Mohon tunggu...
Rantika Nur Assiva
Rantika Nur Assiva Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Hobi menulis dan membaca. Topik konten favorit yaitu pendidikan, literasi, psikologi, dan politik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Jangan Menormalisasikan Penghinaan Sebagai Bentuk Candaan

4 Desember 2024   20:37 Diperbarui: 4 Desember 2024   21:01 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar candaan yang menyisipkan ejekan atau penghinaan, baik di lingkungan pertemanan, keluarga, maupun tempat kerja. Ironisnya, perilaku ini kerap dianggap wajar dan dibenarkan atas nama humor.

Padahal, tanpa disadari, candaan semacam ini bisa melukai perasaan orang lain, menciptakan luka emosional, dan merusak hubungan sosial. Normalisasi penghinaan sebagai bentuk lelucon adalah kebiasaan yang perlu dihentikan demi menjaga keharmonisan dalam interaksi sosial.

Kata-kata yang merendahkan atau mengejek, meskipun dikemas sebagai lelucon, tetap dapat meninggalkan luka emosional. Bagi korban, candaan yang bernada penghinaan bisa memengaruhi rasa percaya diri, harga diri, atau hubungan sosial mereka.

Contoh kasus yang lagi viral saat ini antara penceramah dengan bapak penjual es. Jika setelah kejadian lelucon dalam bentuk penghinaan itu terjadi lalu bapak penjual es itu mendapatkan rezeki melimpah karena adanya simpatik dari masyarakat, bukanlah karena "Tuh kan, karena sebuah lelucon bernada penghinaan viral, akhirnya bapak itu kebanjiran rezeki".

Pemikiran seperti itu salah besar, tindakan normalisasi terhadap penghinaan dalam bentuk lelucon itu salah atau tidak dapat dibenarkan. Bapak tersebut mendapatkan rezeki melimpah atas izin Allah karena kebaikan beliau menerima hinaan itu dengan kesabaran. Membalas keburukan dengan kebaikan. Bukan karena sebuah penghinaan yang dikemas dalam bentuk candaan. Jika normalisasi itu dibenarkan, maka dikemudian hari akan banyak kasus-kasus serupa terjadi.

Sebenarnya bercanda itu tidak sepenuhnya dilarang. Dalam Islam, bercanda adalah hal yang diperbolehkan selama dilakukan dengan cara yang benar, tanpa melanggar adab, dan tidak menyakiti perasaan orang lain. Namun, Islam sangat melarang penghinaan, karena dapat menimbulkan dosa, merusak hubungan, dan menyalahi akhlak seorang Muslim.

Rasulullah SAW sendiri pernah bercanda dengan para sahabatnya, tetapi beliau selalu memastikan bahwa candaan itu benar dan tidak menyakiti.

Contohnya, Rasulullah SAW pernah bersabda kepada seorang nenek tua, "Tidak akan masuk surga orang tua." Ketika nenek itu sedih, beliau menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah semua orang di surga akan kembali muda. (HR. At-Tirmidzi)

Ada beberapa syarat diperbolehkannya sebuah candaan, diantaranya :

1. Tidak mengandung kebohongan dan tidak berlebihan. Rasulullah SAW bersabda, "Celakalah bagi orang yang berbicara lalu berdusta agar orang-orang tertawa. Celakalah dia, celakalah dia." (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

2. Tidak menghina atau merendahkan orang lain. Allah SWT berfirman:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun