Pesta agung olahraga dunia selalu identik dengan eksploitasi maskot. Tengok saja bagaimana Rusia menggunakan Zabivaka yang seekor serigala sebagai maskot Piala Dunia 2018 lalu. Kemudian ada Brasil yang bereksperimen dengan satwa hybrid (kucing, burung dan monyet) pertama mereka bernama Vinicius sebagai maskot Olimpiade Olahraga Musim Panas 2016 Rio de Janeiro, Brasil.
Seperti halnya dua walimah akbar olahraga dunia tersebut, Asian Games juga memanfaatkan maskot. Eksploitasi maskot itu sendiri sejatinya adalah sebagai perantara demi menggaungkan mantra-mantra kearifan domestik negeri tuan rumah. Oleh sebab itu, maskot-maskot yang dipilih untuk tampil jelas mempunyai makna atau simbol yang mendalam seperti perjuangan, kebanggaan dan tentunya solidaritas.
Sepanjang sejarah perhelatan Asian Games, penggunaan maskot pertama kali dikenalkan pada edisi ke-IX di New Delhi, India pada tahun 1982. Ketika itu, karakter gajah India yang dinamai Appu menjadi maskot perdana Asian Games. Dan sejak itu, berbagai jenis maskot terus digunakan hingga masa kini.
Asian Games 2018 Jakarta - Palembang sendiri memiliki tiga maskot yang masing-masing merepresentasikan satwa terancam punah. Mereka antara lain, Bhin Bhin yang seekor burung cendrawasih (Paradisaea apoda) asal tanah Papua, Kaka seekor badak bercula satu (Rhinoceros sondaicus) yang datang dari Jawa dan Atung yang seekor rusa bawean (Axis kuhlii) asal Pulau Bawean, Kabupaten Gresik.
Selain melambangkan kebhinekaan secara keseluruhan, maskot-maskot itu memiliki maknanya masing-masing. Bhin Bhin mewakili 'kecerdasan,' Kaka merepresentasikan 'kekuatan,' sementara Atung diberi kepercayaan sebagai simbol 'kecepatan.'
Asing di tanah sendiri
Dari ketiga satwa asli nusantara yang menjadi maskot itu, cendrawasih dan badak bercula satu merupakan yang paling termahsyur di Indonesia. Hal itu bisa diketahui dari buku-buku pelajaran sekolah tentang satwa-satwa endemik nusantara. Sementara rusa bawean, hampir tidak ada yang tahu, bahkan di daerah habitat endemiknya sendiri di Kabupaten Gresik.
Sejatinya, rusa bawean ini telah masuk sebagai satwa dilindungi sejak tahun 1931 melalui Ordonansi dan Undang-undang Perlindungan Satwa Liar No. 134 dan No. 266 Tahun 1931 oleh perintah kolonial Belanda. Status dilindungi rusa bawean akhirnya diperkuat dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999.
Pemkab Gresik sendiri sejatinya sudah berupaya mengembangkan destinasi pariwisata di Pulau Bawean. Namun, melalui Dinas Pariwisata, upaya Pemkab mempromosikan destinasi wisata di Pulau Bawean terganjal status kawasan. Soalnya, terdapat undang-undang yang menyebut kawasan suaka margasatwa dan cagar alam dilarang diubah strukturnya.
Itu artinya, tumbuh kembang flora dan fauna liar di dalamnya harus dibiarkan berkembang secara alami. Pengelolaan kawasan suaka tersebut juga berada di bawah kewenangan Kementerian Kehutanan melalui Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA). Di samping itu, bagi para wisatawan yang berniat berkunjung, harus mengantongi Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (Simaksi).
Hal-hal tersebut bisa dimaklumi mengapa rusa bawean justru asing di rumahnya sendiri. Walau demikian, bagi para wisatawan yang hendak melihat rusa bawean secara langsung, bisa mengunjungi penangkaran khusus rusa bawean di Desa Pudakit, Kecamatan Sangkapura. Namun, seperti yang disebutkan sebelumnya, ongkos menuju ke sana cenderung mahal.
Gresik itu bukan Atung
Selain itu, Gresik juga tersohor sebagai Kota Pudak karena kuliner khasnya. Sego Krawu yang banyak dijual itu juga berasal-muasal dari Gresik. Tak hanya itu, Gresik juga termahsyur sebagai Kota Industri. Betapa tidak? Kabupaten yang memiliki semboyan Satya Bina Kertaraharja (Teguh Membangun Kesejahteraan) ini adalah tempat bagi empat badan usaha milik negara (BUMN) raksasa.
Dengan predikat-predikat di atas, Gresik yang berbatasan langsung dengan ibu kota Jawa Timur, Surabaya itu tidak pernah dikenalkan maupun disebut secara luas sebagai rumah dari rusa bawean. Belakangan, dengan terpilihnya rusa bawean sebagai maskot Asian Games, warga Gresik, khususnya Pemkab, buru-buru mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari kawanan rusa bawean.
Pergerakan tanpa bola si Atung
Kabupaten Gresik sendiri sebetulnya juga dikenal sebagai kota dari dua klub sepak bola terkenal. Mereka antara lain Persegres dan Petrokimia Putra. Klub yang disebut terakhir bahkan diketahui menggondol gelar juara Liga Indonesia tahun 2002. Namun tragis, setahun kemudian, Petrokimia Putra terdegradasi. Pada tahun 2005, baik Persegres dan Petrokimia Putra sepakat bergabung dan menjelma jadi Gresik United (GU).
Saat GU masih mampu bersaing di liga tertinggi nasional, setiap Ultrasmania dengan bangga menyeru Kebo Giras sebagai julukan tim kesayangan. Asal muasal julukan tersebut bisa ditelusuri jejaknya pada masa lampau melalui lambang kebesaran Kerajaan Blambangan (1536--1580) yang berwujud kerbau.
Demi melancarkan dakwah agama sekaligus menghormati Kerajaan Blambangan yang ketika itu memeluk agama Hindu, Sunan Giri kemudian mendirikan sebuah pondok pesantren yang disebut Kebo Mas. Berabad-abad kemudian, Kebo Mas menjadi Kecamatan Kebomas. Demi bal-balan, Kebomas pun dicomot jadi Kebo Giras.
Kini, Gresik United kembali berlaga di Divisi Utama, setelah terdegradasi dari kasta tertinggi Liga Indonesia pada tahun 2017 lalu. Lambat laun, pekik kebanggan Kebo Giras sudah tak terdengar gaungnya lagi.
Kemudian muncul si Atung dari Negeri Bawean. Ia lantas dipercaya membawa wangi nama Gresik di pentas dunia. Walau tak sepopuler saudara tuanya si Kebo Giras di kampung halaman, Atung tetap tabah menuliskan kisahnya sendiri. Kini, namanya menggema di segala penjuru nusantara sebagai salah satu tridente bersama Bhin Bhin dan Kaka. Niscaya, dalam beberapa tahun mendatang, akan ada klub sepak bola asal Gresik yang berminat memilih Kancil Giras sebagai julukan.
Representasi kehidupan sosial warga Gresik
Rupanya, perilaku tersebut bak cermin dari perilaku sosial warga Gresik. Walau menyandang gelar Kota Santri, Gresik juga merupakan surga dunia warung kopi. Lebih-lebih, kabupaten berpenduduk 1,3 juta jiwa ini dijuluki Negeri 1001 Warung Kopi. Padahal, Pemkab Gresik sendiri merilis data sebanyak 4.700 warung kopi yang beroperasi tersebar di seluruh penjuru daerah. Mestinya, Gresik dijuluki Negeri 4. 700 Warung Kopi.
Malam hari adalah waktu yang paling spesial bagi warga Gresik. Betapa tidak, baik tua-muda, laki-perempuan tumplek blek di warung-warung kopi. Mereka tampak sangat haus hiburan. Setiap kali ada penayangan langsung olahraga yang melibatkan bendera kebangsaan merah-putih, baik itu sepak bola, badminton maupun bola voli, bisa dipastikan warung-warung kopi dijubeli pelanggan.
Terakhir, ketika timnas sepak bola Indonesia sukses mengalahkan Taiwan di laga perdana pada Minggu (12/8/2018) malam hari itu, Wong Nggersik tak alpa mendukung timnas Garuda via layar kaca.
Atung effect
Tengok saja warga RW 06 Perum Bhakti Pertiwi Wetan yang dengan 'segera' menghias kampung mereka dengan pernak-pernik Asian Games. Kemudian ada perajin songkok asal Gresik yang dengan 'deras' mendulang rezeki setelah hasil karya produksinya dipesan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Mujarabnya mantra "Kecepatan" Atung sebagai maskot Asian Games tak lantas surut di situ. Beberapa sekolah dasar di Gresik pun diketahui tejangkit guna-guna yang disebarkan Atung tersebut. Sekolah-sekolah itu pun dengan 'gesit' memanfaatkan momentum Asian Games untuk menyuarakan kebanggan mereka melalui pawai peserta didik masing-masing.
Selain itu, muncul pula secara 'viral' gerakan#SaveAtung di berbagai berita, website hingga media sosial. Walau pun tak berbicara soal Asian Games, #SaveAtung tetap menjadi kata pamungkas.
Energy of Gresik to Energy of Asia
Sementara itu, menurut data terakhir BBKSDA tahun 2016, tercatat hanya sebanyak 303 ekor rusa bawean yang hidup di alam liar. Yang semakin membuat miris, jumlah populasi itu diklaim terus menurun. Dengan kepungan asap hitam pekat yang terus muntah dari cerobong raksasa, tidak ada kata terlambat untuk mendukung pelestarian rusa bawean.
Semoga dengan jadinya Atung sebagai salah satu maskot Asian Games, ia mampu mengampanyekan solidaritas demi mendukung suksesnya kontingen Indonesia pada pesta akbar olahraga terbesar di Asia, sekaligus mengampanyekan pelestarian satwa terancam punah.Â
Atung, dari Gresik demi Indonesia, kepada Asia, untuk dunia. #SaveAtung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H