Mohon tunggu...
Valerian Rangga Pradipta
Valerian Rangga Pradipta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Disonansi Kognitif dalam Upaya Mempersuasi Orang Lain

24 September 2023   03:22 Diperbarui: 24 September 2023   06:35 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada situasi di mana kita harus membuat keputusan. Mulai dari keputusan sederhana seperti memilih makanan hingga keputusan yang lebih kompleks seperti memutuskan karir, proses pengambilan keputusan adalah bagian tak terhindarkan dari eksistensi kita. Di balik proses ini, terdapat fenomena psikologis yang menarik yang dikenal sebagai "disonansi kognitif," yang memainkan peran penting dalam cara kita memahami dan merespons keputusan-keputusan kita.

Disonansi kognitif adalah suatu keadaan ketidakcocokan atau konflik dalam pikiran seseorang. Ini terjadi ketika seseorang menyadari ada ketidaksesuaian antara keyakinan, sikap, atau pengetahuan mereka. Dalam situasi ini, seseorang akan merasa tidak nyaman dan tertekan, dan mereka akan mencari cara untuk mengurangi ketidaksesuaian tersebut. 

Salah satu pemahaman dasar mengenai disonansi kognitif adalah bahwa ketidaknyamanan yang timbul akibat disonansi ini mendorong individu untuk mengambil tindakan untuk menguranginya. Dalam hal ini, individu merasa tidak nyaman dengan konflik internal mereka dan mencari cara untuk memperbaikinya atau meredakan perasaan ketidakcocokan.

Bagaimana Teori Disonansi Kognitif berkaitan dengan upaya mempersuasi orang lain. Ketika kita mencoba mempengaruhi orang lain untuk menerima pandangan atau tindakan tertentu, kita seringkali menghadapi tantangan dalam bentuk resistensi atau penolakan. Dalam hal ini, pemahaman tentang disonansi kognitif dapat membantu kita memahami mengapa seseorang mungkin menolak pesan atau ajakan kita.

Contoh Sederhana,  bayangkan saya berusaha untuk meyakinkan seorang teman untuk mengurangi konsumsi makanan cepat saji karena dampak negatifnya terhadap kesehatan. Saya memberikan informasi yang kuat dan argumentasi yang mendukung. Namun, teman saya tetap melanjutkan kebiasaannya.

Image by Freepik
Image by Freepik

Dalam situasi ini, Teori Disonansi Kognitif dapat membantu kita memahami bahwa teman saya mungkin mengalami konflik internal. Dia tahu bahwa makanan cepat saji tidak sehat (pemikiran pertama), tetapi dia terus makan (tindakan yang tidak sesuai dengan pemikiran pertama). Konflik ini menciptakan ketidaknyamanan psikologis.

Menggunakan pemahaman tentang Teori Disonansi Kognitif, kita dapat mencoba strategi yang dapat membantu orang lain mengurangi ketidaknyamanan tersebut dan menerima pesan atau ajakan kita, contohnya dengan memberikan informasi. Kita dapat memberikan informasi yang lebih lengkap dan kuat agar tindakan yang diusulkan menjadi lebih konsisten dengan keyakinan mereka. Misalnya, memberikan data statistik tentang dampak negatif makanan cepat saji pada kesehatan.

Selain itu, kita juga menyediakan solusi alternatif misalnya, mengajak teman untuk mencoba resep makanan sehat yang lezat sebagai alternatif makanan cepat saji. 

Dalam beberapa kasus, dukungan sosial dapat membantu mengurangi disonansi kognitif. Kita dapat menawarkan dukungan dan motivasi kepada orang tersebut untuk melakukan perubahan yang diinginkan. 

Dalam konteks Teori Disonansi Kognitif, penting untuk dicatat bahwa gairah untuk mengurangi disonansi dapat menyebabkan perubahan sikap atau tindakan hanya jika individu memiliki kebebasan untuk memilih. Artinya, mereka harus merasa bahwa mereka memiliki kontrol atas keputusan mereka.

Jika seseorang merasa dipaksa atau terdesak, mereka mungkin tidak merasa memiliki kebebasan untuk mengubah keyakinan atau tindakan mereka, sehingga disonansi kognitif tetap ada tanpa adanya perubahan. 

Dalam upaya mempersuasi orang lain, pemahaman tentang Teori Disonansi Kognitif dapat membantu kita mengatasi resistensi atau penolakan yang mungkin kita hadapi. Ini membantu kita merasionalisasikan mengapa seseorang mungkin menolak pesan atau ajakan kita, dan memberikan panduan untuk strategi yang lebih efektif dalam komunikasi persuasif. 

Dengan menggunakan pemahaman ini secara bijaksana, kita dapat menjadi komunikator yang lebih efektif dan memengaruhi perubahan positif dalam pandangan dan tindakan orang lain.

Perloff, Richard M. (2017). The Dynamics of Persuasion: Communication and Attitudes in the 21st Century, Sixth Edition. New York: Routledge

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun