Mohon tunggu...
Ira Nuraeni
Ira Nuraeni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Program Studi Ilmu Komunikasi || 23107030051

Penulis adalah perempuan berdarah Sunda yang kini sedang menempuh studi di kota Pelajar.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Mengubah Narasi: Menggugah Kesadaran tentang Stereotip Mengakar Terhadap Perempuan

3 Juni 2024   23:41 Diperbarui: 4 Juni 2024   00:21 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perempuan sebagai Pengurus Rumah Tangga

Salah satu stereotip yang paling dominan adalah pandangan bahwa perempuan seharusnya menjadi pengurus rumah tangga. Ekspektasi tradisional ini menetapkan bahwa tugas utama perempuan adalah mengurus rumah dan anak-anak. Stereotip ini berakar dari pandangan kuno yang melihat perempuan sebagai penjaga api keluarga, sementara laki-laki sebagai pencari nafkah utama.

Meskipun banyak perempuan yang memilih dan merasa puas dengan peran ini, tidak sedikit yang merasa terbatas oleh ekspektasi ini. Di banyak kasus, perempuan yang mencoba mengejar karier di luar rumah sering kali harus menghadapi dilema antara tanggung jawab domestik dan ambisi profesional mereka. Tekanan sosial ini membuat banyak perempuan sulit mencapai potensi penuh mereka di dunia kerja.

Perempuan Lebih Emosional

Stereotip lain yang sering ditemui adalah anggapan bahwa perempuan lebih emosional daripada laki-laki. Meskipun perempuan memang cenderung lebih terbuka dalam mengekspresikan perasaan mereka, ini sering diinterpretasikan sebagai kelemahan. Anggapan ini bisa merugikan, terutama dalam konteks profesional, di mana perempuan sering dianggap kurang rasional atau terlalu sentimental untuk membuat keputusan yang sulit.

Ironisnya, kecerdasan emosional---kemampuan untuk memahami dan mengelola emosi---adalah aset penting dalam banyak aspek kehidupan, termasuk kepemimpinan. Namun, stereotip ini seringkali menghalangi perempuan untuk diakui dan diapresiasi karena kualitas ini.

Kecantikan sebagai Nilai Utama

Tekanan untuk memenuhi standar kecantikan tertentu juga merupakan stereotip yang masih kuat. Perempuan sering dinilai berdasarkan penampilan fisik mereka, bukan kemampuan atau prestasi mereka. Media dan industri kecantikan memperkuat standar kecantikan yang seringkali tidak realistis, memaksa perempuan untuk selalu tampil sempurna.

Tekanan ini tidak hanya mempengaruhi kesehatan mental dan fisik perempuan, tetapi juga membentuk cara mereka dilihat dan diperlakukan dalam masyarakat. Perempuan yang tidak sesuai dengan standar kecantikan ini sering kali mengalami diskriminasi dan penilaian yang tidak adil, baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional mereka.

Perempuan Kurang Kompeten di Bidang STEM

Dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, teknik, dan matematika (STEM), masih ada anggapan bahwa perempuan kurang kompeten atau kurang tertarik. Stereotip ini membatasi kesempatan perempuan untuk mengejar karier di bidang yang seringkali dianggap sebagai domain laki-laki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun