Mohon tunggu...
Sebastian Ranla
Sebastian Ranla Mohon Tunggu... -

Saya adalah seorang guru pada sebuah sekolah swasta.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengapa Kita Tak Bisa Berterus Terang?

6 Desember 2009   07:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:03 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Mengapa kita tak bisa berterus terang? Padahal kan hampir setiap hari kita bertemu, bercerita, bercanda bersama? Apakah semua itu hanya kepura-puraan saja? Ah, jika demikian, percuma saja kebersamaan kita yang nampak begitu menawan tetapi merupakan hasil dari kebohongan belaka.

Jujur, aku kaget sekali kemarin ketika seseorang menyampaikan sesuatu tentang saya yang didengarnya darimu. Tentu saja bukan hal yang positif, sebab kalau tidak, tak akan kutulis kisah ini ataupun bila kutulis tentu saja lain kisah dan nuansanya. Yang disampaikannya adalah bagaimana kamu menjelek-jelekkan saya di hadapan dia. Tak perlu saya sebutkan satu persatu detailnya sebab itu hanya akan menambah pedih di hatiku, walau dia bercerita secara rinci tentang apa yang kamu ceritakan kepadanya.

Saya kaget. Bukan karena mau membela diri bahwa apa yang dikatakannya itu tidak sesuai dengan kenyataan. Bukan! Yang membuatku kaget adalah mengapa orang sebaik kamu bisa melakukan hal tersebut kepadaku, teman baikmu. Sungguh tak kusangka hal itu bisa terjadi.

Tak tahukah kamu bahwa selama ini kamu adalah orang baik, paling kurang di mata saya? Kuingat pertama kali kita bertemu di keramaian sebuah pertandingan bola kaki di kota kita. Kita bersebelahan duduk di tempat penonton. Kita membelah tim yang sama sekalipun kita belum saling mengenal. Tim itulah yang mempersatukan kita. Kita lantas bersorak bersama, meneriakkan nama-nama pemain tim kita dan melonjak-lonjak kegirangan ketika gol tercipta ke kandang lawan. Tak disangka moment itu menjadi pembuka hubungan kita. Setelah itu kita selalu berjumpa tetapi bukan karena tim itu lagi melainkan karena kita telah menjadi sahabat. Kita tak lagi bercerita tentang bola tetapi tentang kita; tentang hal-hal yang serius, juga tentang hal-hal yang membuat kita terbahak-bahak sampai terbatuk-batuk. Kita menjadi teman dalam suka dan duka. Kalimat terakhir ini saya kita menjadi rangkuman relasi kita selama ini.

Namun tiba-tiba kemarin, manisnya persahabatan itu seperti tinggal sampahnya saja. Kaucampakkan aku begitu saja seperti ampas. Saya kaget dan lalu marah kepadamu, walau itu tak saya ekspresikan di depan orang yang berkisah itu. Saya Cuma mengekspresikan kemarahan itu kepadanya dengan mencap dia sebagai perusak hubungan baik orang, walau saya sendiri tak sanggup menyangsikan kesungguhan dari lubuk hati apa yang diceritakannya tentang kamu. Tapi…. Ah, mengapa kamu bisa setega itu? Mengapa kamu lancang bicara seperti itu? Mengapa kamu….? Mengapa? Seharusnya kan kamu bilang saja langsung kepadaku. Seharusnya kan kamu terbuka menyampaikan segala hal yang tak beres tentangku kepadaku tanpa bantuan pengantara, entah dalam percakapan serius ataupun dalam bincang-bincang ringan dengan nuansa humor. Ataukah kamu takut? Malu? Ataukah kamu memang selama ini mencari kelemahanku hanya untuk menghancurkanku? Ataukah saya yang selama ini kurang terbuka terhadapmu? Ataukah….?

Ah, kepalaku pusing dengan beragam tanya dan beraneka seharusnya. Toh semua itu sudah terjadi. Kamu telah mengecewakanku. Kamu telah menghancurkan hatiku oleh persahabatanmu yang munafik. Andaikan saja kita bisa berterus terang, tentu akan lain kisahnya. Tetapi semuanya sudah terlambat. Kalau toh masih ada yang tersisa dari kisah bersama kita, maka aku hanya membayangkan saat-saat indah bersamamu. Mungkin aku bisa tersenyum untuk sekedar mengobati luka di hati.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun