Emosi dapat mempengaruhi penyesuaian sosial dan pribadi anak. Dampak ini bisa  berdampak positif maupun negatif bagi anak. Efek positif dari emosi adalah dapat digunakan sebagai bentuk komunikasi. Kita bisa mengenali emosi dan  pikiran anak hanya dengan melihat ekspresi wajah, bahasa tubuh,  dan suaranya. (Komunikasi Nonverbal). Memahami bahasa tubuh memungkinkan kita  memahami  pikiran, pikiran, tindakan, dan emosi anak. Bahasa tubuh yang dapat diamati meliputi  ekspresi wajah, pernapasan, rentang gerak, serta gerakan tangan dan lengan.
Dampak negatif emosi adalah mempengaruhi kinerja motorik dan aktivitas mental. Terlalu sering mengalami rasa takut dapat mengikis rasa percaya diri anak. Hal ini akan mengganggu aspek pembangunan lainnya.Emosi yang kuat dapat mempengaruhi kemampuan motorik anak. Anak yang terlalu gugup akan banyak melakukan gerakan-gerakan yang tidak terarah, sehingga dapat mengganggu kemampuan motorik anak bila hal ini terus menerus dilakukan. Emosi tidak hanya berdampak pada diri anak secara pribadi, namun juga dapat berdampak pada lingkungan sosial anak. Emosi dapat digunakan sebagai sumber evaluasi diri dan sosial.
Cara anak menangani emosinya sangat memengaruhi cara orang dewasa memperlakukannya, dan ini menjadi dasar evaluasi diri anak. Emosi dapat mempengaruhi pandangan hidup anak-anaknya. Peran anak dalam kegiatan sosial seperti:
- Keluarga, sekolah, dan masyarakat sangat dipengaruhi oleh perkembangan emosi.
- Kepercayaan diri, keamanan, atau ketakutan.
Tahap perkembangan emosi dimulai pada usia 6 tahun, anak-anak memahami konsep emosi yang lebih kompleks, seperti cemburu, bangga, sedih, dan kehilangan. Namun, anak masih  kesulitan  menafsirkan emosi orang lain. Pada tahap ini, anak membutuhkan pengalaman dalam pengaturan emosi, termasuk kemampuan mengendalikan dan  mengarahkan ekspresi emosi, menjaga perilaku  terorganisir ketika emosi kuat muncul, dan  dibimbing oleh pengalaman emosional.
Pada saat anak berumur 7 atau 8 tahun, perkembangan emosi mengarah pada internalisasi perasaan malu dan bangga. Anak mampu mengungkapkan secara verbal konflik emosional yang dialaminya. Seiring bertambahnya usia anak-anak, mereka menjadi lebih sadar akan emosi mereka sendiri dan emosi orang lain. Mereka mulai belajar memahami emosi orang-orang di sekitar mereka. anak usia 9-10 tahun. Anak mampu mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial, dan dapat merespon tekanan emosional yang dialami orang lain. Selain itu, anak mampu mengendalikan emosi negatif seperti rasa takut dan sedih.
Anak-anak mempelajari apa yang membuat mereka sedih, marah, atau takut dan belajar bagaimana beradaptasi untuk mengelola emosi tersebut. Pada tahap ini, anak belajar meredam  emosi negatif yang muncul dan kemudian mencari cara untuk menenangkan emosi tersebut. Antara usia 11 dan 12 tahun, anak-anak memiliki pemahaman yang lebih dalam tentang benar dan salah, norma, aturan, dan nilai yang berlaku di lingkungannya, dan mereka menjadi lebih fleksibel dan tidak terlalu kaku dibandingkan pada masa kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa penilaian dan aturan tentang apa yang benar dan salah dapat berubah tergantung pada situasi atau konteks di mana perilaku tersebut terjadi. Nuansa emosi mereka pun semakin beragam (Labudisari & Sriastria, 2018).
Sumber Refrensi :
Ismail, I. (2019). Perkembangan Kognitif Pada Masa Pertengahan Dan Akhir Anak-Anak. Jurnal Pendidikan Dasar Dan Keguruan, 4(1), 15--22. https://doi.org/10.47435/jpdk.v4i1.90
Karinta Ariani Setiaputri. (2022). Memahami Tahap Demi Tahap Perkembangan Kognitif Anak Usia 6-9 Tahun. Hellosehat.Com. https://hellosehat.com/parenting/anak-6-sampai-9-tahun/perkembangan-anak/perkembangan-kognitif-anak/
Labudisari, E., & Sriastria, W. (2018). PERKEMBANGAN EMOSI PADA ANAK SEKOLAH DASAR. Perkembangan Emosi Pada Anak Sekolah Dasar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H