Mohon tunggu...
Adol Frian Rumaijuk
Adol Frian Rumaijuk Mohon Tunggu... Jurnalis - Berjuang demi sesuap nasi

Jolma na pogos alai mamora di roha

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tim Kompak, Indonesia Sukses 2030

23 Maret 2018   12:25 Diperbarui: 23 Maret 2018   12:51 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Ikhwan-perbaungan.blogspot.co.id/2013/06/arti-warna-merah-dan-putih-pada-bendera.html

Saudara-saudara! Kita masih upacara, kita masih menyanyikan lagu kebangsaan, kita masih pakai lambang-lambang negara, gambar-gambar pendiri bangsa masih ada di sini. Tetapi di negara lain mereka sudah bikin kajian-kajian, di mana Republik Indonesia sudah dinyatakan tidak ada lagi tahun 2030.

Bung! Mereka ramalkan kita ini bubar, elite kita ini merasa bahwa 80 persen tanah seluruh negara dikuasai 1 persen rakyat kita, enggak apa-apa.

Bahwa hampir seluruh aset dikuasai 1 persen, enggak apa-apa. Bahwa sebagian besar kekayaan kita diambil ke luar negeri tidak tinggal di Indonesia, tidak apa-apa.

Ini yang merusak bangsa kita, saudara-saudara sekalian! Semakin pintar, semakin tinggi kedudukan, semakin curang! Semakin culas! Semakin maling! Tidak enak kita bicara, tapi sudah tidak ada waktu untuk kita pura-pura lagi.-------

Prediksi yang disampaikan Prabowo dalam sebuah video yang diunggah dari akun resmi Facebook Gerindra berdurasi 1 menit 18 detik ini, kini telah menjadi pembicaraan di negeri ini. Bahkan, pihak istana telah menanggapi pesan lewat jejaring itu. Presiden dan wakil presiden juga memberikan tanggapannya. Bahkan tokoh-tokoh di negeri ini memberikan tanggapan masing-masing, tentu sama dengan isu-isu lainnya, selalu pro dan kontra.

Hal itu jelas kita ikuti diberbagai media massa maupun media online dan elektronik lainnya. Ada yang meyakini hal itu menjadi sebuah kebenaran dan ada yang menyatakan itu menjadi sebuah fiksi seperti yang disampaikan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla. Masing-masing memiliki alasan untuk menguraikan maksud yang ingin disampaikan penulis dalam novel Ghost Fleet. Novel ini adalah tulisan fiksi ilmiah dari dua penulis asal Amerika Serikat, yakni Peter Warren Singer dan August Cole.

Sebagaimana dilansir tribunnews.com (22 Maret 2018 18:14), plot utama novel ini menceritakan perang antara 3 negara raksasa dunia, yakni Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok. Sementara gambaran hancurnya negara Indonesia di tahun 2030 sebenarnya bukan plot utama di novel ini.

Prabowo mengutarakan pidatonya tersebut ternyata bertujuan agar anak bangsa waspada. Menurut dia banyak sekali negara yang iri dengan sumber daya alam yang melimpah di Indonesia. Karena alasan ini juga sejak dahulu Indonesia dijajah, bukan menjadi negara yang menjajah. "Dan selalu kita didatangi dan kita dirampok udah ratusan tahun. Anda belajar sejarah kan Anda tahu kita pernah dijajah oleh Belanda? Anda tahu kita banyak mati merebut kemerdekaan? Mereka datang ke sini loh, mereka jajah kita, bukan kita jajah mereka. Kenapa mereka jajah kita? Karena kita kaya," kata dia lansir idmtimes.com.

Masyarakat awam juga menanggapi informasi ini, bahkan kini menjurus kepada upaya melakukan gerakan menggali di mana letak awal menuju tahun 2030 seperti disampaikan tersebut. Tentu, masa yang akan datang tidak telepas dari masa lalu dan hari ini. Apa yang kita lakukan pada masa lampau, maka kita ada pada hari ini, dan menjadi apa kita di tahun yang akan datang berangkat dari hari ini.

Negara Republik Indonesia telah merdeka sejak 72 tahun yang lalu, pembangunan terus terjadi. Di satu sisi, kekayaan alam ibu pertiwi sepertinya belum dikelola dengan baik. Bahkan belum maksimal untuk kekayaan dan kemakmuran segenap bangsa Indonesia. Bahkan, negara yang terkenal ramah terhadap negara-negara di dunia ini justru terlalu sering masyarakatnya tertinggal dilihat dari kekayaan alam yang tersedia. Bahkan, naasnya masih banyak putra-putri bangsa ini menjadi pengemis di negerinya sendiri.

Khususnya kekayaan sektor maritim atau kelautan yang melimpah ruah, dan kini menjadi perhatian presiden Joko Widodo. Dalam beberapa kesempatan juga disampaikannya bahwa poteni laut belum maksimal dimanfaatkan untuk kepentingan bangsa dan negara.

"Padahal, kekayaan kita ada di laut, sumber daya alam kita ada di laut," kata Presiden saat memberikan sambutan pada Puncak Budaya Maritim Pesta Laut Mappanretasi 2017 di Pantai Pegagan, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Minggu (7/5/2017) dilansir liputan6. Bahkan, diperkirakan sumber daya alam laut Indonesia memiliki potensi kurang lebih Rp 17 ribu triliun setiap tahun.

Laut menjadi salah satu sektor potensi kekayaan Indonesia. Tentu ini adalah incaran negara-negara yang miskin akan kekayaan alam. Bahkan, apakah kita sadar atau tidak, eksplotasi oleh negara lain terhadap sumberdaya alam kita terus berlangsung. Bukan maksud mencari siapa yang salah dalam proses ini, namun saatnya bangsa ini sadar agar kiranya apa yang diprediksi lewat cerita fiksi novel tersebut tidak bisa terjadi.

Tentu, bukan hanya presiden yang bertanggung jawab untuk hal itu. Presiden atau pemerintah tidak satu-satunya yang bertanggung jawab akan keselamatan, keberlanjutan negara ini. Namun pemerintah, masyarakat dan aparat seluruhnya menjadi tim yang solid untuk mengkawal negara ini mau kemana.

Presiden Joko Widodo sudah mulai dengan mempertahankan wilayah maritim, negara ini dikelilingi lautan bahkan luas lautannya lebih besar dari luar daratan. Tentu potensi terbesar ada di lautan, justru itu diselamatkan mulai dari sekarang.

Bukan saatnya kita menyalahkan pemerintah yang sedang berjalan. Namun kita turut mengkawal para pejabat kita juga yang membantu presiden agar tidak turut hanyut dalam korupsi yang kini menggerogoti bangsa ini.

Kini menurut penulis, negara ini sedang mengalami dua hal penyakit kronis. Pertama penyakit yang datang dari dalam, korupsi. Kemudian penyakit yang datang dari luar, narkotika.

Sayangnya, kini lembaga yang kita yakini mampu menyembuhkan penyakit internal itu, sudah menjadi sorotan. Dimana KPK masuk dalam ranah politik praktis dengan menyatakan bahwa 90 persen calon kepala daerah bakal tersangka, kemudian pada Senin (19/3/2018) Zumi Zola tampak menghadiri acara KPK bersama Pemerintah Provinsi Jambi bertajuk "Monitoring dan Evaluasi Rencana Aksi Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi di Provinsi Jambi". Sementara status Zumi Zola sebagai tersangka korupsi.

Kemudian terkait peredaran gelap narkoba yang sepertinya telah terskenario untuk diedarkan di Indonesia dengan sasaran generasi muda. Tentu dengan merusak generasi muda, beberapa tahun yang akan datang-mungkin 2030- bangsa ini akan menjadi bangsa yang hanyut dibawah pengaruh narkoba secara menyeluruh. Bukan saja beredar dengan narkotika langsung, namun juga dikombinasi dengan produk-produk makanan yang biasa dikonsumi anak-anak. Berbagai metode dilakukan untuk bagaimana narkoba sampai kepada generasi muda.

Menurut penulis, inilah yang akan mengakibatkan bangsa ini tenggelam di tahun 2030 yang disebutkan dalam fiksi itu, meski bukan flot utama pembahasan. Bangsa-bangsa di dunia tentu akan terganggu dan terdampak saat negara adidaya berperang.

Nah, kita tentunya harus melihat ini sebagai persoalan serius namun bukan dengan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Melainkan, kita harus sama-sama memikul dan mencari jalan keluar. Semua pengen jadi pemimpin, semua ingin berkuasa. Apakah kita sudah berpikir panjang untuk membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik?

Pernah saya berpikir, bahwa sesungguhnya mereka yang mengaku ingin menegakkan keadilan, membawa bangsa ini ke arah lebih baik saat kampanye politik, semuanya kosong belaka. Buktinya, ada yang sudah melakukan kecurangan sebelumnya, maju mencalonkan diri sebagai pejabat di lembaga-lembaga tinggi hanya untuk melindungi diri sendiri dari kesalahan yang sudah terjadi.

Tidak ada rasa malu, tidak ada rasa saling memiliki. Semua kepentingan golongan dan kelompok. Bangsa ini butuh rasa solider kita bersama, jika sudah tahu salah, janganlah mencari pembenaran diri, bahkan menyalahkan peradilan dan proses yang terjadi. Penipuan dimana-mana, bahkan tega menyalahkan yang benar hanya untuk pembenaran diri.

Kini, kasus e-KTP misalnya terus bergulir bahkan sudah semakin melebar ke orang-orang di sekitaran orang yang berpengaruh di negara ini. Keluarga mantan pemimpin-pemimpin di negeri ini. Memang ada praduga tak bersalah, namun apakah akan ada asap jika tidak ada api? #SaveNKRI #MariBerkarya

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun