Mohon tunggu...
BANYU BIRU
BANYU BIRU Mohon Tunggu... Guru - Guru | Pecandu Fiksi

Orang yang benar-benar bisa merendahkanmu adalah dirimu sendiri. Fokus pada apa yang kamu mulai. Jangan berhenti, selesaikan pertandinganmu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memandang Allah di Tengah Pandemi

8 Mei 2020   14:35 Diperbarui: 8 Mei 2020   14:38 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seberapa sering kita pernah mendengar atau pernah mengatakan "mengapa orang baik dipanggil (mati) terlebih dahulu dari orang jahat? Atau "udah biasa kok orang yang baik mati duluan" atau mengapa bencana/penderitaan menimpa orang baik? tetapi pernahkah kita bertanya pada diri kita sendiri, "mengapa kita masih hidup sampai saat ini?"

John Piper mengatakan "kita semua adalah pendosa, yang ditakdirkan untuk binasa, dan bencana merupakan panggilan anugerah dari Allah agar kita bertobat dan diselamatkan selagi masih ada waktu" artinya kita tidak perlu sibuk membahas orang yag sudah mati, karena setelah kematian kita tidak dapat berbuat apa-apa. 

Kehendak Tuhanlah yang akan berlaku setelah kematian. Namun kita harus merasa khawatir dan gelisah tentang diri kita saat ini. Ingta, kita semua adalah pendosa dan tanpa bergantung pada sang Juruselamat kita bukanlah apa-apa. Hal terpenting adalah kita harus kembali kepada sumber hidup. Dengan demikian baik hidup atau mati kita tidak takut lagi.

Bencana alam, virus, kejahatan dsb adalah cara menuju kematian. Artinya kematian adalah realitas yang tidak terelakkan sekalipun caranya berbeda-beda. Jika kita hidup benar dan berpengharapan pada Allah yang benar, maka respon terhadap penderitaan juga benar. Allah selalu berbelas kasih kepada kita dengan memberikan kita waktu untuk bertobat. 

Jadi tidak usah memikirkan orang yang sudah mati, namun pikirkanlah kapan terakhir kali kita mengingat Allah dan bergantung pada-Nya. Kapan kita mau melepas seluruh nafsu kedagingan, ketergantungan pada harta duniawi, kesenangan dan kenikmatan dan berbalik kepada Kristus?

Saya merenungkan apa yang John Piper katakan bahwa Virus corona mengajak kita untuk menjadikan Allah sebagai realitas yang mahapenting dan mencakup segala sesuatu. Hidup kita bergantung kepada-Nya lebih dari napas kita. Dan terkadang, Allah mengambil napas kita untuk membawa kita kepada-Nya. Hal ini mengingatkan saya pada Yohanes 15:5 Kristus adalah pokok anggur dan kita adalah ranting-rantingnya. 

Di dalam Dia kita berbuah banyak sedangkan jika tidak kita tidak dapat berbuat apa-apa. Tetapi bukankah kita bisa melakuan apa saja saat ini? Yah benar tetapi kita hanya bisa melakukan apa yang bisa kita lakukan saat di dunia tetapi bukan ketika kita kehilangan nyawa kita. Hanya Allah yang melampaui ruang dan waktu yang memegang kendali atas semesta. Kita tidak bisa melakukan apa yang berkenan dihadapan-Nya jika kita tidak tinggal di dalam Dia. Kita tidak mampu memahami rencana-Nya jika kita tidak tinggal di dalam Dia.

Semoga, pandemi ini bisa mengingatkan kita pada sesuatu yang lebih penting bukan sekedar hal jasmani tetapi spiritualitas kita apakah kita sudah berbalik dan bergantung pada sang pemilik hidup yaitu Allah yang benar.

Buku rujukan

Piper, J. (2020). Coronavirus and Christ: Coronavirus dan Kristus. (V. Lengkong, Ed., & P. Manurung, Trans.) Surabaya: Literatur Perkantas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun