Di tengah maraknya penggunaan media sosial hingga lahirnya slogan "No Justice, No Viral" menjadi simbol ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum dalam menegakan sistem hukum yang sering kali dianggap lamban dan diskriminatif. Fenomena ini mencerminkan situasi di mana keadilan hanya terwujud ketika suatu kasus menjadi viral. Namun, benarkah hal ini menjadi solusi bagi ketidakadilan, atau justru menjadi bukti kegagalan sistem penegakan hukum kita?
Fenomena No Justice, No Viral
Slogan ini mengacu pada ketidakpuasan masyarakat yang merasa bahwa perhatian terhadap kasus-kasus tertentu, terutama yang melibatkan ketidakadilan, sering kali baru muncul setelah tekanan dari publik melalui media sosial. Contohnya, kasus kekerasan, pelecehan, atau penyalahgunaan wewenang kerap kali tidak direspons serius dikarenakan pelaku yang bersangkutan memiliki kedudukan yang lebih tinggi atau bisa saja pihak pelapor tidak memiliki kedudukan tinggi dan dikesampingkan laporannya  sampai terdengar oleh para masyarakat hingga bukti kejadian tersebut menyebar luas di dunia media sosial.
Viralitas di media sosial telah terbukti menjadi senjata yang efektif bagi masyarakat untuk mendorong respons cepat dari pihak berwenang. Sayangnya, hal ini menciptakan kesan bahwa tanpa sorotan publik, banyak kasus tidak akan pernah mendapat perhatian yang layak. Situasi ini memunculkan pertanyaan besar tentang integritas dan efisiensi sistem hukum kita.
Ketidakadilan dalam penegakan hukum merupakan salah satu masalah utama yang memunculkan ketidakmerataan perhatian terhadap kasus-kasus yang tidak viral.
Hal ini menyebabkan penurunan profesionalisme para penegak hukum
dalam menegakkan keadilan sesuai dengan sistem hukum yang ideal. Seharusnya para penegak hukum beroperasi berdasarkan prinsip keadilan, independensi, dan imparsialitas. Namun, ketika pihak berwenang hanya merespons kasus yang viral, profesionalisme mereka dipertanyakan. Hal ini mengarah pada asumsi bahwa tekanan publik lebih efektif daripada proses hukum itu sendiri, yang dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum. Di era sekarang ini media sosial sering kali menjadi arena "pengadilan publik," di mana opini masyarakat menggantikan proses hukum yang seharusnya. Dalam banyak kasus, tersangka telah dihukum secara sosial meski belum terbukti bersalah. Fenomena ini tidak hanya menciptakan ketidakadilan, tetapi juga melemahkan prinsip dasar bahwa seseorang tidak bersalah sampai terbukti di pengadilan.
Fenomena "No Justice, No Viral" juga menunjukkan adanya kelemahan mendasar dalam sistem hukum kita. Beberapa penyebab utamanya antara lain: Proses hukum yang lambat, Banyak kasus tersendat oleh birokrasi atau kurangnya sumber daya, sehingga masyarakat merasa tidak ada pilihan lain selain menekan pihak berwenang melalui media sosial. Kurangnya transparansi seperti minimnya akses informasi tentang perkembangan kasus sering kali membuat masyarakat beralih ke media sosial untuk mencari keadilan.
Ketidakpercayaan terhadap institusi hukum menyebabkan rasa tidak percaya terhadap keadilan sistematis mendorong masyarakat untuk mencari alternatif yang lebih efektif, meskipun itu melalui cara-cara informal seperti viralitas.
Peran Media Sosial Sebagai Harapan Keadilan
Media sosial memang telah menjadi alat yang ampuh untuk membongkar ketidakadilan dan memberikan suara kepada mereka yang sering diabaikan. Banyak kasus besar yang akhirnya terungkap berkat tekanan publik melalui platform digital.