Mohon tunggu...
Raniya Azzahra Putri Ananda
Raniya Azzahra Putri Ananda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hukum

Setiap yang ada, pasti bermakna

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Aliran Neoklasik pada Arsitektur Istana Bogor

17 Juni 2024   18:22 Diperbarui: 17 Juni 2024   19:33 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Istana Bogor; tampak depan

Arsitektur yang terus berkembang selama beberapa abad terakhir tidak luput dari kontribusi para arsitek yang berani dan terus berinovasi. Mulai dari saat manusia mengenal bangunan hanya sebagai tempat tinggal hingga saat ini, arsitektur akan terus mengalami kemajuan.

Desain baru pada arsitektur lahir oleh banyak sebab, entah itu berupa kondisi alam, budaya sekitar, peristiwa bersejarah, dan entah faktor lainnya. Sebagai contoh arsitektur Bohemian yang terlahir sebagai bentuk krisis ekonomi pada Revolusi Perancis di abad ke 19, dan arsitektur Neoklasik yang lahir dari gerakan dekoratif seni dan konstruksi Eropa.

Sesuai namanya, arsitektur Neoklasik muncul sebagai hasil dari Gerakan Neoklasik yang terjadi di Eropa pada pertengahan abad ke 18 hingga abad ke 19 masehi. Lahirnya arsitektur Neoklasik semakin dikenal, terlebih di negara-negara besar Eropa. Dengan memadukan kesan megah pada arsitektur Yunani Kuno dan kesan artistik dari Romawi Kuno, Neo Klasik semakin diminati pada masanya. Sebagai bukti, ada banyak bangunan Neoklasik ditemukan di St.Petersburg, Rusia.

Bangunan dengan arsitektur Neoklasi di Saint Petersburg, Rusia
Bangunan dengan arsitektur Neoklasi di Saint Petersburg, Rusia

Tak hanya di Eropa, bangunan Neoklasik bisa pula ditemukan di Indonesia. Arsitektur Neoklasik bisa sampai ke tanah air sebagai pengaruh Belanda yang pada saat itu memegang kekuasaan atas Indonesia. Salah satu bangunan Neoklasik yang paling populer adalah Istana Bogor.

Istana Bogor (dengan nama Sans Souci) mulai dibangun pada tahun 1744, dibawah kepemimpinan Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff, dan setidaknya menghabiskan 6 dekade pemerintahan gubernur.

Awalnya Istana Bogor didesain dengan memiliki 3 tingkat, namun pasca gempa yang disebabkan erupsi Gunung Salak pada tahun 1850, pemerintah Hindia Belanda mau tidak mau mengadakan perencanaan ulang istana, dengan menyesuaikan kondisi alam sekitar. Rekonstruksi Istana Bogor terselesaikan pada tahun 1861 di masa pemerintahan Gubernur Jenderal Charles Ferdinand Pahud.

Istana Bogor (Sains Souci) pada masa pemerintahan Hindia Belanda
Istana Bogor (Sains Souci) pada masa pemerintahan Hindia Belanda

Kota Buitenzorg (Bogor) dipilih sebagai lokasi pembangunan istana karena Gubernur Jend. Van Imhoff terkesima dengan sebuah desa kecil (Kampung Baru) yang merupakan bekas wilayah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Tak hanya itu, morfologi alam, kondisi cuaca, serta aksesibilitasnya menuju pusat pemerintahan Hindia Belanda di Batavia (Jakarta) juga menjadi alasan mengapa Buitenzorg menjadi wilayah yang tepat untuk mendirikan Sans Souci, yang pada saat itu dibangun sebagai tempat peristirahatan para petinggi Hindia Belanda.

Istana Bogor terdiri atas 3 gedung, yaitu gedung sayap kanan, gedung utama, dan gedung sayap kiri. Pada muka gedung utama dapat dilihat dengan jelas pilar-pilar kokoh yang menopang bangunan Istana Bogor. Adanya pilar ini membuktikan adanya aliran Neo Klasik, yaitu terdapatnya ciri khas milik Arsitektur Yunani Kuno. Di dalam Istana Bogor, lebih tepatnya pada ruang rapat, terdapat pula detail pahatan khas Arsitektur Romawi yang memberi kesan artistik.

Bagian Istana Bogor
Bagian Istana Bogor

Pembangunan Istana Bogor juga mengikuti standar bangunan Eropa yang selalu memiliki teknik khusus dan menggunakan bahan material berkualitas tinggi. Hal ini dapat dilihat dari dinding Istana Bogor yang dibuat dari batu bata merah terplester kapur dan dilapisi cat Dulux Pentalite hingga ketebalan 50-60 cm.

Sejak diambil alih oleh pemerintah Indonesia pada 1950, Istana Bogor memiliki banyak sekali unsur di dalamnya yang masih melekat hingga saat ini. Seperti;

1. Unsur Bentuk

Bangunan Istana Bogor dibangun dengan aksen kolonialisme dan arsitektur eropa yang telah disesuaikan dengan kondisi alam Indonesia. Dapat terlihat dengan jelas detail dari perpaduan gaya bangunan neo klasik dan Indische Empire (Kerajaan Belanda) pada Istana ini, khususnya pada Gedung Utama.

2. Unsur Ruang

Istana Bogor memiliki luas lahan sebesar lebih kurang 14.892 meter persegi, dan dengan luas halaman 28,4 hektar. Bangunan ini berada di area Kebun Raya Bogor yang terbentuk sebagai hasil atas ketertarikan akan ilmu Botani yang dimiliki Gubernur Jenderal Stamford Raffles yang pada saat itu mendiami Istana Bogor.

3. Unsur Estetika

Dilapisi dengan cat berwarna putih tulang, serta penggunaan cat berwarna emas dan coklat pada aksennya, Istana Bogor berhasil memberi kesan agung dan elegan di tengah-tengah pepohonan.

4. Unsur Keunikan

Berbeda dengan banyak Istana Kepresidenan lainnya, Istana Bogor memiliki banyak rusa berkeliaran di pekarangannya. Rusa-rusa tersebut merupakan rusa berjenis Axis yang diberikan oleh Raja Nepal sebagai hadiah kepada pemerintah Hindia Belanda di tahun 1808.

Rusa-rusa Axis di Istana Bogor
Rusa-rusa Axis di Istana Bogor

5. Unsur Fungsi

Tidak hanya sebagai kediaman presiden, tempat menjamu tamu kenegaraan, dan fungsi-fungsi sekretariat negara lainnya, Istana Bogor memiliki fungsi rekreasi. Para pengunjung dapat memberi makan rusa-rusa yang ada di pekarangan dengan menggunakan wortel.

Hingga saat ini Istana Bogor masih berdiri dengan kokoh di pusat Kota Bogor. Sudah menjadi fakta umum bahwa bangunan yang didirikan pada masa kolonialisme Belanda dapat bertahan lama dibanding bangunan baru. Hal ini membuktikan bahwasanya standar dari pembangunan yang mereka miliki, lebih baik dibanding standar pembangunan Indonesia. Perencanaan yang matang dan tetap mementingkan estetika, pembangunan yang dipimpin langsung oleh para ahli, penggunaan teknik khusus ,pemilihan bahan material yang berkualitas, dan penjagaan serta perawatan yang terjamin, tentu menjadi alasan utama mengapa bangunan-bangunan tersebut dapat berdiri lebih lama.

Teknik-teknik dan perencanaan pembangunan yang diajarkan oleh Belanda selama berabad-abad masa penjajahan memberi pengaruh besar pada arsitektur bangunan-bangunan di Indonesia. Banyak peninggalan fisik selain bangunan bergaya Eropa, seperti jalur transportasi, kebudayaan, bahkan sistem perpolitikan yang diwarisi oleh Belanda kepada Indonesia. Sebagai dampak positif kolonialisme Belanda, warisan-warisan ini seharusnya dicontoh dan diikuti, untuk kemajuan Indonesia di masa yang akan datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun