Berbelanja pun bisa menjadi aktivitas berpahala.
Kini, pandanglah.. Alangkah indah dan menawan gaun berbalut kepedulian kita tersebut. Selembar kebanggaan yang tak malu untuk dikenakan ber-silaturahmi di hari yang suci.
Akan menjadi berbeda halnya, jika opsi kita adalah produk asing. Ini bak tangan-tangan berjamaah yang berkontribusi membuka keran impor belaka. Walau tidak ada sanksinya, namun menjadi keputusan yang amat disayangkan.
Elaborasi di atas adalah manifestasi ketertarikan (interest) untuk mencintai produk dalam negeri.
Dimana pun cinta tak terpisahkan dengan kesetiaan. Dengan asumsi produk dalam negeri selalu menjaga mutu, dan bahkan tak berhenti berinovasi, maka produk nasional tersebut akan selalu terasa nyaman dikenakan. Kita akan jatuh cinta padanya, dari tahun ke tahun, tak berpindah hati ke alternatif lainnya. Kesetiaan adalah segel dan stempel tak berwujud atas cinta (desire).
Atas dasar tresna skala nasionalistik ini, pada gilirannya berbelanja produk tersebut tak berhenti hanya untuk sendiri, melainkan akan tumbuh afeksi untuk turut mengajak secara tutur-tinular, kepada orang-orang di sekitar, keluarga, teman, rekan kerja, tetangga, bahkan teman medsos kita di luar negeri. Pokoknya kepada semua orang, produk domestik kesayangan ini, kita beritakan ... dan promosikan.
Ajakan ini sebenarnya bisa dibaca sebagai representasi dari saling bahu-membahu dalam solidaritas di bidang perekonomian nasional.
Inilah pengejawantahan (action) atas rasa cinta.
Penjabaran di atas adalah mengenai empat tahapan dari gerakan cinta produk Indonesia, di mana prosesnya memang bersifat jangka panjang dan wajib dijaga kesinambungannya oleh seluruh lapisan masyarakat.
Ke-empat tahapan tersebut yakni:
- Menumbuhkan kesadaran / mawas diri (Awareness)
- Menimbulkan minat/ keinginan (Interest)
- Membangun rasa setia (Desire)
- Mengajak pihak lainnya (Action)
Selamat jelang Ramadhan. Selamat berbelanja. Selamat menjadikan produk lokal menjadi tuan di rumah sendiri.