Jika hasil pemeriksaan selaput daranya terbukti robek karena aktifitas olah raga atau karena pernah melakukan hubungan sex melalui vagina maka tidak sedikit perempuan saat ini yang melakukan operasi keperawanan hanya untuk menghindari tuduhan tidak perawan dari pasangannya. Tidak tanggung-tanggung, biaya operasi mengembalikan keperawanan ini bahkan mencapai 18 Juta Rupiah.[3] Dengan demikian, lagi-lagi pasar dengan cepat menangkap peluang bisnis dari tuntutan laki-laki terhadap perempuan. Tuntutan bahwa perempuan harus mengeluarkan darah sebagai bukti masih perawan mendapat sambutan pasar, dengan demikian, pandangan bahwa keperawanan adalah harus mengeluarkan darah saat melakukan hubungan sexual pertama kali patut dicurigai dipelihara oleh pasar yang mendapatkan untung dari pandangan tersebut.
Kesimpulan
Masyarakat (baca: laki-laki) kita saat ini masih menganggap penting sebuah keperawanan, meskipun harus disadari bahwa hal ini tidak adil, karena hal yang serupa tidak pernah dipersoalkan dalam melihat keperjakaan seorang laki-laki. Pandangan bahwa keperawanan harus dibuktikan melalui keluarnya darah harus di dekonstruksi, teori Jacques Derrida mungkin bisa digunakan untuk mendekonstruksikan pandangan tersebut.[4] Mengikuti logika Derrida, bahasalah yang menentukan pikiran, bukan sebaliknya. Kita harus mampu membongkar siapa yang berkepentingan terhadap isu keperawanan, kata “perawan” harus dikuliti maknanya. Jangan-jangan semua orang yang mengakitkan keperawanan terhadap moral dan agama sedang terjebak dalam skenario pasar dan sistem ekonomi yang berlangsung.
Untuk itu, setiap perempuan jangan sampai terjebak pada situasi ketakutan karena selaput daranya robek oleh karena kegiatan fisik seperti berolahraga atau kecelakaan. Jika anda pernah melakukan hubungan sexual vagina diluar nikah dan menyebabkan anda tidak perawan, anda berhak untuk menjelaskan atau tidak menjelaskan kenyataan tersebut kepada pasangan anda, tergantung pada nilai yang anda anut. Jika pasangan anda benar-benar mencintai anda, maka sudah seharusnya dia menerima anda sebagaimana adanya.
Karena itu, keperawanan saat ini telah menjadi salah satu komoditas pasar yang dikemas sedemikian rupa sehingga harus dianggap sebagai sesuatu keharusan yang ada pada perempuan. Karena kuatnya dominasi pasar dan laki-laki terhadap perempuan, maka hari-hari ke depan kita masih akan disuguhi dengan kenyataan bahwa banyak pihak yang akan menuntut dilakukan uji keperawanan kepada pelajar-pelajar dengan tuntutan untuk mencegah pergaulan sex bebas, namun pasar akan berada jauh di depan untuk mengembalikan keperawanan tersebut dengan harga yang tidak murah. Lagi-lagi tuntutan moral akan dijadikan peluang oleh pasar.
Oleh: Ranto Sibarani
Pernah menjadi bahan diskusi di Cangkang Queer Bulan Desember 2014
[1] http://forum.kompas.com/perempuan/208969-keperawanan-mitos-atau-fakta.html, diakses 19 Desember 2014.
[2] Ibid
[3] http://www.tribunnews.com/regional/2013/12/05/di-samarinda-biaya-operasi-balik-perawan-hanya-rp-18-juta diakses 19 Desember 2014.
[4] Christoper Norris. 2008. Membongkar Teori Dekosntruksi Jacques Derrida. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H