Contohnya seperti penangkapan anak bos toko roti yaitu George Halim yang ditangkap karena terbukti melakukan penganiayaan dan intimidasi terhadap karyawannya. Pihak korban telah melaporkan kekerasan tersebut. Namun, aparat penegak hukum dalam menangani kasus tersebut sangat lamban dalam menyelesaikannya, hingga kasus tersebut viral baru aparat penegak hukum tersebut baru menyelesaikan kasus tersebut dengan puncaknya yaitu penangkapan pelaku.
Dari contoh kasus tersebut, keadilan sistem hukum indonesia sering dikesampingkan, hingga puncaknya terlalu mengandalkan media sosial sebagai penggerak utama keadilan untuk membawa risiko besar. Keberhasilan sebuah kasus tidak boleh diukur dari jumlah "like" atau "share," karena ini mengarah pada ilusi bahwa keadilan adalah sesuatu yang bersifat populer, bukan universal.
Selain itu, media sosial juga rentan terhadap manipulasi informasi, penyebaran berita palsu, dan eksploitasi kasus untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Membangun Sistem Hukum yang Lebih Kuat
Agar fenomena seperti "No Justice, No Viral" tidak menjadi norma, diperlukan reformasi mendasar dalam sistem hukum kita. Beberapa langkah yang perlu diambil meliputi:
- Peningkatan Transparansi: Institusi hukum harus lebih terbuka dalam memberikan informasi terkait perkembangan kasus, sehingga masyarakat tidak merasa perlu menggunakan media sosial sebagai alat pemantau.
- Mempercepat Proses Hukum: Memangkas birokrasi dan meningkatkan efisiensi penanganan kasus dapat mengurangi ketergantungan pada tekanan publik.
- Pendidikan Hukum untuk Masyarakat: Masyarakat perlu diberi pemahaman tentang mekanisme hukum yang ada, sehingga mereka dapat mempercayai proses formal tanpa harus mengandalkan media sosial.
- Penguatan Etika dan Profesionalisme Penegak Hukum: Aparat penegak hukum harus memastikan bahwa semua kasus ditangani dengan serius, tanpa memandang tingkat eksposur media atau tekanan publik.
Kesimpulan
"No Justice, No Viral" adalah cerminan dari ketidakpuasan masyarakat terhadap sistem hukum yang ada. Para penegak hukum sering kali mengesampingkan kewenangannya dalam melayani masyarakat untuk menegakkan keadilan sesuai dengan sistem hukum diindonesia. Hal tersebut menyebabkan pelanggaran kode etik profesi aparat penegak hukum,banyak kasus kasus yang dibiarkan begitu saja oleh aparat penegak hukum. Hal tersebut menjadikan ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum dalam menegakkan keadilan sesuai dengan sistem hukum diindonesia hingga  masyarakat berinisiatif memviralkannya kasus tersebut di publik dan akhirnya aparat penegak hukum baru membuka kembali kasus tersebut untuk menyelesaikannya. Dari beberapa kasus kasus yang meski harus diviralin terlebih dahulu, seharusnya aparat penegak hukum dengan wewenangnya harus meneggakkan keadilan sesuai dengan sistem diindonesia. Meski media sosial telah memberikan platform untuk mengangkat isu-isu penting, keadilan tidak boleh bergantung pada popularitas suatu kasus. Penegakan hukum harus dilakukan secara merata, transparan, dan independen, tanpa memandang apakah kasus tersebut viral atau tidak. Untuk itu, reformasi sistem hukum yang mendasar menjadi hal yang mendesak agar keadilan benar-benar dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, tanpa terkecuali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H