Museum sangat berperan dalam pengembangan kebudayaan nasional, terutama dalam pendidikan nasional, karena museum menyediakan sumber informasi yang meliputi segala aspek kebudayaan dan lingkungan yang dibudidayakan oleh manusia. Museum menyediakan berbagai macam sumber inspirasi bagi kreativitas yang inovatif yang dibutuhkan dalam pembangunan nasional. Namun museum harus tetap memberikan nuansa rekreatif bagi pengunjungnya.
Dari penjelasan di atas, sudah sepantasnya kunjungan museum menjadi rujukan tempat yang termasuk dalam metode pembelajaran, baik itu karyawisata ataupun widyawisata. Mengapa pengetahuan dan apresiasi pelajar terhadap museum masih sangat kurang? Hal itu dikarenakan mereka kurang dikenalkan atau diberi stimulus terhadap keberadaaan dan kebermanfaatan museum itu sendiri baik di dalam maupun luar sekolah sebagai sarana edukasi untuk menghabiskan waktu luang ketimbang pergi ke mall atau tempat-tempat lain yang semakin menumbuhkan budaya konsumtif dan perilaku tidak baik lainnya. Pihak sekolah sebaiknya menggunakan kunjungan museum sebagai metode pembelajaran di sekolah, memang, terdapat beberapa kekurangan dalam metode karyawisata seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dalam kajian pustaka bahwa metode ini tentunya akan memakan biaya yang tidak sedikit dan menghabiskan banyak waktu, tetapi kunjungan ini dapat dijadikan kegiatan rutin baik untuk mata pelajaran sejarah maupun pelajaran lainnya yang tentunya disesuaikan dengan anggaran yang ada.
Pihak sekolah dapat meminta sedikit bantuan dana dan mendiskusikan hal ini bersama para orang tua murid, komite sekolah dan masyarakat lingkungan sekitar. Meskipun kegiatan kunjungan ke museum dilakukan dengan frekuensi waktu yang tidak terlalu sering, namun jika dijalankan dengan rutin maka lama-kelamaan siswa akan terbiasa dan menjadikan museum sebagai tempat yang patut untuk dikunjungi. Banyak hal yang dapat dipelajari siswa ketika mengunjungi museum. Mereka akan semakin mengetahui sejarah Indonesia, dengan begitu akan menumbuhkan rasa nasionalisme di dalam diri mereka. Jika hal ini sudah terjadi, tentunya akan diikuti dengan pendidikan karakter lainnya seperti, semakin mencintai tanah air sendiri dengan membeli produk-produk lokal, menjaga dan mengapresiasi kebudayaan Indonesia, dan sebagainya.
Sebagai kelebihan yang juga diberikan metode pembelajaran karyawisata, kunjungan ke museum dapat membuat siswa melihat dan berinteraksi langsung dengan petugas objek wisata, dalam hal ini adalah kurator museum. Siswa dapat menghayati langsung bagaimana pekerjaan mereka sekaligus menghayati setiap koleksi yang ditampilkan. Hal ini akan mempengaruhi tingkatan pengalaman siswa yang juga berpengaruh terhadap daya ingat siswa terhadap sesuatu.
Gambar di atas menunjukkan tingkatan pengalaman menurut Edgar Dale berdasarkan metode dan media pembelajaran yang diberikan guru kepada siswa. Metode karyawisata termasuk ke dalam Attend Exhibitis/Sites- 50% Of What They See and Hear dengan pencapaian kompetensi Demonstrate, Apply, and Practice. Hal ini berarti apa yang mereka dapat dari kunjungannya ke museum dapat didemostrasikan, diaplikasi dan dipraktekkan dalam bentuk aspek tingkah laku di kehidupan sehari-hari.
Selain itu juga, siswa akan mengenal pekerjaan sebagai kurator museum yang nantinya akan berdampak terhadap peningkatan peminat pendidikan museologi. Mereka yang melihat dan tertarik dengan pekerjaan sebagai kurator museum, tentunya akan memilih program studi museologi ketika di bangku kuliah. Semakin banyak orang-orang yang ahli dalam bidang permuseuman (museologi) tentunya akan semakin meningkatkan perawatan sebagai bagian dari manajemen museum. Museum yang terlihat ‘cantik’ akan mengubah paradigma masyarakat yang menganggap museum sebagai tempat benda-benda peninggalan sejarah yang kaku dan monoton.
Encourage people to explore collections for inspiration, learning and enjoyment. As educational institutions, museums encourage a participative approach to learning.
Kutipan di atas adalah salah satu kode etik permuseuman di Inggris, yang menyebutkan bahwa “museum mendorong orang-orang untuk menjadikan koleksi museum sebagai inspirasi, pengetahuan dan sesuatu yang dapat dinikmati. Museum sebagai salah satu institusi pendidikan, seharusnya mampu mendorong adanya partisipasi pendekatan pembelajaran. Masyarakat dan pelajar perlu disadarkan tentang keberadaan museum sehingga mereka akan memahami dan mengapresiasi kebudayaan dan sejarah.” Hal ini juga tertuang ke dalam kode etik permuseuman di Indonesia (Asosiasi Museum Indonesia) Bab II tentang Kewajiban Umum, Pasal 2 Ayat 3 yaitu “Penyelenggara dan Pengelola Museum secara profesional memberi jaminan pelayanan pada publik, sesuai dengan tugas dan fungsi museum sebagai lembaga pengembangan kebudayaan, pendidikan dan pariwisata.”Kemudian Bab IV tentang Tanggung Jawab Professional, Pasal 16 Ayat 1 yaitu “Penyelenggara dan Pengelola Museum hanya dengan izin dari lembaga tempat ia bekerja, bersedia berhubungan atas nama pribadi dengan pihak ketiga untuk memberi layanan bimbingan, penasehatan, konsultasi, pengajaran, penulisan dan penyebaran informasi.” Maka dari itu perlunya kerjasama antar pengelola museum dan sekolah mengenai museum sebagai bagian dari metode pembelajaran yang konsisten.
Hal ini tidak hanya tugas pihak sekolah saja, melainkan tugas semua pihak, baik orangtua, masyarakat dan pengelola museum itu sendiri. Yang menjadi permasalahannya adalah masyarakat termasuk orangtua juga kurang dalam pengetahuan dan apresiasi terhadap keberadaan museum seperti masalah yang sudah saya paparkan sebelumnya. Hal ini dikarenakan masyarakat sendiri kurang dikenalkan dengan keberadaan museum ketika masih di bangku sekolah sehingga hal ini terjadi kembali pada generasi selanjutnya. Diperlukan tindakan langsung dari pengelola museum untuk mempublikasikan asset museum yang sangat berguna untuk kemajuan pendidikan dan pembangunan nasional. Selama ini yang kita lihat adalah kebanyakan museum hanya ‘anteng-anteng’ saja menerima pengunjung museum yang ‘ala kadarnya’ tanpa ada upaya untuk menarik pengunjung lebih banyak lagi.
Seiring dengan era globalisasi yang semakin kompetitif, teknologi-teknologi canggih seperti sekarang yang kita rasakan, handphone, internet dan sebagainya dapat menjadi acuan pengelola museum dalam berkreasi dan berinovasi dalam mengenalkan museum ke masyarakat luas. Pengelola museum dapat lebih giat lagi mempublikasikan museum sesuai ketentuan yang telah dijelaskan sebelumnya. Pengelola museum perlu membuat homepage museum semenarik mungkin, sehingga orang-orang yang melihat akan tertarik untuk mendatangi museum secara langsung. Lalu hasil penelitian dan tulisan kurator museum dapat dipublikasikan ke dalam perpustakaan, tidak hanya perpustakaan daerah tetapi juga perpustakaan sekolah sehingga dapat menarik pengunjung museum dari seluruh warga sekolah. Selanjutnya adakan program-program menarik secara berkala seperti lomba fotografi atau menulis essay yang diadakan langsung di halaman ataupun ruang dalam museum, dapat juga bekerja sama dengan berbagai pihak mengadakan seminar-seminar permuseuman di lembaga-lembaga pendidikan dengan contoh tema museum goes to campus, museum goes to school, dan sebagainya. Memang selama ini sudah dilakukan seminar tentang permuseuman, tetapi frekuensinya masih kurang intens. Sebaiknya seminar tidak hanya dilakukan di perguruan tinggi yang memiliki program studi pendidikan museologi, tetapi juga diberikan ke perguruan tinggi yang tidak memiliki program studi tersebut. Dengan begitu, masyarakat dan pelajar akan mengenal museum sebagai sarana edukasi dan rekreasi yang menyenangkan.
Sekali lagi, dilihat dari beberapa solusi yang diberikan di atas, memang, membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tidak dapat dipungkiri kita akan dibuat dilematis terhadap pepatah “ uang bukan segalanya, tetapi segalanya butuh uang “ sehingga kebanyakan dari kita kembali pada istilah ‘tidak ada yang gratis di dunia ini’. Namun, di sinilah yang menjadi penekanan yang amat penting untuk kita semua khususnya pemerintah di bidang pendidikan bahwa pendidikan bukanlah termasuk ke dalam kalimat segalanya butuh uang. Pemerintah perlu peka terhadap fenomena yang terjadi dengan pelajar sekarang, yang lebih menyukai nongkrong-nongkrong gak jelas dan lebih banyak melakukan hal-hal yang tidak baik. Education is not for sale! Itu harga mati yang harus kita tanamkan sejak dini pada generasi penerus.
Direktorat Museum Dirjen. Sejarah Dan Purbakala Departemen Kebudayaan Dan Pariwisata. Pengelolaan koleksi museum. www.budpar.go.id. 2007. h. 17-18.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H