Beberapa hari yang lalu saya melihat berita soal wanita yang menjadi korban pelecehan seksual di kamar kostnya oleh orang yang tidak dikenal. Media yang memuat berita tersebut menunjukkan lokasi kejadian atau alamat korban dengan jelas, lengkap dengan keterangan orang sekitar.Â
Berita tersebut mengusik saya, sebab baru saja  UU-no-12-tahun-2022 tentang Tindakan Pidana Kekerasan Seksual disahkan pada awal Mei 2022. Dalam Undang-Undang  tersebut pasal 69 menegaskan korban pelecehan seksual memiliki hak perlindungan atas kerahasiaan identitas. Sehingga sudah kewajiban kita, untuk berkontribusi dan membantu penegak hukum untuk melindungi indentitas korban pelecehan seksual. Tetapi yang menjadi masalah saat ini adalah sudah menjadi rahasia umum bahwa penegak hukum kita begitu lambat dalam menindaki suatu kejahatan. Sehingga viral istilah no viral no justice. Makna dari istilah tersebut dikarenakan sudah melekatnya di masyarakat bahwa sesuatu itu harus viral terlebih dahulu agar proses hukum bisa berjalan dengan baik.
Melihat fenomena no viral no justice, sebagai masyarakat kita dibuat bingung bagaimana harus bersikap ketika melihat korban pelecehan seksual, tidak menviralkan berpotensi tidak tertangani dengan baik, tetapi jika berkontribusi meramaikan beritanya, kita sama saja menyebarkan identitas korban yang jelas akan kian menganggu keteanangan jiwanya dan juga  mungkin saja melanggar hukum.
Lalu, jika seperti ini apakah pengesahan UU TPKS betul-betul bisa menurunkan kasus kekerasan seksual?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI