Mohon tunggu...
Rano Rahman
Rano Rahman Mohon Tunggu... karyawan swasta -

WNI, Tinggal di Palangka Raya, Kalimantan Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Masyarakat Bentuk Gerakan Kalteng Menggugat

1 Juni 2012   03:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:32 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merasa Dianaktirikan Pusat Masyarakat Bentuk Gerakan Kalteng Menggugat

Kalteng Pos

Rabu, 30 Mei 2012 11:41:51 WIB

PALANGKA RAYA - Bumi Pancasila Kalteng yang beribukotakan Palangka Raya dinilai menjadi anak tiri pemerintah pusat. Padahal daerah ini telah menyumbangkan Sumber Daya Alam (SDA) nya secara besar-besaran. Tapi kompensasi hingga Dana Bagi Hasil (DBH) dari pusat dinilai masih sangat sedikit. Bahkan pengembalian dari pusat nampaknya sedikitpun tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Kalteng. Berangkat dari ketimpangan alias kesenjangan yang dirasakannya, kelompok masyarakat yang menamakan dirinya Gerakan Kalteng Menggugat (GKM) menyampaikan tuntutannya dengan sangat mendesak kepada pemerintah pusat. Perwakilan GKM yang terdiri dari puluhan pemuda tersebut menyampaikan tuntutannya secara tertulis ke Gedung biru Kalteng Pos kemarin (29/5) siang. Kali ini perwakilan GKM yang menyuarakan aspirasinya adalah Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Timo, Himpunan Mahasiswa (Hima) Lamandau M Didi, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Palangka Raya Yasir, Hima Kotim Alba, Front Mahasiswa Nasional (FMN) Triatmaja, Badan Ekskutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan (FKIP) Unpar Fahrul, Himpunan Mahasiswa dan Pelajar Hanaut (HMPH) Mustakim, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Rajulan, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Aan Nurhasan, Pemuda Pancasila Adi Abdiannor dan Hima Sukamara M Lalu. Dalam tuntutannya tersebut kelompok masyarakat yang sebagian besar dari kalangan mahasiswa tersebut menegaskan bahwa Kalteng merupakan salah satu provinsi penghasil kekayaan alam terbesar di Indonesia, yang juga menjadi penyumbang pengasilan terbesar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kontribusi Kalteng terhadap pusat dinilai tidak di ragukan lagi dan maka wajar jika provinsi berpengahasilan SDA besar ini menginginkan perhatian yang serius dari pemerintah pusat. Terutama yang bersangkutan dengan kesejahteraan masyarakat Kalteng, yang kondisinya dinilai sangat bertolak belakang dengan SDA yang melimpah. "Wajar dong jika kita menuntut dan mendesak pemerintah pusat karena SDA kita melimpah kok masyarakatnya kurang sejahtera. Sedangkan sumbangsih Kalteng terhadap Indonesia tidak diragukan lagi. Ada apa ini sebenarnya? Jelas sekali ada kesenjangan pembangunan di sini," beber salah seorang perwakilan rombongan Aan Nurhasan kepada Kalteng Pos kemarin (29/5) siang. Menurutnya ketika SDA dan kesejahteraan masyarakt tidak selaras, masyarakat Kalteng masih banyak yang terbelenggu dalam jurang kemiskinan. Dengan dasar itulah pihaknya memberanikan diri menyuarakan keluhan masyarakat Kalteng yang sudah lama terpendam. "Jangan kita biarkan kondisi seperti ini terus menerus. Kekayaan alam kita di eksploitasi tapi imbal baliknya kepada masyarakat apa," celetuknya. Dalam tuntutannya GKM menyuarakan sepuluh poin antara lain pertama Rakyat Kalteng harus secepatnya merdeka dari krisis energi baik itu kelistrikan maupun kesulitan mendapatkan BBM. Pengawasan dan pengawal dalam distribusi serta agar tidak di manfaatkan oleh pihak pihak tertentu. "Kalteng banyak mengirimkan hasil bumi ke pemerintah pusat di Jawa, justru di Kalteng saat ini masih sering mati lampu," imbuh seorang perwakilan Rano Rahman. Kedua dengan tegas mereka menyampaikan tuntutannya agar segera dilakukan evaluasi terkait DBH. Merdeka dari keterbelakangan pembangunan infrastruktur dan saatnya pembangunan infrastruktur prioritasnya bukan berbasis jumlah penduduk tetapi pada aspek kewilayahan dan ketertinggalan pembangunan. "Jika berbasis jumlah penduduk tentu Kalteng kalah dari Jawa, tetapi jika berbasis kewilayahan itu baru rasional karena Kalteng memiliki luas satu setengah pulau Jawa, pembangunannya belum merata," celetuk Ranu. Terkait dasar pembangunan di Kalteng yang terbentur belum disahkannya Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), juga menjadi poin keempat yang disampaikannya agar secepatnya melakukan penyelesaian RTRWP. Pada poin kelima ditegaskannya bahwa pengelolaan sumber daya kehutanan melalui program REDD+ juga dipertanyakan GKM terkait apa kontribusinya terhadap masyarakat dan daerah secara langsung. Gerakan Kalteng Menggugat juga mendesak agar aspek regulasi harus dibenahi agar berpihak kepada rakyat Kalteng dan daerah baik terhadap pengelolaan SDA maupun pembangunan. Juga mendesak segera dilakukan pembenahan tata kelola agraria untuk menghindari masyarakat di kalteng tidak memiliki tanah alias landless di daerahnya sendiri. Pada poin kedelapan juga ditegaskan pihaknya untuk stop swastanisasi pengelolaan SDA dan tinjau kembali kontrak karya dengan pihak asing. Pemerintah juga didesak untuk melakukan pengembangan SDM dan meningkatkan peran partisipasi masyarakat dalam mewujudkan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) dan pembangunan berkelanjutan di Kalteng. Menjadi poin terakhir GKM mengajak seluruh elemen masyarakat untuk dapat bergabung dan bersinergi demi tercapainya Kalteng yang terbebaskan dari ketidakadilan di Indonesia. Sehingga kesenjangan tidak lagi dirasakan oleh masyarakat Kalteng. (abe)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun