Mohon tunggu...
Raniah Oktariza Imani
Raniah Oktariza Imani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengenal Proses Pembelajaran dalam Teori Behavioristik

20 September 2023   22:01 Diperbarui: 20 September 2023   22:18 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perilaku manusia dipelajari melalui teori behavioristik. Perspektif perilaku berkaitan dengan fungsi belajar dalam menggambarkan perilaku manusia yang disebabkan oleh rangsangan melalui hukum mrkanis yang dapat menghasilkan perilaku reaktif ataupun respon. Teori ini menjelaskan bahwa perilaku sepenuhnya diatur oleh hukum dan dapat diprediksi dan di tentukan. Kemudian teori ini memiliki pendapatnya sendiri bahwa orang yang terlibat dalam perilaku tertentu karena mereka mengasosiasikannya dengan imbalan sebagai hasil dari pengalaman sebelumnya. Seseorang mungkin menghentikan suatu tingkah laku karena perilaku tersebut belum diberi imbalan atau hadiah atau mungkin telah mengalami konsekuensi negative. Ini karena semua Tindakan, baik yang positif maupun yang negative itu semua merupakan proses dari belajar. 

Teori belajar behavioristik adalah pandangan yang memberikan penekanan pada tingkah laku manusia sebagai hasil dari interaksi antara rangsangan (stimulus) dan respon. Belajar dalam pandangan behavioristik merupakan sebuah bentuk perubahan yang dialami siswa dalam bentuk perubahan kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Selain itu, menurut teori ini meskipunakan terjadi perubahan secara mental pada individu setelah belajar, faktor-faktor tersebut tidak diperhatikan dan tidak dianggap sebagai hasil dari belajar dikarekanan dianggap tidak dapat diamati dan diukur. Untuk menerapkan teori ini, didalam proses pembelajaran atau Pendidikan lebih banyak menggunakan mekanisme penguatan. 

Asumsi dasar behaviorisme menekankan bahwa penelitian ilmiah berkaitan dengan perilaku yang dapat diamati dan diukur, sementara aspek-aspek internal seperti pikiran dan emosi dianggap tidak relevan. Teori behaviorisme menyatakan bahwa belajar terjadi melalui hubungan antara stimulus (rangangan) dan respons (reaksi), dan individu belajar untuk merespons stimulus tertentu dalam situasi yang sesuai. Penguatan positif (pemberian hadiah atau ganjaran) dan penguatan negatif (menghindari hukuman) memainkan peran kunci dalam pembentukan dan pemeliharaan perilaku. Selain itu, behaviorisme memusatkan perhatian pada lingkungan eksternal dan dampaknya terhadap tingkah laku, serta kemampuan individu untuk menggeneralisasikan atau mendiskriminasi respons dalam berbagai situasi. Perilaku dapat terbentuk melalui pembentukan respons yang diperkuat secara konsisten, dan respons dapat hilang melalui pemadaman ketika penguatan dihentikan. Terakhir, behaviorisme menganggap bahwa lingkungan memiliki peran utama dalam membentuk perilaku individu, yang dianggap sebagai produk dari pengaruh lingkungan mereka.

Asumsi-asumsi ini membentuk dasar bagi pengembangan teori dan pendekatan pembelajaran behavioristik yang berfokus pada pengamatan, pengukuran, dan pengubahan perilaku dari luar. Dalam asumsi dasar behaviorisme, individu cenderung belajar dan menunjukkan perilaku yang menghasilkan konsekuensi yang diinginkan dengan sedikit intervensi dari pihak lain jika konsekuensi tersebut dapat dicapai. Secara umum, perilaku banyak orang dipahami sebagai hasil dari pengalaman mereka dengan rangsangan-rangsangan dari lingkungan. Beberapa asumsi dasar behaviorisme dalam konteks belajar mencakup :

  • Perilaku orang sebagian besar merupakan hasil dari pengalaman mereka dengan stimulus-stimulus lingkungan yaitu perilaku manusia Sebagian besar dipengaruhi oleh pengalam mereka dengan stimulus-stimulud dari lingkungan. Beberapa tokoh dari teori ini berpendapat bahwa individu lahir seperti bagiakan "kertas kosong" tanpa kecenderungan bawaan untuk berperilaku tertentu, kecuauli dalam beberapa refleks sederhana.
  • Belajar dapat digambarkan dalam kerangka asosiasi di antara peristiwa-peristiwa yang dapat diamati-yaitu, asosiasi antara stimulus dan respons dapat dijelskan melalui belajar hubungan asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang dapat diamati yaitu asosiasi antara stimulus dan respon. Aspek-asoek internal seperti : pikiran, keyakinan, dan perasaan dianggap tidak dapat diamati oleh karena itu tidak dapat dipelajari secara ilmiah.
  • Belajar melibatkan perubahan perilaku yang muncul karena adanya pengalaman sebab belajar sebagai perubahan dalam berperilaku karena adanya pengalaman itu berubah-ubah dan hal itu yang menyebabkan tidak dapat dijelakan secara ilmiah.
  • Belajar cenderung terjadi ketika stimulus dan respons muncul bersamaan atau berdekatan dalam waktu. Hubungan stimulus-respons dikembangkan melalui kontiguitas atau kejadian-kejadian yang terjadi bersamaan.
  • Spesies hewan, termasuk manusia, belajar dengan cara-cara yang sama. Behavioris percaya bahwa prinsip-prinsip belajar yang ditemukan melalui pengamatan spesies hewan, seperti tikus dan merpati, dapat diterapkan pada pemahaman tentang bagaimana spesies lain, termasuk manusia.

Pengkondisian klasik dikaitkan dengan eksperimen Pavlov yang melibatkan anjing dan lonceng, dan teori ini menjelaskan bagaimana stimulus tertentu dapat memicu respons tertentu. Berikut ini adalah konsep-konsep utama dalam pengkondisian klasik menurut Ivan Pavlov:

  • Stimulus Tidak Bersyarat (Unconditioned Stimulus, US): Ini adalah stimulus yang secara alami dan otomatis memicu respons tertentu tanpa adanya pembelajaran sebelumnya. Contohnya, dalam eksperimen Pavlov, makanan adalah stimulus tidak bersyarat karena makanan secara alami memicu air liur pada anjing.
  • Respons Tidak Bersyarat (Unconditioned Response, UR): Respons yang secara alami muncul sebagai reaksi terhadap stimulus tidak bersyarat. Dalam contoh Pavlov, air liur yang mengalir pada anjing sebagai respons terhadap makanan adalah respons tidak bersyarat.
  • Stimulus Bersyarat (Conditioned Stimulus, CS): Ini adalah stimulus yang pada awalnya tidak memicu respons tertentu, tetapi setelah dipasangkan dengan stimulus tidak bersyarat, akan memicu respons yang sama. Dalam eksperimen Pavlov, lonceng adalah contoh stimulus bersyarat karena awalnya tidak memicu air liur, tetapi setelah dikaitkan dengan makanan, lonceng memicu air liur pada anjing.
  • Respons Bersyarat (Conditioned Response, CR): Respons yang muncul setelah stimulus bersyarat dipresentasikan. Dalam eksperimen Pavlov, air liur yang mengalir pada anjing sebagai respons terhadap lonceng yang berbunyi adalah respons bersyarat.

Hasil dari eksperimen Ivan Pavlov dalam mengembangkan teori tersebut yaitu stimulus yang telah dikaitkan dengan respon tertentu dapat digunakan untuk menggantikan stimulus alami dalam memunculkan sebuah respon yang diinginkan dan telah dikondisikan. Dengan demeikian, dalam konteks proses belajar, tingkah laku dan perilaku individu dapat dipengaruhi dan diukur melalui pengaturan serta manipulasi lingkungan (Conditioning Prosess). 

Sumber Refrensi : 

Eni Fariyatul Fahyuni, I. (2016). Psikologi Belajar & Mengajar. Nizamia Learning.

Jeanne Ellis Ormrod. (2008). Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang (Jilid I). Erlangga.

Muhammad Irham, N. A. W. (2017). PSIKOLOGI PENDIDIKAN (Teori dan Aplikasi dalam Proses Pembelajaran) (Rose Kusumaning Ratri (ed.); Edisi II). Ar-Ruzz Media.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun