Terobosan baru ini diharapkan dapat memecahkan masalah ketidakrataannya tenaga dokter dan dokter spesialis di Jawa Barat dan Indonesia. Dokter dan dokter spesialis mudah dijumpai di kota-kota besar, akan tetapi di kota-kota kecil sangat sulit untuk menjumpai mereka. Lebih lanjut lagi, dengan digratiskannya kuliah kedokteran ini diharapkan nantinya dokter-dokter lulusan Unpad akan benar-benar mencintai masyarakat dan siap mengabdi kepada negara sepenuh hati tanpa berorientasi keuntungan pribadi semata.
Meski terobosan yang diusung Fakultas Kedokteran Unpad ini terlihat sangat menjanjikan, timbul berbagai kontroversi mengenai cara penerapannya.
Mengapa Kontroversial?
Di satu sisi, digratiskannya biaya kuliah adalah sebuah terobosan yang sangat baik. Pertama, digratiskannya kuliah kedokteran memberikan kesempatan yang adil bagi seluruh kalangan masyarakat, dari yang kurang berada hingga sangat berada. Kini, uang tidak bermain peran sama sekali dalam menentukan siapa yang layak menjadi dokter. Hanya yang kompeten secara akademis serta mau mengabdi yang berhak menjadi doktter lulusan Unpad. Kedua, dengan digratiskannya kuliah kedokteran, para lulusan dokter dan dokter spesialis ini akan memiliki sebuah rasa balas budi yang tinggi, sehingga mereka akan dengan senang hati mengabdi dan memberikan kontribusi-kontribusi yang bermafaat jika ditempatkan di daerah-daerah terpencil. Ketiga, terobosan yang dilakukan Unpad ini sangatlah inovatif dan adalah sebuah jawaban dari masalah mahalnya kuliah kedokteran yang sejak lama tidak timbul solusinya, semoga saja dengan adanya terobosan ini, fakultas kedokteran lain akan terpicu untuk melakukan langkah-langkah radikal nan kontroversial demi menurunkan mahalnya kuliah kedokteran seperti yang Unpad lakukan.
Namun, disisi lain terobosan baru yang dilakukan Unpad ini dikecam banyak pihak. Sekurangnya, terdapat tiga masalah dari langkah digratiskannya kuliah kedokteran :
Pertama, digratiskannya biaya kuliah bagi seluruh mahasiswa kedokteran bisa menjadi solusi yang malah menjadi “senjata makan tuan”. Mangapa seperti itu? Beasiswa yang diberikan pemerintah pusat dan daerah dalam menggratiskan biaya kuliah kedokteran ini sebenarnya ditargetkan untuk masyarakat yang kurang mampu, tapi karena digratiskannya biaya kuliah ini diberikan kepada seluruh mahasiswa, masyarakat yang mampu membayar biaya kuliah jadi tidak membayarnya juga. Beasiswa yang diberikan jadi salah target dan malah menyia-nyiakan uang pemerintah, padahal uang tersebut dapat digunakan untuk hal-hal lainnya bagi orang yang lebih mebutuhkan.
Kedua, dengan adanya kata-kata “kuliah kedokteran gratis” dan “perjanjian untuk mengabdi” dapat mengurungkan niat calon dokter yang berasal dari latar belakang berkecukupan untuk menjalani studi di Fakultas Kedokteran Unpad. Mereka akan berfikir, “Jangan daftar Unpad deh, itu kuliah untuk anak-anak yang kurang mampu” atau mereka juga mungkin berfikir “Aduh, kalau kuliah di Kedokteran Unpad nanti harus ikutin perjanjiannya, ribet deh mending daftar di tempat lain aja”. Meski tidak ada bukti konkrit hal ini pasti terjadi, jika hal ini benar-benar terjadi dan menyebabkan hanya orang kurang mampu yang berkuliah di Fakultas Kedokteran Unpad, diversitas kepribadian mahasiswa akan menjadi sedikit yang dapat menyebabkan tidak adanya perbedaan sudut pandang mahasiswa dalam melihat dan menghadapi hal-hal yang terjadi disekitarnya. Hal ini dapat berdampak pada kemampuan memecahkan masalah yang monoton, sebuah hal yang sangat buruk bagi seorang dokter, dimana dokter sepatutnya mampu melihat masalah dari berbagai sudut pandang.
Ketiga, pengabdian yang akan dilakukan mahasiswa Fakultas kedokteran Unpad nantinya masih kurang jelas bagaimana pengimplementasiannya pada sistem kesehatan di Indonesia. Dalam urusan internship saja, pemerintah yang sebenarnya berkewajiban menyebarkan lulusan dokter ke seluruh penjuru negeri, masih memiliki masalah administrasi dan ketidakberfungsian dokter untuk membantu karena ketiadaan peralatan dan fasilitas yang memadai, apalagi kalau ditambah dengan adanya sistem wajib mengabdi dari Fakultas Kedokteran Unpad ini, administrasi akan semakin sulit untuk ditangani. Kemudian, terdapat ketakutan bahwa lulusan dokter ini nantinya akan mengabdi ke daerah terpencil hanya karena terikat perjanjian. Mereka akan mencari-cari celah untuk tidak mengabdi ke daerah terpencil. Hal ini sungguh akan sangat disayangkan karena menggagalkan tujuan utama dari program beasiswa kuliah kedokteran gratis yang Fakultas Kedokteran Unpad lakukan.
Keempat, dana yang digunakan untuk memberikan beasiswa pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Unpad sebagian besar berasal dari pemerintah pusat dan daerah. Ini adalah hal yang cukup riskan karena pemerintah memiliki periode-periode tertentu, sedangkan mahasiswa yang diberikan beasiswa harus setiap tahun ditanggung pemerintah. Jika saja pada pemilu berikutnya, pejabat terpilih tidak mendukung program biaya kuliah gratis yang diterapkan Kedokteran Unpad, program ini dapat dihentikan begitu saja dan membuat mahasiswa penerima beasiswa terlantar dan tidak dapat menyelesaikan kuliah kedokterannya. Walau hal ini hanyalah sebuah spekulasi, namun kemungkinan terjadinya masalah ini tetap cukup besar.
Dengan banyaknya pro- dan kontra- dari digratiskannya biaya kuliah kedokteran yang Unpad lakukan, terdapat sebuah solusi yang dapat memaksimalkan manfaat dari terobosan baru ini.
Apa Solusinya?
Studi lebih lanjut harus dilakukan demi mengetahui seberapa tinggi tingkat efektivitas beasiswa ini. Namun, karena belum adanya studi yang tersedia, saran untuk tidak menggratiskan biaya kuliah bagi seluruh mahasiswa kedokteran di Universitas Padjajaran wajib dipertimbangkan. Saran ini bertujuan untuk menyempurnakan terobosan baru beasiswa biaya kuliah kedokteran gratis. Seyogyanya, beasiswa ini diberikan khusus hanya kepada mahasiswa yang kurang mampu, tidak kepada seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran Unpad. Langkah yang dapat diterapkan untuk mengatasinya adalah, daripada memberikan beasiswa pada seluruh mahasiswa, seharusnya Fakultas Kedokteran Unpad membuat program yang mirip dengan SNMPTN, namun program ini selain mendata kemampuan akademis setiap mahasiswa, juga mendata kondisi keuangan setiap mahasiswa. Hal ini akan menghilangkan kekurangan terobosan baru yang diusung Unpad ini, dimana mereka menganggap setiap mahasiswa adalah sama dan berhak menerima beasiswa kuliah kedokteran gratis. Padahal, mahasiswa yang berasal dari kalangan berada tidak perlu mendapatkan “kenikmatan” ini. Manfaatnya, beasiswa yang disediakan Fakultas Kedokteran Unpad akan benar-benar hanya didapatkan oleh mahasiswa yang kurang mampu dan tidak “salah target”.
Semoga saja, langkah dan gebrakan demi menurunkan mahalnya biaya kuliah kedokteran terus muncul, baik dari universitas-universitas, pemerintah, maupun instansi swasta. Semuanya, demi memberikan kesempatan bagi anak-anak yang kurang mampu untuk menjadi seorang dokter. Seperti kata Nelson Mandela, “Pendidikan adalah senjata terampuh untuk merubah dunia”. Marilah kita ubah dunia kesehatan di Indonesia, ubahlah kearah yang jauh lebih baik.