Â
Judul: Sokola Rimba
Jenis Film: Drama Biografi Indonesia
Sutradara: Riri Riza
Skenario: Riri Riza
Berdasarkan: Sokola Rimba oleh Butet Manurung
Distributor: Miles Films
Durasi: 90 menit
Negara: Indonesia
Bahasa: Indonesia
Film berjudul Sokola Rimba hasil garapan sutradara Riri Riza merupakan sebuah film drama biografi Indonesia yang diangkat dari buku Sokola Rimba serta pengalaman Butet Manurung di Hutan Bukit Duabelas, Jambi, Sumatera.Â
Dirilis pada 21 November 2013, film ini dibintangi oleh Prisia Nasution dan Nyungsang Bungo. Film ini mengisahkan kisah nyata kehidupan Butet Manurung yang diperankan oleh Prisia Nasution, seorang wanita berdedikasi yang memutuskan untuk mengabdikan hidupnya kepada masyarakat suku anak dalam di wilayah Jambi.
Sebelum akhirnya memutuskan untuk mengajarkan baca tulis dan menghitung kepada anak-anak masyarakat suku dalam, atau lebih dikenal sebagai orang rimba,yang tinggal di hulu sungai Makekal di hutan Bukit Dua Belas. Ia sempat bekerja selama tiga tahun di sebuah lembaga konservasi di wilayah Jambi.
Hingga suatu hari Butet terserang penyakit demam malaria di tengah hutan, seorang anak tak dikenal datang menyelamatkannya. Nyungsang Bungo  nama anak itu, ia berasal dari Hilir Sungai Makekal. Yang jaraknya sekitar 7 km perjalanan dari  untuk bisa mencapai hulu sungai, tempat Butet mengajar.Â
Diam-diam Bungo telah lama memperhatikan ibu guru Butet mengajar membaca. Ia membawa segulung kertas yang berisi surat persetujuan orang desa untuk pengeksploitasian tanah adat mereka, karena pelaku eksploitasi yang tidak bertanggung jawab mengetahui bahwa suku pedalaman Rimba tidak mengenal baca dan tulis. Bungo ingin belajar membaca dengan Butet agar dapat membaca dan mengetahui isi surat perjanjian itu.
Pertemuan dengan Bungo berhasil menyadarkan Butet untuk memperluas wilayah kerjanya ke arah hilir sungai Makekal. Namun keinginannya itu tidak mendapatkan respon baik dari tempatnya bekerja, maupun dari kelompok rombong Bungo yang masih percaya bahwa belajar baca tulis bisa membawa malapetaka bagi mereka.Â
Namun melihat tekad Bungo dan kecerdasannya membuat Butet mencari segala cara agar ia bisa tetap mengajar Bungo, hingga malapetaka yang ditakuti oleh kelompok Bungo betul-betul terjadi. Butet terpisahkan dari masyarakat Rimba yang dicintainya.
Keunggulan film ini terletak pada isi filmnya, yaitu  dengan sifat menyadari bahwa masyarakat hutan membutuhkan  ilmu untuk menghadapi modernisasi yang dapat mengancam eksistensi mereka di kemudian hari, seperti halnya Butet Manurung yang berambisi untuk mendidik masyarakat hutan untuk belajar membaca, menulis, dan berhitung. Pengambilan latar film dan para aktor yang mampu memerankan perannya memberikan kesan yang sangat mendalam seolah-olah benar-benar terjadi.Â
Contohnya pada pemain utamanya yaitu Prisia Nasution berperan sebagai Butet Manurung yang bisa berinteraksi dengan suku pedalaman Rimba di Jambi dengan bisa berkomunikasi menggunakan bahasa Suku Rimba sendiri dan uniknya lagi pemeran utamanya sebagai lawan dari aktris Prisia Nasution berperan sebagai Butet Manurung adalah Nyungsang Bungo, sebagai anak asli pedalaman Rimba di Jambi beserta teman-teman lainnya.
Selain itu film ini juga mengandung banyak pesan moral yang bisa kita dapat. Seperti, meski dalam  perjalanannya ia  dianggap sebagai pembawa bencana karena mengajarkan hal-hal aneh ,khususnya membaca dan menulis.Â
Hal ini tidak menyurutkan semangat Butet untuk berjuang dan menyusun strategi menggagas edukasi kepada masyarakat Rimba akan pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai perjuangan, serta pengabdian memberikan ilmu yang tidak harus semua diperhitungkan dengan uang dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Kekurangan film ini hanya  terletak pada beberapa editing yang kurang rapi.
Terlepas dari keuggulan dan kelebihannya, melalui film ini kita tersadar betapa pentingnya akses pendidikan seperti baca-tulis dan berhitung harus menjadi dasar yang dimiliki oleh setiap orang Indonesia, baik yang ada di kota maupun di desa atau di pedalaman suku, seperti Suku Rimba yang ada di Jambi untuk menghindari terjadinya eksploitasi. Film Sokola Rimba juga bisa dapat evaluasi terhadap pendidikan di Indonesia.Â
Film ini menunjukkan  masih banyak anak-anak di Indonesia yang belum memiliki akses terhadap pendidikan yang memadai. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kemiskinan, jarak, dan budaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H