Seuntai essay yang bertajuk "Prakarsa Perubahan Wujudkan Pelajar Berakhlak Mulia" ini lahir dari kegamangan penulis dalam melihat kondisi akhlak pelajar saat ini. Seperti yang telah diberitakan pada sejumlah Media Mainstream Nasional beberapa waktu lalu, sejumlah pelajar menendang nenek hingga tersungkur di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Kemudian, jagad dunia maya pun dihebohkan kembali dengan beredernya video pelajar SMP di Sidoarjo yang mengamuk saat ditilang oleh polisi. Belum lagi, tawuran antar pelajar ataupun kenakalan-kenakalan remaja yang lainnya.
Peristiwa-peristiwa ini sungguh memprihatinkan dan menambah deretan problem yang harus dijawab oleh peran pendidikan di Indonesia. Pasalnya, pelajar merupakan aset yang sangat penting dalam tonggak peradaban bangsa di massa mendatang.
Berangkat dari permasalahan tersebut, tentunya transformasi pendidikan di Indonesia sangat perlu dan penting dilakukan. Hal itu sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila yang mengusung dimensi Beriman, Bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Berakhlak Mulia.Â
Pendidikan yang baik, akan melahirkan bangsa yang unggul, tangguh dalam menjawab problema zaman. Lebih lanjut, untuk menyongsong pendidikan Indonesia yang Berakhlak Mulia tentunya diperlukan berbagai usaha untuk mencapainya. Sinergitas antar semua pihak harus dilakukan. Selain itu, komitmen, kesadaran untuk bekerjasama harus ditumbuhkan. Jadi, untuk mencapai pelajar yang Berakhlak Mulia bukan hanya menjadi tugas sekolah. Namun, juga menjadi tugas orang tua dan lingkungan siswa itu berada.
Seperti yang telah dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara dalam pidato sambutannya di Universitas Gadjah Mada, 7 November 1956 silam, yang berbunyi:
"Tentang pengertian "keluarga" yang baru saja saya singgung sebagai lingkungan yang melindungi keselamatan dan kebahagiaan anak-anak dalam hidup kebudayaannya, perlulah di sini diketahui, bahwa di dalam sistem Tamansiswa hidup keluarga itu mendapat tempat yang luhur dan istimewa. Sebagai masyarakat yang paling kecil namun yang paling suci dan murni dalam dasar-dasar sosialnya, lingkungan keluarga itu merupakan suatu pusat pendidikan yang termulia.Â
Cinta kasih, semangat tolong-menolong, rasa kewajiban berkorban dan ikut bertanggungjawab dan lain-lain, pendek kata segala unsur-unsur dari budi sosial dan kesusilaan dalam sifat-sifat pokoknya terdapat di dalam hidup keluarga.Â
Selain itu, seperti sudah disinggung di atas, lingkungan keluarga inilah yang meneruskan segala tradisi, baik yang mengenai hidup kemasyarakatan, keagamaan, kesenian, ilmu pengetahuan dan lain-lain unsur daripada budi kesusilaan. Berpisahnya anak-anak dengan keluarganya berarti kehilangan tuntunan ataupun pedoman, untuk laku hidupnya dan membahayakan keselamatan dan kebahagiaannya sebagai manusia yang susila dan bertanggungjawab.Â
Tak usah saya jelaskan di sini, bahwa menurut statistik secara modern dapat dibuktikan, bahwa kejahatan-kejahatan kriminal sebagian besar dilakukan oleh orang-orang yang tidak mempunyai hidup kekeluargaan dan atau berasal dari keluarga yang rusak kesusilaannya."
Jika dilihat dari pesan yang disampaikan Ki Hadjar Dewantara tersebut, keluarga dipandang menjadi salah satu faktor yang sangat menentukan tumbuh kembang anak untuk mencapai akhlak yang mulia. Sebuah inisiatif prakarsa perubahan ini harus dimaknai secara komprehensif antar pihak sekolah dengan keluarga siswa-siswi atau wali murid.Â