?" tanya Kursi.
"Saya, Pak," kata sebuah mangkuk kecil bersemangat.
"Silakan!" ujar Sang Kursi.
"Saya bersedia menampung air bekas cuci tangan Bu Ema dari awal hingga akhir acara. Saya tidak akan merasa jijik."
"Yah, kalau begitu, kami juga bisa," sanggah sepasang sendok dan garpu, "Kami juga tidak akan jijik walau kami harus keluar masuk mulut bu Ema yang bau,"
"Tunggu-tunggu!" Suara dari sebuah kotak berhasil menarik perhatian. Perwakilan satu lembar Tisu tidak mau kalah, "Kalau kalian melihat dari sisi itu, kami masih lebih baik, kami mengorbankan kebersamaan kami saat Bu Ema menarik salah satu dari kami, mengelap mulut dan tangannya lalu membuang kami ke tempat sampah," ujar selembar Tisu dengan raut sedih.
"Sudah, sudah, saya tidak meminta kalian untuk saling membandingkan. Kita punya fungsi masing-masing, kita hanya perlu menjalankan kegunaan kita untuk melayani Bu Ema. Itu saja," terang Sang Kursi melerai.