Mohon tunggu...
Rani Cantika amelia
Rani Cantika amelia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Pendidikan Keluarga yang Masih Dianggap Remeh

16 Juni 2022   10:50 Diperbarui: 16 Juni 2022   11:08 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keluarga senantiasa disebut sebagai lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Cakupan makna "pertama dan utama" tidak hanya dalam dimensi waktu atau kronologis proses terjadinya pendidikan namun juga dalam dimensi tanggung jawab. Keluarga memegang peranan yang sangat penting dalam berlangsungnya proses pendidikan dan pembentukan perilaku anak yang sesuai dengan nilai karakter yang ada di dalam masyarakat. Nah tentunya orang tua memiliki peranan yang amat penting dalam memberikan pendidikan bagi anak-anaknya di dalam sebuah keluarga. Pendidikan keluarga, khususnya pendidikan anak tentunya membutuhkan peran orang tua yang sangat besar. Keterlibatan orangtua dalam pendidikan anak-anak terbukti memberikan banyak dampak positif bagi anak-anak dan pada perkembangan anak-anak tersebut banyak yang mencapai kesuksesan tatkala mereka menginjak usia dewasa dan terjun ke dalam dunia sosial yang sebenarnya.

Umumnya peranan pendidikan keluarga adalah agar anak-anak memiliki bekal dalam mempersiapkan perkembangannya kelak dalam kehidupan dengan masyarakat. Sebab,pada dasarnya manusia mempunyai keinginan untuk meningkatkan dan mengembangkan potensi sesuai dengan nilai karakter yang tumbuh bersama masyarakat. Implikasi nyata dalam kehidupan bahwa keberhasilan pendidikan karakter bukan terletak pendidikan di sekolah saja, namun yang lebih utama adalah terletak pada proses pendidikan dalam keluarga, karena anak lebih mempunyai banyak waktu berinteraksi dengan orang tua dibanding dengan guru di sekolah.

Nah dalam era revolusi komunikasi dan informasi sekarang ini sering dipertanyakan, masihkah lembaga keluarga memiliki peran yang demikian besar dalam proses pendidikan, atau apakah lembaga keluarga masih mampu memerankan fungsinya sebagai lembaga pendidikan sebagaimana diharapkan. Atau pertanyaan-pertanyaan sejenis, sekitar persoalan peran pendidikan yang bagaimanakah yang mesti ditunaikan oleh lembaga keluarga dalam era revolusi informasi dan globalisasi sekarang ini. Sementara kelembagaan keluarga sendiri juga mengalami metamorfosis, perubahan bentuk dan peran, di mana tidak lagi bentuk keluarga inti di mana ayah, ibu, dan anak-anaknya hidup dalam sebuah rumah (house) dan dalam sebuah rumah tangga karena tuntutan pekerjaan.

Proses pendidikan karakter anak dalam keluarga dapat dilakukan oleh orang tua tanpa harus mempunyai gelar khusus, sekolah, atau training khusus karena pendidikan di dalam keluarga berlangsung secara alami tanpa di rekayasa. Ada beberapa cara yang dapat diterapkan orang tua untuk melaksanakan pendidikan karakter bagi anak yaitu dengan menggunakan beberapa cara antara lain keteladanan, pembiasaan, nasehat dan hukuman serta motivasi terhadap anak. Ada bentuk motivasi lain yang dapat menjadi penyemangat anak, yaitu orang tua harus memperbanyak waktu untuk berkumpul dengan anak agar anak merasa selalu diperhatikan oleh orang tua, sehingga dapat menjadi sumber kekuatan bagi anak dalam mempelajari dan membentuk karakter sebagai identitas diri.

Betapa pun proses pendidikan telah diselenggarakan oleh berbagai lembaga pendidikan formal maupun non formal, secara sosio-historis kehadiran lembaga lembaga pendidikan profesional itu merupakan pengganti peran atas peran lembaga keluarga sebagai lembaga pendidikan yang utama tadi. Dengan demikian jelas dapat dikatakan lembaga pendidikan profesional itu menerima mandat dari lembaga keluarga untuk menyelenggarakan pendidikan bagi para anggota keluarga. Namun anak yang umumnya berusia antara 0 sampai 12 tahun sangat membutuhkan arahan, bimbingan dan tuntunan dari orang tua dalam menumbuhkan dan mengembangkan suatu dasar kepribadian yang seimbang, utuh dan selaras nilai-nilai kehidupan, sehingga anak tidak hanya mengetahui nilai karakter dalam masyarakat, tetapi juga mampu menerapkan nya dalam kehidupan sehari-hari.

Namun dalam prakteknya, pendidikan keluarga belum sepenuhnya dilaksanakan oleh para orang tua yang memiliki anak-anak di rumah. Banyak faktor mengapa kemudian konsep pendidikan di dalam keluarga yang seharusnya telah diberikan oleh orang tua, belum optimal dipraktikkan dalam kehidupan keseharian para orang tua dalam mendidik anaknya di rumah. Menurut pemikiran penulis faktor penyebab masalah tersebut adalah: 1) Kurangnya pengetahuan dan pemahaman para orang tua tentang kedudukan peran dan fungsi serta tanggung jawab para orang tua dalam hal pendidikan anak-anak di rumah. Kekurangan pengetahuan dan pemahaman bisa disebabkan tingkat pendidikan para orang tua yang rendah, akibat ketidakmampuan dalam penyelesaian sekolah. Hal ini dapat kita jumpai terhadap banyaknya anak-anak putus sekolah, meningkatnya angka pengangguran yang tidak terdidik, serta lemahnya persaingan dalam ranah tenaga kerja. 2) Lemahnya peran sosial budaya masyarakat dalam membangun kesadaran akan pentingnya pendidikan keluarga. Keluarga sering kali mengabaikan nilai-nilai edukasi di dalam ranah rumah tangga, dengan membiarkan anak-anak bermain dan bergaul tanpa kontrol, kurangnya perhatian tatkala ia sedang berkomunikasi dengan sesamanya. Sikap apatis sebagian besar para orang tua terhadap tata krama pergaulan anak-anak di lingkungan bermain. 3) Kuatnya desakan dan tarikan pergulatan ekonomi para orang tua dalam memenuhi tuntutan dan kebutuhan keluarga. Sehingga mengabaikan peran-peran sebagai fungsi dan tugas orang tua bahkan ada yang tanpa disadari, akibat tuntutan kebutuhan ekonomi mereka (ayah dan ibu) lupa akan tanggung jawabnya sebagai orang tua. Mereka tinggalkan anak-anak tanpa perhatian, bimbingan dan pendidikan sebagaimana mestinya. Dalam banyak kasus, di depan mata kita sendiri menyaksikan banyak anak tumbuh tanpa perhatian orang tua. Bahkan dengan menghela nafas dalam-dalam kita menyaksikan anak-anak telah dijadikan alat (objek) komersialisasi bagi orang tua untuk mendapatkan penghasilan (uang) untuk memenuhi kebutuhan keluarga. 4) Kemajuan arus teknologi informasi yang meluas turut pula mempengaruhi cara berpikir dan bertindak para orang tua. Misalnya perilaku instan dengan memberi fasilitas media yang tidak mendidik, membiarkan mengakses berbagai informasi tidak mendidik, baik melalui tayangan media televisi dan pengawasan (proteksi) yang tidak terkontrol, akibat ketidakpedulian para orang tua. Harus diakui galaunya para stakeholder di negeri ini menyaksikan banyaknya anak-anak tidak memperoleh perhatian yang besar dari para orang tua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun