Diperjalanan pulang ke rumah, ia kembali mengingatkanku pada pemandangan pemulung dan pengamen di tempat bakso. “Kamu tau, apa yang mereka lakukan?” demikian pertanyaannya.
Saat itu aku menjawab, mereka bekerja sebab bagiku itu semua adalah profesi. Lalu ibupun memperkenalkanku tentang sulitnya bertahan hidup, tingginya persaingan bahkan ia bercerita betapa kotornya dunia kerja dibalik gedung yang megah itu. Pada saat tersebut ia memintaku untuk berjanji agar belajar dengan baik, bertumbuh jadi anak yang dewasa dan bijaksana agar kelak dapat menjadi manusia yang mandiri, berguna bahkan menjadi harapan atau jawaban bagi mereka yang kesulitan.
Ibu yang awalnya aku pikir menjadi jawaban segalanya bagiku, kini mulai terkikis sebab ia ingin aku bertumbuh menjadi rani yang sejati. Ibu selalu memastikan bahwa setiap anak tangga usia yang kunaiki dalam kondisi baik. Saat ini, aku telah menaiki anak tangga yang ke-23 dan aku kini semakin berjarak dengannya namun demikianpun aku sebagai pusat alam semestanya belum berubah. Ia tetap menjadi sosok ibu yang memperkenalkanku pada dunia, memberikan telinga yang selalu mendengar tanpa menghakimi dan juga ia selalu memberikan peluknya sebagai gua pertapaan bagiku disaat aku butuh waktu tenang.
Kau ibuku dan aku anakmu, Terimakasih.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI