Mohon tunggu...
Rani Veliana
Rani Veliana Mohon Tunggu... -

aku berpikir, aku ada

Selanjutnya

Tutup

Politik

Urus Saja Presidenmu

28 Agustus 2014   00:05 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:20 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tahukan kamu arti anarkisme?. Jangan salah sangka. Anarkisme bukan amuk massa. Bukan gerombolan perusak. Anarkisme itu paham atau ajaran yang menolak kekuasaan negara. Tidak percaya pada kekuasaan negara. Orde dan keteraturan yang dibuat oleh negara, diyakini menjadi sumber ketidakteraturan. Termasuk aturan tertulis atau hukum tertulis. Hukum dianggap alat negara yang justru membuat ketidakadilan. Oleh karena itu, pengikut ajaran anarkisme tidak pernah percaya pada aturan / hukum yang dibuat oleh negara.

Prabowo dan pengikutnya mengimani paham anarkisme. Tidak percaya pada KPU dan MK. Sedangkan KPU dan MK adalah lembaga negara. Tidak percaya pada KPU dan MK, sama saja tidak percaya pada negara. Putusan MK dan Penetapan KPU adalah produk hukum buatan negara. Prabowo dan pemgikutnya sekali lagi tidak percaya pada produk hukum ciptaan negara ini.

Paham anarkisme yang dianut menjalar pada ketidakpercayaan pada lembaga negara lain. Tidak percaya pada Bawaslu. Tidak percaya pada RRI. Tidak percaya pada lembaga peradilan. Dan terakhir tidak pernah mau percaya dan mengakui lembaga kepresidenan (eksekutif). Lebih parah lagi tidak percaya pada media massa (koran dan televisi). Dan yang paling menyedihkan, beranggapan rakyat Indonesia, bodoh, tidak rasional, gampang ditipu, hanya karena mendukung Jokowi.

Ya, sudah, kita hormati saja pilihan itu. Pilihan pada ajaran anarkisme. Konsekwensi dari penganut ajaran ini, membentuk komunitas sendiri dan terpisah. Untuk membangun cita-cita yang diharapkan. Apalagi pengikutnya, mengatakan, “sampai kapanpun, kami tetap meyakini Prabowo Presiden kami”. Ya, sudah, tak perlu dipaksa jika maunya begitu.

Tinggal sekarang mencari dataran kosong di muka bumi ini yang belum ada pemerintahannya. Mungkin bisa meminta kepada pemimpin Korea Utara untuk memberi tanah sedikit guna membangun komunitas baru di sana. Bangunlah peradaban sendiri. Aturan sendiri, Presiden sendiri, KPU sendiri, peradilan sendiri, lembaga survei sendiri, pokoknya semua hal. Sehingga cita-cita dan harapan bisa terwujud.

Daripada tinggal di Indonesia, akan membuat gila sendiri. Negara yang tidak demokratis, Presidennya turunan China dan PKI, KPU brengsek dan tidak profesional, hakim MK yang gampang disogok, media massa berpihak, rakyatnya bodoh, dan semua hal yang buruk. Daripada hidupmu lebih sengsara di Indonesia, buatlah negara sendiri.

Kalian urus saja Presidenmu yang hebat itu. Kami urus juga presiden kami yang krempeng itu. Adil kan.

Karena Jokowi, Presiden kami, suka-suka kami cara mengurusnya. Kalau dia baik, kami puji. Kalau dia salah, kami kritik. Ngapain juga kalian ikut-ikutan nyinyir pada Presiden kami. Milih saja ngga. Urus saja, rumah tangga masing-masing. Kalau kami berdebat di rumah sendiri, jangan pula kalian ikut nibrung. Kami bisa menuduh kalian, orang asing yang mau mengintervensi tetangga.

Bahwa sekarang ini kami kritik Jokowi yang akan menyusun kabinet. Itu demi kebaikan kami. Suka-suka kami melakukannya. Itu hak kami, mengkritik Presiden kami sendiri. Tak perlu kalian ikut campur urusan negara kami.

Walaupun begitu, kami masih membuka pintu tobat. Bila kalian ingin kembali menjadi WNI. Dengan syarat. Tunduklah pada aturan hukum di negara ini. Hormati dan patuhi keputusan lembaga negara. Kalah dan menang dalam pertandingan apapun, sudah lumrah. Tinggal mengakui saja, kalau memang kalah dan tidak jadi pecundang. Setuju atau tidak setuju, kalian harus mengakui bahwa Jokowi adalah Presiden Indonesia periode 2014-2019. Bila itu dilakukan, kalian punya hak sebagai warga negara di sini, untuk melakukan kritik terhadap pemerintah, jika dianggap salah. Kritik dalam rangka perbaikan, bukan dengan maksud merusak.

Saya tidak memaksa, itu juga kalau kalian mau, menjadi bagian dari Indonesia. Tapi kalian harus konsekwen. Kita urus negara dan Presiden kita masing-masing. Dan sebagai orang asing, kalian tidak berhak nyinyir pada Presiden kami. Kalau kalian bilang juga, “kenapa juga kamu terus nyinyir pada Prabowo sampai hari ini”. ya jelas saja lah yau. Dia masih ada di Indonesia. Masih ada di negri kami. Ngapain juga ada disini, kalau setiap hari ngerecoki negara kami. Termasuk kader PKS, tidak lain tidak bukan, imigran Mesir.

Sudahlah, saya mau lanjut belajar lagi.



Catatan: maaf, komen ngga Rani bales. Rani lagi urus kuliah dulu, udah jarang buka blog kompasiana. Maaf ya bro, sist.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun