Mendengar nama tengkleng Solo, siapa yang tak kenal dengan legenda tengkleng Klewer Bu Edi. Salah satu kuliner khas kota Solo ini selalu menjadi destinasi favorit wisatawan maupun warga lokal Solo.Â
Tengkleng sendiri merupakan salah satu olahan kambing namun hanya diambil di bagian kepala, kaki, balungan atau tulang dan jerohan. Sekilas mirip dengan gule, tapi bedanya tidak memakai santan sehingga rasa kuahnya segar berwarna kuning dan beraroma khas dengan kondimen cabe rawit merah.
Awalnya Jualan Keliling
Usaha tengkleng ini sudah turun temurun dari generasi ke generasi. Saat ini dikelola oleh Sulistri yang merupakan generasi ketiga. Menurut Sulistri yang akrab disapa Mbak Tri, neneknya yang bernama Saliyem memulai usaha berjualan tengkleng dengan berkeliling di sekitar kawasan pasar Klewer sekitar tahun 1940-an.
Usaha ini kemudian diteruskan oleh ibunya Mbak Tri yaitu Ibu Ediyem. Pada tahun 1971 Bu Edi memutuskan untuk berjualan menetap di bawah Gapura Pasar Klewer. Dari situlah nama Tengkleng Klewer Bu Edi mulai dikenal orang yang kemudian menyebutnya sebagai Tengkleng Gapura Sar Klewer Bu Edi sampai sekarang.
Semenjak adanya peraturan yang melarang pedagang berjualan di bawah gapura Pasar Klewer akhirnya Tengkleng Bu Edi pindah di area parkir sebelah Masjid Agung Solo yang berjarak sekitar 400 meter dari Pasar Klewer.
Ketika masih berjualan di gapura pasar Klewer, tengkleng Bu Edi sudah ramai dengan pembeli. Apalagi di era sosial media seperti sekarang. Hanya dua sampai tiga jam setelah warung buka, tengkleng ini sudah ludes terjual.Â
Bahkan di hari Sabtu dan Minggu atau hari libur nasional tengklengnya habis lebih cepat. Tidak heran kalau dalam sehari bisa menghabiskan 60 kepala kambing, 70 kilogram tulang, 20 kilogram jerohan dan 25 kilogram daging yang bisa jadi 5 sampai 6 panci besar.
Harus Pakai Nomor Antrian dan Sabar MenungguÂ