Satu (wacana) keputusan besar dan kontoversial kembali dilemparkan Bang Foke ke tengah kehidupan Jakarta. Sepeda Motor akan dibatasi pada jalur-jalur dan waktu-waktu tertentu. Pro dan Kontra pun menyambut riuh wacana tersebut, tentu lebih banyak kontranya.
Keputusan yang dilempar tidak lama setelah ada saran (atau kritikan lebih tepatnya), ”Bang Foke harus berani mengambil keputusan besar untuk mengatasi kemacetan, walaupun itu kontroversial”, bak gayung bersambut. Tanpa jeda yang lama, wacana yang rencanya akan dilaksanakan tahun ini menuai lebih banyak respon negative. Mengapa berani mengambil keputusan besar walaupun kontroversial itu harus diterjemahkan berani ”menyingkirkan” kita rakyat kecil pengguna sepeda motor.
Alasan utama kenapa biker yang harus dibatasi oleh Pemprov adalah dikarenakan pesatnya pertumbuhan pengguna sepeda motor yang mencapai 900 motor per harinya, sedangkan mobil hanya 240 buah. Selain itu, pembatasan sepeda motor yang diharuskan hanya melewati jalur lambat atau jalur khusus sepeda motor ternyata gagal mengurangi kemacetan.
Dikupas dari alasan utama, sebuah alasan yang sangat ironi ditelinga rakyat. Dari hal itu saja pemerintah seharusnya mengerti kurva ketimpangan ekonomi rakyat. Atau apakah karena ”kepahaman” tersebut pemerintah berani mengambil keputusan ini. Karena sudah biasa menjadi korban, kelas menengah bawah ini dirasakan tidak akan mengeluh. Kalaupun mengeluh itu hanya suara sumbang yang dikeraskan dan akan hilang dengan sendirinya. Tentunya kita sendiri akan tahu bagaimana efek yang akan diterima pemangku jabatan bila yang kena imbas ”keputusan berani’ adalah mereka yang duduk nyaman di dalam kursi empuk mobil mewah.
Tak perlu menguliti lebih dalam lagi alasan kedua, kita akan banyak sekali hal yang membuat kita tersenyum masam. Jalur khusus sepeda motor ternyata gagal mengurangi kemacetan ibu kota. Tapi, pernahkah kita mendengar pernyataan atau pertanyaan mungkin, siapa pengguan jalur ”khusus” sepeda motor tersebut?
Apakah sudah ada pengukuran secara kubikasi, seberapa besar biker menggunakan jalur tersebut? Kesabaran biker menghirup gas hitam pekat metromini, saling salip potong secara kasar angkot dan kopaja, dan juga tidak ketinggalan arogansi mobil-mobil pribadi nan mentereng. Jadi siapakah yang menghabiskan jalur motor itu sendiri?
Kelayakan sarana dan prasarana public mobile transportation yang nyaman dan aman, baik buat diri ataupun kantong masyarakat. Berapa lama kita harus antri untuk naik busway? Sudahkah jadwal yang ditawarkan telah tepat dengan apa yang diberikan?
Tentu akan sangat panjang jika kita harus mengupas hal-hal tersebut, tanpa melihat dari sudut pandang yang lain. Kebijakan tersebut memang bertujuan dan bermaksud baik. Tapi apakah dari kedua pihak telah melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing dengan benar?
kita tunggu apa yang akan terjadi, dan kita lihat apakah kita, rakyat kecil yang akan di MARGINALKAN lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H