Mohon tunggu...
Rangga Yudhika
Rangga Yudhika Mohon Tunggu... -

Hati seorang Indonesia, pecinta backpacker style dan fotografi\r\n...because life is a journey\r\nwww.ranggayudhika.wordpress.com\r\n@ranggayudhika

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Cerita Nge-backpack di Europe Trip

11 Februari 2011   02:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:42 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

First EUROPE backpacking Trip

Mayoritas first Europe trip selalu berkisar di negara-negara besar Eropa barat yang terkenal dengan romantisme, eksotisme dan kemegahannya. Sebut saya kota-kota semacam Paris, Amsterdam, Roma, Barcelona selalu menjadi top list trip Eropa.

Dengan kekuatan mimpi, usaha, dan iringan doa, kesempatan meraih mimpi yang sebelumnya begitu jauh serasa begitu dekat. Rasa berdebar, tidak percaya hingga merasa seperti berada di dunia mimpi begitu terasa. But, here is!!!!, rute first Europe backpacking trip saya dimulai dari London menuju Roma - Barcelona - Amsterdam - Den Haag - Rotterdam - Paris dalam waktu sekitar 2 minggu dengan budget trip alias solo backpacker style. Ya, solo backpacker, alias single traveler memang menjadi tantangan tersendiri untuk backpack di negeri orang yang jauh dari kampung halaman. Segala persiapan; tiket (budget airlines, euro bus, kereta dan airport transfer), hostel (saya selalu memakai www.hostelbookers.com sebagai prioritas), budget, mata uang dan tour-tour pun sudah di booked semuanya. Maklum sebagai pemegang paspor hijau, begitu sulit untuk mendapatkan stempel schengen visa Uni Eropa yang meliputi 27 negara. Print out rekening yang berisi sejumlah uang (sekitar 40euro dikali jumlah hari), travel insurance, itinerary, bookingan hotel dan tiket pesawat harus dilampirkan ke embassy yang dituju.

Penentuan embassy tujuan untuk pengajuan schengen visa didasarkan atas dua pertimbangan. Pertama, negara yang dikunjungi dengan jumlah hari terbanyak. Kedua, jika rata-rata jumlah hari terbanyak di tiap negara itu sama, maka pengajuan visa harus dilakukan di embassy negara yang akan dikunjungi pertama kalinya.

Biasanya menjelang liburan panjang terutama summer, appointment di embassy harus dibuat dari berbulan-bulan sebelumnya. Impian pun semakin padam ketika embassy Spanyol begitu sulit dihubungi. Phone booking appointment begitu menyita uang, dimana tak kurang dari 1 pound per menit harus dibayarkan untuk melakukan booking appointment. Uang saya pun terbuang hingga 100 pound karena beberapa kali telepon terputus dan harus mengulang pengisian data mesin recorder tersebut. Saya pun mengirim surat keluhan kepada embassy Spanyol dan hebatnya mereka merespon surat saya dan memberikan cek ganti rugi karena kesalahan sistem mereka. Tak begitu besar memang, tapi menunjukkan tingkat pelayanan yang begitu hebat. Coba di Indonesia, uang yang bukan milik mereka justru malah ditelan, apalagi uang yang memang harus masuk ke kantong mereka :) .

Akhirnya saya mencari celah lain, saya sedikit memindahkan itinerary saya, dimana Spanyol bukan lagi menjadi negara terlama yang saya kunjungi, namun saya cantumkan bahwa Belanda menjadi negara terlama yang saya kunjungi J (little white lie). Dan saya pun menghubungi embassy Belanda, dan surprisingly, ternyata disana tidak perlu booking appointment, sehingga saya bisa datang kapanpun. O ya, embassy Belanda memang terkenal dengan “kemurahan hatinya” dalam memberikan stempel visa Eropa :) .

Total biaya pengajuan visa berikut pos deliverynya adalah 53 pound atau sebesar 60 euro. Sedihnya, Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia ini harus disetarakan dengan Afganistan, Iran, Palestina, Oman, dan lainnya yang harus mengajukan visa dan membutuhkan proses sekitar 4 minggu. Bandingkan dengan penduduk Singapore, Malaysia, yang tidak memerlukan visa dan bebas pergi ke Eropa kapanpun mereka mau dan dapat tinggal selama 6 bulan. Indonesia? Boro-boro mendapatkan multiple entry, saya hanya mendapatkan single entry visa sesuai dengan jumlah hari yang saya ajukan. Nasib nasib....

Tapi Thx God, tetap bersyukur karena sekitar 3 minggu kemudian saya menerima amplop berisi paspor saya dan, ketika saya buka....HOREEEEEYYYYYYYYYY ada 1 halaman distempel schengen visa!!!!!!!!

Getting close banget rasanya. Ibarat mimpi yang menjadi kenyataan, saya siap “living in my dream”.

*Life is a journey www.ranggayudhika.multiply.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun