Kupungut puing-puing nan berserakan
Di tepi-tepi jalan
Menyusuri hingga ujung belokan
Hanya demi sesuap makanan
Tiadalah kumalu
Pada lampu yang berkerlap-kerlip dipinggir trotoar
Atau zebracross tempat penyebrangan
Pun jua kendaraan yang berlalu lalang
Justru kubahagia
Walau hidup sederhana
Setidaknya, aku 'tak menyusahkan mereka
Selagi halal, aku 'tak mengapa
Akulah si debu jalanan
Berusaha 'tuk membersihkan
Lingkungan yang berserakan
Sampah-sampah pencemaran
Akulah si debu jalanan
Yang Kau hina
Sebab, aku orang 'tak punya
Cemoohan; penuh makna
Akulah si debu jalanan
Mencoba hidup dari sampah
Asal 'tak menjadi sampah masyarakat
Memilah-milah pekerjaan; berujung pengangguran
Sungguh..
Siapa yang 'tak ingin hidup berkecukupan?
Bukankah kesuksesan tidaklah instan?
Butuh peluh nan perjuangan
Lebih baik kuhidup dari sampah
'Tak kenal lelah
Daripada menjadi sampah
Bersepah-sepah
Yah, akulah si debu jalanan
Yang menjadi cerita setiap perjalanan
Yang Kau anggap sampah
Yang menginginkan kesuksesan;
meski, tidaklah mungkin ataupun mudah.
Lampung, 23 September 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H