Mohon tunggu...
Rani Febrina Putri
Rani Febrina Putri Mohon Tunggu... Lainnya - Fresh Graduate, Bachelor of Food Technology | Fiction Enthusiast |

Penyuka fiksi dalam puisi, cerpen, dan novel. Hobi belajar dari buku-buku yang dibaca, orang-orang yang ditemui, lagu-lagu yang didengar, dan tempat-tempat yang dikunjungi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Secarik Kertas Favoritku

21 Oktober 2023   21:21 Diperbarui: 21 Oktober 2023   21:28 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: unsplash.com/KateMacate

     Lampu-lampu menyala keemasan, temaramnya menghangatkan tubuhku, menggenapkan tempias dingin dari udara malam pukul tujuh setelah hujan reda. Pemandangan di hadapanku didominasi oleh pasangan-pasangan yang bermesra. Ada yang saling merangkul, ada yang hanya berpegangan tangan, atau sekadar bertukar pandang sambil menikmati sepiring nasi goreng. Sepertinya mereka merasakan kehangatan dari orang-orang terkasihnya, bukan seperti aku, yang hanya mengandalkan temaram sorot lampu di kafe ini sebagai penghangat alami.

     Di pojok ruangan yang tak terlalu luas ini, aku hanya berdua dengan laptop di depan mata yang masih menampilkan halaman microsoft word yang kosong. Hanya kursor spasinya yang terus berkedip, salah tingkah karena kupandangi lama. Akhirnya, orang ketiga dalam pertemuanku dengan si laptop pun datang. Dialah secangkir kopi lampung. Aroma khasnya sudah tercium saat seorang waiter melangkah ke arahku. Di nampannya ada sepiring kecil french fries yang dilengkapi saus sambal dan mayonaise. Namun aku tidak merasa memesannya.

     "Atas nama Kak Cerah?"

Aku mengangguk dan tersenyum.

     "Satu kopi lampung ya, Kak." Aku mengangguk lagi, sambil mengamati french fries yang masih terlihat garing, baru digoreng. Aromanya membuatku ingin melahapnya.

     "Oh iya Kak, ini ada french fries buat Kakak. Dari pengagum rahasia katanya. Selamat menikmati."

     Aku tertegun, salah tingkah. Waiter itu tersenyum kemudian beranjak kembali bekerja. Aku bertepuk tangan riang dalam hati sambil menyeruput kopi. Lalu aku menyadari ada secarik kertas di dekat piring french fries, agak terselip di bawahnya. Aku membukanya untuk memastikan apakah itu kertas penting atau bukan.

     Aku tidak tahu kau suka french fries atau tidak, tetapi setelah aku nekat memesan ini, aku akan tahu jawabannya, bukan?

     Aku tertawa kecil sambil memandangi waiter yang tadi mengantarkan itu padaku. Dia justru terlihat di meja barista, sedang sibuk di balik mesin espresso. Semua pegawai terlihat sibuk karena pengunjung kian ramai. Mungkin waiter tadi merangkap sebagai barista juga karena mereka kekurangan pegawai, pikirku. Aku terus mengamatinya, siapa tahu ada petunjuk siapa pengagum rahasiaku ini. Namun, nihil. Tidak ada gerakan mencurigakan dan aku tidak bisa mendengar setiap percakapan waiter itu dengan orang-orang yang ia ajak bicara.

**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun