Peristiwa gempa dan tsunami yang terjadi di Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu telah mengundang rasa empati dan simpati dari para mahasiswa yang tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kelompok Mahasiswa Pecinta Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan Kembara Insani Ibnu Batutah (KMPLHK) RANITA UIN Jakarta. Untuk mewujudkan rasa empati itu, mereka tak hanya menggalang dana di kampus tetapi juga terjun langsung ke lokasi bencana sebagai relawan.
Pada 4 Oktober lalu, sebanyak empat anggota RANITA diberangkatkan ke Palu, Sulawesi Tengah, sebagai relawan. Acara pelepasan dilakukan di depan gedung Rektorat oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Yusron Razak. Keempat relawan itu adalah Abdurrahman Heriza (mahasiswa Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora), Lien Sururoh (mahasiswi Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi), Risma Tri Yurita (mahasiswi Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi), dan Iqbal Ramadhan (mahasiswa Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan). Mereka berada di Sulawesi Tengah untuk membantu penanganan bencana, khususnya di daerah yang terdampak cukup parah, seperti di kota Palu, Donggala, dan Sigi.
Dalam keterangan persnya kepada BERITA UIN Online di gedung Student Center, Senin (12/11/2018), Ketua Umum RANITA Ahmad Wildanul Akhyar mengatakan, keempat relawan pertama kali berada di Sigi, khususnya di Desa Silae, Kecamatan Silae. Di tempat pengungsian warga ini, mereka menyalurkan bantuan logistik berupa biskuit, makanan bayi, popok bayi, pembalut wanita, sarden, dan abon. Hal yang sama juga dilakukan di lokasi pengungsian lain, seperti di Donggala, Pantai Barat, Desa Bora, dan Desa Boladangko.
"Setelah itu, tim relawan menetap di Desa Namo, Kecamatan Kulawi, Sigi. Desa ini sangat terisolir dan belum terdapat satu pun relawan di sana," kata mahasiswa Jurusan Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan tersebut.
Wildan menuturkan, keberangkatan empat anggota RANITA ke Sulawesi Tengah merupakan amanah. Selain untuk menyalurkan bantuan masyarakat, baik dari perseorangan maupun lembaga, keempat relawan itu juga merasa terpanggil untuk menyalurkan bantuan tenaga dan keahliannya menangani bencana.
"Dari segi dana, alhamdulillah kami telah mendapat bantuan dari berbagai pihak. Hal itu dilakukan dalam bentuk penggalangan dana di kampus dan masyarakat selama hampir satu bulan," jelasnya.
Selama penggalangan dana itu, lanjut Wildan, pihaknya telah berhasil mengumpulkan sebanyak lebih dari 127 juta rupiah. Selain berasal dari warga sivitas akademika UIN Jakarta, dana juga berasal dari Arimal, Makapala, PMR SMK Pelita Ciampea, Iklima Ponpes Al-Rahma Banten, IRM Al-Mu'minun, Organisasi Pemuda Kampung Sengkol, Jakampus, PT Surya Abdi Sejahtera, Kembara, SMP Kabandungan, Wapala Gunsa dan The Ring SMAN 1 Gunung Sari, ISTN Sipil 82, MI Assaadah, Jakarta Outbond, Djavu, dan sebagian dari hasil konser amal bekerjasama dengan Himpunan Mahasiswa Jurusan Hubungan Tata Negara (HMJ HTN).
Berdasarkan hasil assessment tim relawan RANITA di lapangan, kebutuhan mendesak di pengungsian warga di Kabupaten Sigi, khususnya di Desa Namo, di antaranya berupa bangunan kamar mandi, tempat mencuci, kakus atau MCK serta alat penerangan. Program inilah yang kemudian menjadi prioritas penanganan tim relawan selama berada di lokasi.
Segera saja, tim relawan kemudian membangun tiga titik MCK dan pengadaan sebuah energi listrik yang bersumber dari tenaga surya. Menurut Wildan, khusus pembuatan panel listrik bertenaga surya, perangkatnya sebagian dibeli di Jakarta dan sebagian lagi di kota Palu.
"Panel dan lampu-lampunya dibeli di Jakarta, sedangkan baterai dan kabel dibeli di Palu. Semua perangkat itu kemudian dirakit sendiri oleh tim relawan," ungkapnya.
Di luar pengadaan tersebut, demikian Wildan, tim relawan juga melakukan trauma healing terhadap anak-anak korban bencana di lokasi pengungsian. Bahkan para relawan juga mendirikan sekolah darurat agar anak-anak dapat melangsungkan belajar mereka.