Mohon tunggu...
Rania Wahyono
Rania Wahyono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelancer

Mencari guru sejati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tradisi Kirab Pusaka dan Kebo Bule pada Malam 1 Suro di Keraton Kasunanan Surakarta

9 Juli 2024   14:37 Diperbarui: 9 Juli 2024   23:50 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-- Lima kebo bule Kiai Slamet yang menjadi penunjuk jalan dalam kirab Malam 1 Suro saat berada di depan Kori Kamandungan Keraton Kasunanan Surakarta, Rabu (19/7/2023). (Tribunsolo.com/Andreas Chris)

Di tengah arus modernisasi dan globalisasi, Keraton Kasunanan Surakarta tetap teguh mempertahankan kearifan lokal dan tradisi budayanya. Salah satunya adalah tradisi kirab pusaka dan Kebo Bule. Tradisi ini diselenggarakan setiap malam 1 Suro yang merupakan malam yang menandai masuknya tahun baru pada kalender Jawa.

Acara yang telah menjadi agenda wisata tahunan ini telah berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu dan dilaksanakan di Keraton Kasunanan Surakarta secara turun-temurun. Tradisi malam 1 suro ini menggambarkan keagungan budaya Jawa yang sarat akan simbolisme dan nilai-nilai luhur. 

Kirab pusaka dan Kebo Bule berlangsung dengan suasana sakral dan penuh khidmat yang digelar pada Minggu (7/7/2024) pukul 23.59 WIB hingga Senin (8/7/2024) dini hari. Sebanyak 7 ekor Kebo Bule menjadi ikon pada prosesi Kirab Malam 1 Suro.

Kirab Pusaka dan Kebo Bule Malam 1 Suro di Keraton Kasunanan Surakarta. Foto: Dokumentasi Pribadi/Kanjeng Roy
Kirab Pusaka dan Kebo Bule Malam 1 Suro di Keraton Kasunanan Surakarta. Foto: Dokumentasi Pribadi/Kanjeng Roy

Sejarah Peringatan Malam 1 Suro dan Asal Kebo Bule

Peringatan malam 1 Suro dimulai sejak abad ke-17, pada masa pemerintahan Sultan Agung dari Kerajaan Mataram. Pada masa itu Sultan Agung merubah penanggalan Saka yang merupakan penanggalan Hindu menjadi penanggalan Jawa sekaligus menetapkan 1 Suro sebagai awal tahun baru Jawa.

Perayaan ini juga merupakan keinginan dari Sultan Agung untuk menciptakan semangat persatuan di kalangan rakyat Mataram. Antara lain dengan menyatukan rakyatnya dari berbagai kalangan masyarakat Jawa untuk melawan Belanda di Batavia. 

Asal muasal kebo bule sendiri adalah hadiah dari Bupati Ponorogo, Kyai Hasan Beshari Tegalsari kepada Raja Pakubuwono II. Pemberian ini bersamaan dengan pusaka tombak Kyai Slamet, sehingga banyak yang mengenal Kebo Bule dengan sebutan Kebo Kyai Slamet.

Persiapan Kebo Bule diberi makan menjelang kirab. Foto: Dokumentasi Pribadi
Persiapan Kebo Bule diberi makan menjelang kirab. Foto: Dokumentasi Pribadi

Kerbau ini berwarna putih kemerahan seperti bule atau albino yang berbeda dari kerbau pada umumnya. Kebo Bule kemudian menjadi salah satu pusaka yang dimiliki Keraton Surakarta dan menjadi bagian penting dari berbagai upacara adat di keraton, khususnya dalam prosesi malam 1 Suro.

Sedangkan tradisi kirab pusaka malam 1 Suro di Keraton Kasunanan Surakarta, dulunya merupakan rutinitas Raja Pakubuwono X yang memerintah dari tahun 1893 hingga 1939. Setiap malam 1 Suro PB X mengelilingi keraton dengan kebo bule yang senantiasa mengikuti.

Jalannya Prosesi Kirab Malam 1 Suro

Prosesi kirab mulai meninggalkan gapura keraton. Foto: Dokumentasi Pribadi/Kanjeng Roy
Prosesi kirab mulai meninggalkan gapura keraton. Foto: Dokumentasi Pribadi/Kanjeng Roy

Warga Solo dan dari luar Solo telah memadati area Kori Kamandungan Keraton Kasunanan Surakarta sejak pukul 19.00 WIB, Minggu (7/7/2024). Terlihat begitu antusiasnya warga menantikan prosesi kirab malam 1 Suro padahal kirab baru dimulai pukul 23.59 WIB.

Prosesi Kirab malam 1 Suro dimulai dengan wilujengan di dalam Keraton Surakarta mulai pukul 21.00-22.00 WIB. Lalu dilanjutkan dengan mempersiapkan berbagai hal sebelum kirap pusaka malam 1 Suro berlangsung. 

Para abdi dalem khidmat mengikuti jalannya kirab. Foto: Dokumentasi Pribadi/Kanjeng Roy
Para abdi dalem khidmat mengikuti jalannya kirab. Foto: Dokumentasi Pribadi/Kanjeng Roy

Tujuh ekor kerbau Kyai Slamet menjadi cucuk lampah atau pengawal di barisan terdepan prosesi Kirab Pusaka Malam 1 Suro. Diikuti keluarga besar keraton Surakarta bersama abdi dalem dan para sesepuh keraton yang membawa pusaka. Peserta kirab laki-laki memakai beskap hitam lengkap atau busana Jawi jangkep. Sementara yang perempuan mengenakan kebaya hitam.

Tepat pukul 23.59 WIB, Raja Keraton Surakarta Paku Buwana (PB) XIII, didampingi permaisuri dan putra putrinya melepas peserta kirab yang jumlahnya lebih dari seribuan orang. 

Rute kirab sepanjang kurang lebih delapan kilometer. Dimulai dari Keraton Surakarta menuju Supit Urang, Jalan Pakubuwana, Gapura Gladag, Jalan Mayor Kusmanto, Jalan Kapten Mulyadi, Jalan Veteran, Jalan Yos Sudarso, Jalan Slamet Riyadi dan kembali ke Keraton Solo. 

Sepanjang rute kirab, di pinggiran jalan telah penuh dipadati oleh pengunjung. Bukan hanya warga lokal saja tetapi juga wisatawan domestik dan mancanegara yang ingin menyaksikan langsung keunikan perayaan kirab malam 1 Suro.

Selama kirab berlangsung, peserta kirab tidak mengenakan alas kaki, dilarang makan, minum dan berbicara ataupun bersenda gurau alias Tapa Bisu. Hal ini bertujuan untuk menjaga kesakralan dan konsentrasi dalam prosesi kirab ini. Selain itu juga sebagai perenungan diri atas apa yang sudah dilakukan selama setahun ke belakang.

******

Makna dari kirab malam 1 Suro adalah introspeksi untuk memperbaiki diri serta harapan untuk tahun mendatang yang lebih baik. Selain itu juga memohonkan doa keselamatan bagi diri sendiri, bagi keluarga, masyarakat dan doa untuk keutuhan keselamatan, ketentraman serta kedamaian Negara Kesatuan Republik Indonesia .

Tradisi Kirab Pusaka dan Kebo Bule pada malam 1 Suro tidak hanya menjadi momen sakral untuk introspeksi dan memohon perlindungan. Namun juga menjadi jembatan yang menghubungkan masa lalu dan masa kini. 

Dalam setiap langkah prosesi, terkandung pesan tentang pentingnya kebersamaan, menjaga hubungan harmonis antara sesama manusia. Masyarakat juga diingatkan akan pentingnya menjaga warisan budaya dan menghormati nilai-nilai leluhur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun