Sejak 17 September 2021 yang lalu, Selasar Sunaryo Art Space Kota Bandung telah mengadakan dua pameran yang bertajuk kepada kearsitektural.Â
Pada pameran seni "Ekuilibrium: Karya dan Pikiran" menampilkan perjalanan artistik Rita Widagdo yang bisa dilihat melalui patung, maket, dokumentasi, dan pernyataan-pernyataan yang melatari proses berkaryanya. Karena tidak banyak seniman seperti Rita yang secara jenih dapat menjelaskan dan memaparkan prinsip seni dan proses kreatifnya. Ekuilibrium bukan hanya merujuk pada pencapaian estetik Rita, namun juga merepresentasikan keseimbangan dalam berpikir dan berkarya serta perannya sebagai seniman dan pengajar.Â
Pada dasarnya karya-karya Rita adalah upaya mewujudkan kualitas-kualitas tak kasat mata yang didapatnya dalam proses berkarya. Kualitas-kualitas tersebut merupakan hasil dari penjelajahan akan sifat yang paling tipikal atau watak paling khas dari realitas di sekelilingnya. Proses kreatif ini merupakan bentuk penghayatan serta perenungan terhadap alam dan manusia. Karya Rita dengan demikian menyampaikan getaran batin pembuatnya, di mana pengalaman dan kepekaan pengamat yang akan membawa pada pemahaman terhadap yang sublim.Â
Perjalanan kekaryaan Rita ini merupakan proses yang meskipun tidak linear namun menandakan perkembangan estetik. Pencapaian estetik Rita dicapai melalui konsistensi dan intensitas dalam berkarya. Ini dapat dilihat melalui maket yang dalam cara kerja Rita dianggap istimewa dan sangat penting. Hampir semua maket dibuat sendiri oleh Rita dengan sangat teliti, presisi dan rapi.
Sedangkan pada pameran "Berburu dan Berguru" berusaha untuk mengupas hasil kerja Rumah Asuh selama 13 tahun masa berdirinya setelah didirikan oleh Yori Antar. Dokumentasi yang dibuka, penjelasan tipe proyek yang mereka kerjakan, serta tiap individu yang berada di balik kerja YRA, dapat anda temukan tercetak di antara materi pameran ini. Kerja Rumah Asuh, adalah kerja yang tidak lazim di Indonesia, hari-hari ini.Â
Mungkin, beberapa akan menyebut kerja ini sebagai kerja "preservasi" atau upaya "penyelamatan". Namun dalam kerangka berpikir seperti ini, ada yang tersirat bahwa mereka yang "dipreservasi" dan "diselamatkan" adalah mereka yang tidak berdaya, telah tersesat, atau benar-benar tidak memiliki kemampuan apapun lagi untuk bisa memperbaiki diri mereka sendiri.Â
Lewat Rumah Asuh, Yori Antar kemudian menemukan formula untuk mengkolaborasi daya dari berbagai pihak, agar kebudayaan-kebudayaan ini dapat berlanjut dan berkembang mengikuti alam kehidupan masa kini. Cara-cara yang efektif dan efisien bukan hanya untuk melanjutkan dan mendokumentasikan kebudayaan-kebudayaan ini, namun juga untuk menghadirkan kembali yang telah hilang.