Perppu Harus Disetujui DPR
Perppu yang sudah ditetapkan oleh Presiden, harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikutnya. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP) pada Pasal 52 Ayat 1 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “persidangan yang berikut” adalah masa sidang pertama DPR setelah Perppu ditetapkan. Pengajuan Perppu dilakukan dalam bentuk pengajuan RUU tentang penetapan Perppu menjadi Undang-Undang. Hanya ada dua pilihan yang harus dilakukan oleh DPR terhadap Perppu yang diajukan, yaitu memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan. Dalam hal Perppu mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna, maka Perppu tersebut akan ditetapkan menjadi Undang-Undang.
Jika Perppu tidak disetujui oleh DPR dalam rapat paripurna, maka Perppu tersebut harus dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku. Untuk mencabut Perppu yang ditolak maka DPR atau Presiden harus mengajukan RUU tentang Pencabutan Perppu tersebut. RUU tentang Pencabutan Perppu juga akan mengatur segala akibat hukum dari pencabutan Perppu tersebut. RUU tentang Pencabutan Perppu harus ditetapkan menjadi Undang-Undang tentang Pencabutan Perppu dalam rapat paripurna yang sama.
Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang PPP pada Pasal 71 menyatakan bahwa pembahasan RUU tentang penetapan Perppu dilaksanakan melalui mekanisme yang sama dengan pembahasan RUU pada umumnya. Namun, pembahasan RUU tentang pencabutan Perppu dilaksanakan melalui mekanisme khusus yang dikecualikan dari mekanisme pembahasan RUU pada umumnya.
Mekanisme khusus pencabutan Perppu adalah, pertama RUU tentang pencabutan Perppu diajukan oleh DPR atau Presiden. Mekanisme kedua, RUU tentang pencabutan Perppu diajukan pada saat rapat Paripurna apabila DPR tidak memberikan persetujuan atas Perppu yang diajukan oleh Presiden. Mekanisme ketiga, Pengambilan keputusan persetujuan terhadap RUU tentang pencabutan Perppu tersebut dilaksanakan dalam rapat Paripurna DPR yang sama dengan rapat paripurna penetapan tidak memberikan persetujuan atas Perppu tersebut.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa SBY mengeluarkan Perppu dalam suatu kegentingan subjektif yang tidak sesuai dengan kenyataan. Kegentingan yang memaksa Presiden untuk mengeluarkan Perppu sebenarnya diciptakan oleh kebijakan Pemerintahan SBY sendiri, dan didukung oleh Anggota DPR RI yang berasal dari Partai Demokrat yang dipimpin oleh SBY. Dua fakta tersebut menguatkan dugaan “Kepalsuan” kegentingan ini sangat wajar dialamatkan kepada SBY. Peraturan yang mengharuskan Perppu harus melalui persetujuan DPR RI telah membuat kesan bahwa kebijakan SBY mengeluarkan Perppu adalah suatu drama politik belaka. Bila kemudian Perppu tersebut ditolak oleh DPR, maka SBY sebenarnya telah mencuci tangannya melalui Perppu tersebut, bahwa itu bukan lagi urusannya. Namun kita harus menyadari bahwa kegentingan yang “diciptakan” SBY saat mengeluarkan Perppu tersebut hanyalah kepalsuan belaka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H