Ekspor negara Ekuador terbilang sangat tinggi terutama pada komoditas minyak bumi. Sebanyak kurang lebih 40% nilai ekspor Ekuador adalah dari penjualan bahan bakar mineral. Namun, tingginya angka tersebut justru menjadi kelemahan negara ini ketika harus menghadapi force majeure atau keadaan diluar kendali negara. Rendahnya variasi ekspor Ekuador menyebabkan negara ini hanya bergantung pada satu komoditas saja. Sehingga, ketika harga minyak dunia turun, penghasilan ekspor negara Ekuador semakin rendah. Bahkan turunnya pemasukan negara menyebabkan negara ini mengalami krisis pangan, sosial, hingga politik.
Ekuador merupakan negara yang bergabung pada organisasi internasional OPEC. Organisasi tersebut merupakan sebuah organisasi antar pemerintah yang menghimpun negara pengekspor minyak bumi terbesar di dunia. Walaupun negara Ekuador menjadi negara terkecil dalam organisasi tersebut, negara ini mampu mengekspor minyak hingga 167,400 barrel per hari. (detikfinance, 2019) Namun, pada tahun 2020 negara ini resmi mengundurkan dirinya dari organisasi tersebut. Pengunduran negara ini disebabkan oleh penurunan keadaan ekonomi yang berlanjut pada keadaan defisit fiskal negara Ekuador.
Ekonomi Ekuador cenderung mengalami penurunan. Dalam beberapa dekade, negara ini tercatat telah mengalami enam kali kebangkrutan. Turunnya ekonomi Ekuador secara signifikan disebabkan oleh tingginya pinjaman dana ataupun hutang Ekuador terhadap bank dunia. Parahnya angka defisit yang terjadi mengharuskan negara ini untuk berhutang demi stabilitas negaranya. Sumber dana yang memenuhi hutang Ekuador antara lain IMF, lembaga multilateral, bank dunia, dan bank pembangunan Antar-Amerika. Pinjaman tersebut awalnya merupakan upaya pemerintah dalam menutupi dana negara yang menipis. Namun, seiring berjalannya waktu, hutang Ekuador semakin bertambah hingga mencapai batas maksimum.
Tingginya hutang yang dimiliki oleh Ekuador tidak kunjung terselesaikan. Hal tersebut dipicu oleh faktor dalam negeri ataupun luar negeri. Faktor dalam negeri yang menyebabkan terhambatnya Ekuador dalam membayar hutang adalah korupsi, kebijakan yang kurang efektif, dan krisis berkepanjangan. Sedangkan faktor yang dipengaruhi dari luar negeri berupa kebijakan serta konsep ekonomi internasional yang merugikan negara Ekuador.
Kebijakan luar negeri yang sangat mempengaruhi keadaan ekonomi Ekuador adalah neo liberal. Kebijakan tersebut terinjeksi dari dorongan pemerintah Amerika Serikat. Pada tahun 1900-an, Negara Ekuador sempat dipimpin oleh presiden yang menganut paham neo-liberal. Negara Ekuador kemudian menerapkan kebijakan dan konsep tersebut dengan melakukan penghematan yang sangat tinggi. Di lain sisi, pasar bebas semakin digalakkan dengan bersandar kepada prinsip IMF dan Bank Dunia. Namun, kebijakan tersebut justru semakin memperburuk keadaan dalam negeri Ekuador yang berdampak pada inflasi besar-besaran.
Pemimpin Ekuador tercatat telah berganti selama 6 kali selama 4 tahun. (Yusuf Yan, 2022) Pergantian tersebut disebabkan oleh politik Ekuador yang juga mengalami pergejolakan. Hampir seluruh pemimpin yang menjabat sebelumnya terdeteksi melakukan korupsi. Sehingga, tingginya hutang saat ini merupakan hutang-hutang masa lalu yang masih belum terbayarkan.
Dana yang didapat dari hasil pinjaman ke negara lain masih belum bisa memperbaiki ekonomi negara Ekuador. Hal tersebut dipicu oleh tingginya kasus korupsi yang melanda negara tersebut. Dana yang seharusnya menjadi alat bagi Ekuador untuk memenuhi kebutuhan negara malah habis digunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Para pejabat negara hanya sibuk memenuhi kebutuhan mereka dengan uang hasil pinjaman ke negara lain. Mereka mengabaikan kepentingan negara dan justru memperburuk kebangkrutan Ekuador.
Pemimpin Ekuador terlalu lengah dengan kebijakan yang didesak oleh Amerika Serikat. Para elite berusaha menerapkan sistem ekonomi neo-liberal yang didorong oleh pemerintah AS. Namun, sistem tersebut kurang sesuai jika diterapkan di negara mereka. Terbukti saat Ekuador mengalami krisis, penghematan serta privatisasi perusahaan yang dilakukan sebagai upaya penanggulangan krisis tidak memberikan keuntungan. Justru mendorong negara tersebut semakin jatuh dan mengharuskan peminjaman dana kembali. Hal tersebut juga bertolak belakang dengan tingkat pengangguran masyarakat Ekuador. Sehingga, perkembangan dalam penerapan sistem tersebut hanya menambah kebangkrutan negara ini.
Upaya pemulihan ekonomi Ekuador sempat dilakukan melalui subsidi. Dengan menggunakan dana pinjaman, pemerintah menyalurkan bantuan subsidi bahan bakar kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah juga menerapkan kebijkan kenaikan gaji pekerja. Namun, kedua bantuan tersebut tidak menyelesaikan masalah ekonomi Ekuador. Pada kenyataannnya, penyaluran subsidi tidak dialokasikan secara tepat dan tidak meningkatkan produktivitas masyarakat. Bantuan yang diberikan pemerintah justru mendorong negara Ekuador semakin bangkrut. Karena kedua kebijakan tersebut hanya memberatkan pengeluaran negara.
Ekuador sempat mengalami kehabisan kas negara. Dalam menyikapi hal tersebut, pemerintah kemudian menghentikan pemberian subsidi kepada masyarakat. Pemerintah juga menetapkan kebijakan ekonomi yang menimbulkan kenaikan biaya hidup sebagai usaha perbaikan atas pemasukan negara. Namun, hal tersebut berdampak pada kenaikan harga bahan bakar dan seluruh harga barang di Ekuador. Peristiwa ini akhirnya menyulut rakyat untuk melakukan aksi demonstrasi atas kebijakan yang dirasa menyengasarakan rakyat. Mereka turun ke jalanan untuk menuntut pemerintah dalam  menanggulangi krisis ekonomi negara mereka.
Suasana politik yang tegang antara aparat pemerintahan dengan masyarakat menambah kekacauan dalam negeri. Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat menyebabkan kerusakan fasilitas umum yang ada di Ibu Kota Quito. Selain itu, aksi penjarahan juga dilakukan di berbagai bank dan pabrik minyak. Tindakan tersebut menyebabkan aktivitas ekonomi di negara tersebut menjadi terhambat. Bahkan industri perminyakan mengalami kerugian sebesar 78 ribu barel minyak yang kemudian memicu berbagai sektor perdagangan di Negara Ekuador dihentikan.