Pertentangan batin yang terus-menerus lalu memprovokasi pikiran penulis untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi sesama. Akhirnya pada tahun 2000, penulis memutuskan meninggalkan comfort zone di perusahaan multinasional itu.
Memang tidak mudah mewujudkan impian. Padahal penulis telah mencoba macam macam usaha dan pekerjaan, seperti usaha parsel, membuat snack, rumah makan Padang, katering, ayam goreng model KFC, menjual bakso, usaha kantin mahasiswa, Tutor UT, semuanya tidak ada yang langgeng.
Petualangan membuka macam-macam usaha berakhir ketika penulis memutuskan untuk fokus mengembangkan masakan Rendang. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi keputusan tersebut. Pertama, belum ada yang memulai research & development (R&D) mengenai Rendang. Kedua, Rendang berasal dari daerah penulis. Ketiga, rendang merupakan masakan yang unik. Kempat, rendang memiliki tingkat kesulitan memasak yang tinggi. Kelima, ia disukai banyak orang. Terakhir, rendang memiliki economic value, functional value, dan cultural value.
Tahun 2010 penulis membangun Kitchen Lab di daerah Citayam, Depok. Lokasi lab berada di tengah kebun yang dikelilingi pohon pepaya, jambu, rambutan, jati dan mahoni. Tempat yang ideal untuk mencari ide dan inspirasi. Seperti lazimnya sebuah penelitian atau riset, hal pertama yang harus dilakukan adalah merumuskan masalah seputar masakan Rendang. Antara lain:
- Waktu yang dibutuhkan untuk memasak Rendang relatif lama (6 s/d 7 jam)
- Memiliki tingkat kesulitan yang tinggi
- Harga Rendang cukup mahal (rata rata per kg Rp250 ribu)
- Konsumsi Rendang masih terbatas sebagai pendamping makan nasi
- Daging Rendang umumnya keras
- Ditemukan banyak pihak menggunakan minyak jelantah untuk mempercepat waktu memasak Rendang
Dari rumusan masalah di atas, penulis menarik sebuah hipotesa bahwa bumbu Rendang instan (BRI) dapat memecahkan permasalahan seputar Rendang. Satu solusi menyelesaikan 5 macam permasalahan seputar Rendang.
Bumbu Rendang bukan hanya intinya Rendang, tetapi juga produk hulunya (Upstream Product). Suatu masakan tidak akan dinamakan Rendang apabila tidak ada bumbu berwarna hitam yang membalut daging. Warna hitam pada bumbu Rendang bukan karena hangus, melainkan akibat karamelisasi aneka bumbu, rempah, dan kaldu daging. Karamelisasi itulah yang menghasilkan kelezatan (Umami) pada masakan Rendang.
Setelah selesai merumuskan apa saja yang harus dikerjakan, saatnya “welcome to the jungle” . Tiada tersedia rumus yang dapat digunakan untuk menemukan formula BRI. Percobaan hanya mengandalkan intuisi dan trial-error.
Menemukan formula BRI pada kenyataannya lebih sukar dibanding menemukan jarum di tumpukan jerami. BRI yang akan dibuatkan formulanya itu belum berwujud. Semua hal yang mendefinisikan BRI itu, seperti bentuknya, warnanya, rasanya, harganya, cara membuatnya hanya ada dalam pikiran.
Bekerja di kitchen lab seringkali menimbulkan rasa frustasi. Sebabnya, pekerjaan lebih banyak dilakukan sendirian, melakukan hal yang sama berbulan-bulan, tidak diketahui kapan pastinya formula BRI akan ditemukan, kalau ketemu apakah laku di pasar, kesulitan dana penelitian, dan sebagainya. Godaan untuk berhenti di tengah jalan terkadang muncul. Jika hal ini mulai merasuk di pikiran, penulis akan berhenti dan meninggalkan lab . Waktu rehatnya sendiri bervariasi, antara sehari hingga seminggu. Setelah keadaan pikiran membaik, barulah penulis kembali ke lab.
Singkat cerita, titik terang pun tiba. Penulis menemukan formula dasar BRI setelah melakukan percobaan selama 7 bulan mulai bulan Januari sampai Juli 2011. Temuan itu penulis namakan SariRendang.
Kejadian ini menjadi momentum bagi penulis untuk mengembangkan produk Rendang. Karena Pada tanggal 21 September 2011 (dua bulan setelah BRI SariRendang ditemukan), situs berita CNN menobatkan Rendang sebagai makanan terlezat di dunia.